RIAUPOS.CO – Bulan Ramadan mewajibkan seluruh umat Islam untuk tidak mengonsumsi makanan dan/atau minuman dari matahari terbit hingga tenggelam selama 30 hari. Namun, bukan berarti puasa mengharuskan kita berhenti melakukan aktivitas fisik dan olahraga. Puasa dan olahraga dikenal sebagai dua cara yang efektif dalam mencegah berat badan berlebih dan obesitas. Lantas, apakah kedua hal tersebut dapat dilakukan secara bersamaan?
Efek fisiologis tubuh saat olahraga di jam puasa
Glukosa (gula) merupakan sumber energi utama dalam tubuh manusia, dan berasal dari karbohidrat dalam makanan dan minuman yang kita konsumsi. Pada saat berolahraga, pergerakan otot-otot secara aktif memerlukan glukosa dalam pekerjaannya, sehingga terjadi penurunan kadar glukosa dalam darah. Akibatnya, tubuh akan merespon dengan cara memecah lemak dan menjadikannya sumber ‘bahan bakar’ pengganti bagi otot, dengan tujuan menghemat sisa glukosa dan ditujukan kepada organ krusial seperti otak.
Sama seperti kegiatan berolahraga, tubuh akan mengalami respon serupa dalam hal penggunaan sumber energi saat sedang berpuasa. Jika olahraga dan puasa dilakukan secara rutin, terjadi adaptasi tubuh yang mengakibatkan ketergantungan pada lemak sebagai sumber energi baik saat istirahat maupun saat melakukan aktivitas fisik. Hal ini akan menyebabkan terjadinya pengurangan massa lemak tubuh. Selain itu, terdapat studi yang menemukan peningkatan performa olahraga pada atlet yang mungkin terkait dengan preferensi penggunaan lemak dibandingkan glukosa sebagai sumber energi.
Apa manfaat puasa bagi kesehatan?
Perubahan pola makan dan gaya hidup saat puasa di bulan Ramadan memiliki pengaruh besar terhadap kesehatan tubuh, baik fisik maupun mental. Tubuh mengalami adaptasi metabolisme selama bulan Ramadan, termasuk perbaikan kadar lemak (profil lipid) dan penurunan kadar gula darah. Puasa direkomendasikan sebagai salah satu intervensi untuk pengelolaan penyakit kronis dan penyakit tidak menular. Tidak hanya itu, efek baik terhadap kesehatan mental seperti pengurangan tingkat kecemasan, depresi, dan stres pada orang sehat, juga ditunjukkan dari kegiatan berpuasa, khususnya pada bulan Ramadan.
Walaupun tidak semua hasil penelitian sama, namun secara garis besar: berat badan, indeks massa tubuh (IMT), dan lemak tubuh secara signifikan menurun saat berpuasa. Profil lipid (kadar lemak) pada individu sehat menunjukkan penurunan pada low-density lipoprotein (LDL) atau dikenal sebagai ‘kolestrol jahat’ dan peningkatan pada high-density lipoprotein (HDL) atau ‘kolestrol baik’ selama bulan Ramadhan dibandingkan sebelumnya.
Selain itu, peningkatan sensitivitas insulin juga dikaitkan dengan puasa, sehingga kontrol glukosa darah lebih baik dan menurunkan risiko terjadinya diabetes melitus tipe 2. Perlu diperhatikan bahwa faktor-faktor seperti pola makan, aktivitas fisik, status sosial, jenis kelamin, dan riwayat penyakit seseorang memiliki pengaruh terhadap aspek perubahan yang terjadi pada tiap individu.
Olahraga saat puasa,apakah aman?
Olahraga yang dilakukan secara rutin terbukti memberikan manfaat terhadap kesehatan secara keseluruhan, termasuk mencegah risiko kejadian penyakit kronis seperti penyakit jantung dan stroke. Puasa bukan berarti harus menghentikan kegiatan olahraga, justru berolahraga di masa ini dapat memberikan banyak manfaat bagi kebugaran fisik, stamina, dan kesehatan mental.
Keadaan puasa secara umum menyebabkan terjadinya peningkatan lipolisis (pemecahan lemak) pada jaringan lemak dan otot, sehingga massa lemak tubuh akan berkurang. Keseimbangan dari komposisi tubuh akan lebih mudah tercapai, sehingga mendorong adaptasi jangka panjang yang bermanfaat bagi kesehatan dan kesejahteraan secara keseluruhan. Hal ini akan didukung lebih lanjut dengan melakukan olahraga saat berpuasa.
Meskipun demikian, terdapat risiko dari aktivitas fisik selama puasa, seperti dehidrasi, gula darah rendah, kram otot, dan kelelahan, terutama saat melakukan olahraga dengan tingkat intensitas yang tinggi. Oleh karena itu, jenis olahraga dan makanan yang disantap diluar jam puasa harus sangat diperhatikan untuk menghindari terjadinya risiko tersebut. Penderita penyakit kronis, seperti diabetes melitus dan penyakit jantung, harus berkonsultasi dengan dokter untuk menentukan tipe olahraga yang tepat dilakukan.
Minimalisir risiko olahragasaat berpuasa
Aktivitas fisik yang direkomendasikan saat berpuasa adalah olahraga dengan intensitas ringan-sedang seperti berjalan kaki, jogging, yoga, tai chi, bersepeda ringan, atau angkat beban. Olahraga angkat beban disebutkan memiliki efek yang lebih maksimal terhadap kekuatan otot dalam keadaan perut yang terisi, sehingga disarankan untuk dilakukan setelah berbuka puasa.
Olahraga harus dilakukan sesuai dengan kapasitas masing-masing orang. Pada umumnya sedikit modifikasi seperti mengurangi intensitas, durasi latihan, dan menghindari aktivitas fisik saat cuaca panas disarankan agar risiko seperti dehidrasi dan hipoglikemi (penurunan gula darah dibawah batas) dapat terhindari.
Terdapat tiga waktu yang dapat dipilih untuk melakukan olahraga saat berpuasa. Pertama, pagi hari setelah sahur. Cadangan energi saat olahraga di waktu ini masih optimal, tetapi terdapat risiko dehidrasi karena harus berpuasa sampai waktu berbuka tiba.
Kedua, sore hari sebelum buka puasa. Keuntungan dari berolahraga sebelum berbuka puasa adalah setelah selesai berolahraga, dapat langsung makan dan minum untuk pemulihan dan hidrasi.
Ketiga, setelah berbuka puasa. Pada waktu tersebut, sudah ada energi sebelum mulai berolahraga dan dapat rehidrasi dengan mudah.
Penelitian menyebutkan bahwa waktu terbaik untuk olahraga selama bulan Ramadan adalah pukul sembilan malam, atau dua jam setelah berbuka puasa. Opsi terbaik adalah untuk tetap beraktivitas fisik saat berpuasa, sehingga memilih waktu latihan yang tepat tergantung dari preferensi pribadi tiap individu.
Rekomendasi nutrisi seimbang saat sahur dan iftar
Penting untuk memperhatikan jenis asupan makanan, terutama saat sahur, agar dapat menjalani aktivitas fisik harian maupun olahraga dengan bugar selama bulan Ramadan. Pada dasarnya, makanan yang direkomendasikan untuk dikonsumsi adalah makanan yang mengandung karbohidrat, protein, lemak sehat, dan serat secara seimbang.
Selama berpuasa, tubuh akan kehilangan banyak cairan, sehingga konsumsi air mineral yang cukup sebanyak dua hingga tiga liter yang dibagi rata antara sahur dan berbuka puasa, harus dilakukan untuk mencegah dehidrasi. Pisang, kurma, dan yogurt juga direkomendasikan sebagai jenis konsumsi yang baik untuk menjaga keseimbangan elektrolit tubuh.
Karbohidrat kompleks seperti kentang, ubi jalar, oat, sereal multigrain, dan buncis direkomendasikan sebagai sumber pangan saat sahur karena proses cerna yang lebih lambat sehingga kadar gula darah yang naik akan lebih stabil. Hal ini dapat membantu mengendalikan rasa lapar saat berpuasa. Pastikan porsi karbohidrat saat sahur secukupnya, atau sekitar 1/3 piring. Sertakan juga protein hewani dan protein nabati seperti ayam, ikan, telur, tahu, tempe, dan kacang-kacangan, dan makanan dengan kandungan lemak baik seperti alpukat, minyak zaitun, dan ikan laut (salmon, tuna, ikan kembung).
Buah-buahan dan sayur dengan kandungan serat tinggi dapat memelihara kesehatan saluran cerna serta membuat tubuh merasa kenyang lebih lama.
Sebagian besar masyarakat masih skeptis dengan melakukan olahraga di bulan puasa karena berpikir akan memakan banyak energi dan menyebabkan kelelahan.
Nyatanya, olahraga saat puasa memberikan banyak manfaat bagi kesehatan, dengan catatan memerhatikan intensitas, durasi, dan kondisi untuk mencegah timbulnya risiko seperti dehidrasi dan gula darah rendah. Hidrasi yang tepat dikombinasikan dengan pola makan yang kaya dan seimbang, serta tidur yang berkualitas, dapat membantu mengatasi risiko yang terkait dengan olahraga selama Ramadan. Perlu digarisbawahi, setiap orang memiliki karakteristik dan kondisi latar belakang yang berbeda, sehingga pendekatan olahraga tetap dilakukan secara personalisasi dan disesuaikan dengan kondisi masing-masing.(egp)