Sabtu, 12 Juli 2025

Belanja Publik RI Masih Rendah, Ini Kata Bank Dunia

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Tingkat belanja publik Indonesia masih rendah dibandingkan dengan negara berkembang lain (emerging and developing market economies/EMDEs).

Pasalnya, pemerintah rata-rata hanya melakukan belanja publik sebesar 16,6 persen pada 2018, sedangkan negara-negara pasar berkembang dan negara-negara berkembang lainnya mencapai 32 persen dari PDB.

Bank Dunia (World Bank) mengklaim hal ini yang tertuang dalam laporan Bank Dunia bertajuk "Kajian Belanja Publik Indonesia: Untuk Hasil yang Lebih Baik".

"Belanja pada umumnya naik selama periode ledakan harga komoditas pada 2003-2008 dan 2010-2013, tetapi bahkan ketika itu (jumlah belanja publik di Indonesia, red) hanya mencapai 20 persen dari PDB," tulis Bank Dunia dalam risetnya,  Senin (30/6/2020).

Baca Juga:  MG Motor Resmikan Outlet di Riau

Bank Dunia menjelaskan belanja publik Indonesia rendah lantaran tingkat penerimaan negara yang juga rendah. Pada 2018, rasio penerimaan terhadap PDB hanya sebesar 14,6 persen.

Rasio penerimaan negara terhadap PDB jauh lebih rendah ketimbang negara-negara pasar berkembang yang mencapai 27,8 persen. Bank Dunia menyatakan rasio penerimaan pajak di Indonesia hanya sebesar 10,2 persen dari PDB pada 2018.

"Itu merupakan yang terendah di antara negara-negara pasar berkembang dan negara-negara berkembang di kawasan," jelas Bank Dunia.

Menurut lembaga internasional itu, ada empat tantangan bagi Indonesia dalam mengumpulkan penerimaan negara. Empat tantangan itu, antara lain penerimaan negara bergantung dari harga komoditas, ketergantungan pada sektor ekstraksi sumber daya alam dan ukuran besarnya ekonomi informal, kapasitas teknologi informasi dan staf yang rendah, serta kebijakan pajak yang kurang optimal.

Baca Juga:  Lahir Bulan Ini, Dapatkan Promo Spesial dari Grand Central Hotel

"Kebijakan pajak yang kurang optimal ini ada beberapa, antara lain banyaknya pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN), tingkat ambang batas pendaftaran PPN yang tinggi, dan sistem preferensial yang terdistorsi," ungkap Bank Dunia.

Sebagai informasi, tingkat penerimaan negara tahun ini diproyeksi menurun dari target awal. Kantong negara diperkirakan hanya terisi sebesar Rp1.699,9 triliun atau turun target awal sebesar Rp1.760,9 triliun.

Sementara, belanja negara naik karena ada penambahan alokasi belanja untuk penanganan pandemi virus corona. Belanja negara meningkat dari Rp2.613,8 triliun menjadi Rp2.739,3 triliun.

Laporan: CNN/Antara/Berbagai Sumber
Editor: Hary Koriun

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Tingkat belanja publik Indonesia masih rendah dibandingkan dengan negara berkembang lain (emerging and developing market economies/EMDEs).

Pasalnya, pemerintah rata-rata hanya melakukan belanja publik sebesar 16,6 persen pada 2018, sedangkan negara-negara pasar berkembang dan negara-negara berkembang lainnya mencapai 32 persen dari PDB.

Bank Dunia (World Bank) mengklaim hal ini yang tertuang dalam laporan Bank Dunia bertajuk "Kajian Belanja Publik Indonesia: Untuk Hasil yang Lebih Baik".

"Belanja pada umumnya naik selama periode ledakan harga komoditas pada 2003-2008 dan 2010-2013, tetapi bahkan ketika itu (jumlah belanja publik di Indonesia, red) hanya mencapai 20 persen dari PDB," tulis Bank Dunia dalam risetnya,  Senin (30/6/2020).

Baca Juga:  PTPN V Targetkan Empat Pembangkit Tenaga Biogas Baru Beroperasi 2021

Bank Dunia menjelaskan belanja publik Indonesia rendah lantaran tingkat penerimaan negara yang juga rendah. Pada 2018, rasio penerimaan terhadap PDB hanya sebesar 14,6 persen.

- Advertisement -

Rasio penerimaan negara terhadap PDB jauh lebih rendah ketimbang negara-negara pasar berkembang yang mencapai 27,8 persen. Bank Dunia menyatakan rasio penerimaan pajak di Indonesia hanya sebesar 10,2 persen dari PDB pada 2018.

"Itu merupakan yang terendah di antara negara-negara pasar berkembang dan negara-negara berkembang di kawasan," jelas Bank Dunia.

- Advertisement -

Menurut lembaga internasional itu, ada empat tantangan bagi Indonesia dalam mengumpulkan penerimaan negara. Empat tantangan itu, antara lain penerimaan negara bergantung dari harga komoditas, ketergantungan pada sektor ekstraksi sumber daya alam dan ukuran besarnya ekonomi informal, kapasitas teknologi informasi dan staf yang rendah, serta kebijakan pajak yang kurang optimal.

Baca Juga:  Lahir Bulan Ini, Dapatkan Promo Spesial dari Grand Central Hotel

"Kebijakan pajak yang kurang optimal ini ada beberapa, antara lain banyaknya pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN), tingkat ambang batas pendaftaran PPN yang tinggi, dan sistem preferensial yang terdistorsi," ungkap Bank Dunia.

Sebagai informasi, tingkat penerimaan negara tahun ini diproyeksi menurun dari target awal. Kantong negara diperkirakan hanya terisi sebesar Rp1.699,9 triliun atau turun target awal sebesar Rp1.760,9 triliun.

Sementara, belanja negara naik karena ada penambahan alokasi belanja untuk penanganan pandemi virus corona. Belanja negara meningkat dari Rp2.613,8 triliun menjadi Rp2.739,3 triliun.

Laporan: CNN/Antara/Berbagai Sumber
Editor: Hary Koriun

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos
spot_img

Berita Lainnya

spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Tingkat belanja publik Indonesia masih rendah dibandingkan dengan negara berkembang lain (emerging and developing market economies/EMDEs).

Pasalnya, pemerintah rata-rata hanya melakukan belanja publik sebesar 16,6 persen pada 2018, sedangkan negara-negara pasar berkembang dan negara-negara berkembang lainnya mencapai 32 persen dari PDB.

Bank Dunia (World Bank) mengklaim hal ini yang tertuang dalam laporan Bank Dunia bertajuk "Kajian Belanja Publik Indonesia: Untuk Hasil yang Lebih Baik".

"Belanja pada umumnya naik selama periode ledakan harga komoditas pada 2003-2008 dan 2010-2013, tetapi bahkan ketika itu (jumlah belanja publik di Indonesia, red) hanya mencapai 20 persen dari PDB," tulis Bank Dunia dalam risetnya,  Senin (30/6/2020).

Baca Juga:  Cari Solusi Perbaiki Harga Garam

Bank Dunia menjelaskan belanja publik Indonesia rendah lantaran tingkat penerimaan negara yang juga rendah. Pada 2018, rasio penerimaan terhadap PDB hanya sebesar 14,6 persen.

Rasio penerimaan negara terhadap PDB jauh lebih rendah ketimbang negara-negara pasar berkembang yang mencapai 27,8 persen. Bank Dunia menyatakan rasio penerimaan pajak di Indonesia hanya sebesar 10,2 persen dari PDB pada 2018.

"Itu merupakan yang terendah di antara negara-negara pasar berkembang dan negara-negara berkembang di kawasan," jelas Bank Dunia.

Menurut lembaga internasional itu, ada empat tantangan bagi Indonesia dalam mengumpulkan penerimaan negara. Empat tantangan itu, antara lain penerimaan negara bergantung dari harga komoditas, ketergantungan pada sektor ekstraksi sumber daya alam dan ukuran besarnya ekonomi informal, kapasitas teknologi informasi dan staf yang rendah, serta kebijakan pajak yang kurang optimal.

Baca Juga:  MG Motor Resmikan Outlet di Riau

"Kebijakan pajak yang kurang optimal ini ada beberapa, antara lain banyaknya pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN), tingkat ambang batas pendaftaran PPN yang tinggi, dan sistem preferensial yang terdistorsi," ungkap Bank Dunia.

Sebagai informasi, tingkat penerimaan negara tahun ini diproyeksi menurun dari target awal. Kantong negara diperkirakan hanya terisi sebesar Rp1.699,9 triliun atau turun target awal sebesar Rp1.760,9 triliun.

Sementara, belanja negara naik karena ada penambahan alokasi belanja untuk penanganan pandemi virus corona. Belanja negara meningkat dari Rp2.613,8 triliun menjadi Rp2.739,3 triliun.

Laporan: CNN/Antara/Berbagai Sumber
Editor: Hary Koriun

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari