JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Percepatan dalam menciptakan lingkungan kerja yang aman bagi perempuan menjadi salah satu isu prioritas yang dibahas dalam Group of Twenty (G20) EMPOWER Presidensi Indonesia. Hal tersebut sejalan dengan Sustainable Development Goals (SDGs) yang diadopsi dari pertemuan Beijing Declaration and Platform for Action (BDPfA) 1995 dan Brisbane Goals 2014.
Untuk membahas isu tersebut, G20 Empower menggelar 1st Side Event dengan tema "Creating Safer Workplace for Women Post Covid-19 Pandemic”, Selasa (29/3/2022).
Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia, Ida Fauziyah menyatakan, kegiatan ini merupakan momentum yang tepat untuk berdiskusi, berbagi, dan memberikan masukan dalam rangka menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman dan lebih baik bagi perempuan, khususnya di masa pandemi dan disrupsi digital yang membuat perempuan berisiko lebih tinggi terhadap upah rendah dari pekerjaan di sektor informal dengan bentuk pekerjaan non-standar yang berisiko dan tidak aman.
Terkait persoalan tersebut, kata Menaker Ida Fauziyah, Pemerintah Indonesia terus mendorong G20 untuk meningkatkan kesetaraan dan pemberdayaan perempuan di seluruh dunia melalui berbagai intervensi progresif untuk menurunkan kesenjangan partisipasi perempuan di dunia kerja.
"Indonesia percaya dengan memajukan kesetaraan gender akan mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, khususnya untuk perkembangan perekonomian G20," ucap Menaker Ida Fauziyah.
Pada kesempatan yang sama, Deputi Bidang Kesetaraan Gender Kementerian PPPA, Lenny N. Rosalin, menyampaikan dalam pidato pembukaan side event bahwa selain beban pengasuhan, kekerasan juga meningkat berkali lipat pada masa pandemi. Lenny mengutip data global yang menunjukkan bahwa kasus kekerasan telah bertambah sebanyak 31 juta kasus pada 6 bulan pertama pandemi dan semakin bertambah sampai pada angka 15 juta kasus per tiap 3 bulan selanjutnya.
“Ini menjadi tantangan bersama mengingat partisipasi angkatan kerja perempuan berada pada angka yang rendah, bahkan sebelum pandemi. Data global menunjukkan bahwa TPAK perempuan berada pada angka rata-rata 47% jauh di bawah laki-laki yang berada pada angka 72%,” jelas Lenny.
Lebih lanjut, Lenny menambahkan bahwa kekerasan terjadi secara massif di tempat kerja selama pandemi baik kepada perempuan yang bekerja offline maupun online. Pelaku kekerasan bisa berasal dari konsumen dan pengguna jasa yang merasa tidak nyaman akibat layanan yang terganggu akibat pandemi. Kekerasan juga marak dilakukan oleh atasan dan rekan kerja.
“Diskusi pada pertemuan kali ini harus menemukan solusi praktis dan implementatif untuk bagaimana kita membangun situasi dan kondisi kerja yang mendukung perempuan. Hal ini penting agar isu ini bisa masuk pada dokumen keluaran G20 Summit, dapat diadopsi oleh seluruh negara peserta dan yang paling penting, dapat diaplikasikan di perusahaan dan industri,” jelasnya lagi.