Rabu, 9 April 2025
spot_img

Kecewa RUU Uang Kartal Batal

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengajukan rancangan undang-undang untuk mengatur peredaran uang kartal. Namun, RUU tersebut pada akhirnya tidak jadi masuk dalam program prioritas. Padahal menurut mereka pengaturan ini sudah diperlukan dalam rangka menekan kejahatan ekonomi dan tindak pidana pencucian uang juga.

Tertundanya pembahasan RUU tersebut disampaikan Kepala PPATK Ki Agus Ahmad Badaruddin kemarin (27/2). “Tahun ini RUU itu semula menjadi prioritas nasional, tapi diturunkan statusnya sehingga tidak lagi menjadi prioritas. Jadi kita harus menunggu lagi,” jelas Badaruddin.

Dia menyatakan memaklumi jika ada undang-undang lain yang lebih penting yang membuat RUU ini kemudian turun status prioritasnya. RUU ini sendiri dibutuhkan untuk mengatur agar peredaran uang kartal bisa ditekan ke transaksi elektronik dan digital. Sehingga setiap transaksi bisa lebih mudah untuk dilacak dan ditelusuri.

Baca Juga:  The Zuri Hotel Tawarkan Paket Sa Cap Meh Gala Dinner 2020

“Jadi orang tidak boleh melakukan transaksi tunai di atas Rp100 juta dan harus lewat perbankan, kecuali diatur lain,” lanjutnya. Ada beberapa jenis usaha yang bisa diberikan pengecualian karena memerlukan uang tunai, misalnya pengisian bahan bakar kendaraan. Aturan ini sendiri disusun mengacu pada tren kejahatan keuangan yang kerap dilakukan dengan menggunakan uang tunai agar tidak mudah terlacak.

Dengan semakin mudahnya penelusuran berdasarkan RUU itu, maka pemerintah dalam hal ini juga bisa turut berperan mencegah terjadinya kejahatan ekonomi. Baik itu korupsi, perdagangan manusia, narkoba, tindak pidana pendanaan terorisme (TPPT), dan terutama tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Di sisi lain, Wakil Kepala PPATK Dian Ediana Rae menyesalkan penundaan RUU ini, karena artinya sama saja bahwa upaya pemberantasan kejahatan ekonomi tidak menjadi prioritas pemerintah. “Kita kecewa karena kita mengusulkan itu dengan BI agar bisa meningkatkan integritas dan perekonomian kita,” jelasnya.  

Baca Juga:  Galaxy M62 Kini Ditenagai dengan Baterai Jumbo

Dia menyebutkan bahwa kejahatan ekonomi biasanya akan berkaitan juga dengan TPPU. Dalam undang-undang pun, kejahatan TPPU bisa berdiri sendiri dan dikenai pasal sendiri.(deb/jrr)

Laporan JPG, Jakarta

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengajukan rancangan undang-undang untuk mengatur peredaran uang kartal. Namun, RUU tersebut pada akhirnya tidak jadi masuk dalam program prioritas. Padahal menurut mereka pengaturan ini sudah diperlukan dalam rangka menekan kejahatan ekonomi dan tindak pidana pencucian uang juga.

Tertundanya pembahasan RUU tersebut disampaikan Kepala PPATK Ki Agus Ahmad Badaruddin kemarin (27/2). “Tahun ini RUU itu semula menjadi prioritas nasional, tapi diturunkan statusnya sehingga tidak lagi menjadi prioritas. Jadi kita harus menunggu lagi,” jelas Badaruddin.

Dia menyatakan memaklumi jika ada undang-undang lain yang lebih penting yang membuat RUU ini kemudian turun status prioritasnya. RUU ini sendiri dibutuhkan untuk mengatur agar peredaran uang kartal bisa ditekan ke transaksi elektronik dan digital. Sehingga setiap transaksi bisa lebih mudah untuk dilacak dan ditelusuri.

Baca Juga:  Galaxy M62 Kini Ditenagai dengan Baterai Jumbo

“Jadi orang tidak boleh melakukan transaksi tunai di atas Rp100 juta dan harus lewat perbankan, kecuali diatur lain,” lanjutnya. Ada beberapa jenis usaha yang bisa diberikan pengecualian karena memerlukan uang tunai, misalnya pengisian bahan bakar kendaraan. Aturan ini sendiri disusun mengacu pada tren kejahatan keuangan yang kerap dilakukan dengan menggunakan uang tunai agar tidak mudah terlacak.

Dengan semakin mudahnya penelusuran berdasarkan RUU itu, maka pemerintah dalam hal ini juga bisa turut berperan mencegah terjadinya kejahatan ekonomi. Baik itu korupsi, perdagangan manusia, narkoba, tindak pidana pendanaan terorisme (TPPT), dan terutama tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Di sisi lain, Wakil Kepala PPATK Dian Ediana Rae menyesalkan penundaan RUU ini, karena artinya sama saja bahwa upaya pemberantasan kejahatan ekonomi tidak menjadi prioritas pemerintah. “Kita kecewa karena kita mengusulkan itu dengan BI agar bisa meningkatkan integritas dan perekonomian kita,” jelasnya.  

Baca Juga:  PTBg Sei Tapung PTPN IV Serap 37.256 Ton Emisi Karbon

Dia menyebutkan bahwa kejahatan ekonomi biasanya akan berkaitan juga dengan TPPU. Dalam undang-undang pun, kejahatan TPPU bisa berdiri sendiri dan dikenai pasal sendiri.(deb/jrr)

Laporan JPG, Jakarta

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos
spot_img

Berita Lainnya

spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari

spot_img

Kecewa RUU Uang Kartal Batal

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengajukan rancangan undang-undang untuk mengatur peredaran uang kartal. Namun, RUU tersebut pada akhirnya tidak jadi masuk dalam program prioritas. Padahal menurut mereka pengaturan ini sudah diperlukan dalam rangka menekan kejahatan ekonomi dan tindak pidana pencucian uang juga.

Tertundanya pembahasan RUU tersebut disampaikan Kepala PPATK Ki Agus Ahmad Badaruddin kemarin (27/2). “Tahun ini RUU itu semula menjadi prioritas nasional, tapi diturunkan statusnya sehingga tidak lagi menjadi prioritas. Jadi kita harus menunggu lagi,” jelas Badaruddin.

Dia menyatakan memaklumi jika ada undang-undang lain yang lebih penting yang membuat RUU ini kemudian turun status prioritasnya. RUU ini sendiri dibutuhkan untuk mengatur agar peredaran uang kartal bisa ditekan ke transaksi elektronik dan digital. Sehingga setiap transaksi bisa lebih mudah untuk dilacak dan ditelusuri.

Baca Juga:  Rumah Sakit Hermina Pekanbaru Rujukan Perinatologi dan Tumbuh Kembang

“Jadi orang tidak boleh melakukan transaksi tunai di atas Rp100 juta dan harus lewat perbankan, kecuali diatur lain,” lanjutnya. Ada beberapa jenis usaha yang bisa diberikan pengecualian karena memerlukan uang tunai, misalnya pengisian bahan bakar kendaraan. Aturan ini sendiri disusun mengacu pada tren kejahatan keuangan yang kerap dilakukan dengan menggunakan uang tunai agar tidak mudah terlacak.

Dengan semakin mudahnya penelusuran berdasarkan RUU itu, maka pemerintah dalam hal ini juga bisa turut berperan mencegah terjadinya kejahatan ekonomi. Baik itu korupsi, perdagangan manusia, narkoba, tindak pidana pendanaan terorisme (TPPT), dan terutama tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Di sisi lain, Wakil Kepala PPATK Dian Ediana Rae menyesalkan penundaan RUU ini, karena artinya sama saja bahwa upaya pemberantasan kejahatan ekonomi tidak menjadi prioritas pemerintah. “Kita kecewa karena kita mengusulkan itu dengan BI agar bisa meningkatkan integritas dan perekonomian kita,” jelasnya.  

Baca Juga:  PT Alfa Scorpii Selenggarakan Lomba Festival Anak Soleh

Dia menyebutkan bahwa kejahatan ekonomi biasanya akan berkaitan juga dengan TPPU. Dalam undang-undang pun, kejahatan TPPU bisa berdiri sendiri dan dikenai pasal sendiri.(deb/jrr)

Laporan JPG, Jakarta

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengajukan rancangan undang-undang untuk mengatur peredaran uang kartal. Namun, RUU tersebut pada akhirnya tidak jadi masuk dalam program prioritas. Padahal menurut mereka pengaturan ini sudah diperlukan dalam rangka menekan kejahatan ekonomi dan tindak pidana pencucian uang juga.

Tertundanya pembahasan RUU tersebut disampaikan Kepala PPATK Ki Agus Ahmad Badaruddin kemarin (27/2). “Tahun ini RUU itu semula menjadi prioritas nasional, tapi diturunkan statusnya sehingga tidak lagi menjadi prioritas. Jadi kita harus menunggu lagi,” jelas Badaruddin.

Dia menyatakan memaklumi jika ada undang-undang lain yang lebih penting yang membuat RUU ini kemudian turun status prioritasnya. RUU ini sendiri dibutuhkan untuk mengatur agar peredaran uang kartal bisa ditekan ke transaksi elektronik dan digital. Sehingga setiap transaksi bisa lebih mudah untuk dilacak dan ditelusuri.

Baca Juga:  Grand Central Hotel Lakukan Pembaruan

“Jadi orang tidak boleh melakukan transaksi tunai di atas Rp100 juta dan harus lewat perbankan, kecuali diatur lain,” lanjutnya. Ada beberapa jenis usaha yang bisa diberikan pengecualian karena memerlukan uang tunai, misalnya pengisian bahan bakar kendaraan. Aturan ini sendiri disusun mengacu pada tren kejahatan keuangan yang kerap dilakukan dengan menggunakan uang tunai agar tidak mudah terlacak.

Dengan semakin mudahnya penelusuran berdasarkan RUU itu, maka pemerintah dalam hal ini juga bisa turut berperan mencegah terjadinya kejahatan ekonomi. Baik itu korupsi, perdagangan manusia, narkoba, tindak pidana pendanaan terorisme (TPPT), dan terutama tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Di sisi lain, Wakil Kepala PPATK Dian Ediana Rae menyesalkan penundaan RUU ini, karena artinya sama saja bahwa upaya pemberantasan kejahatan ekonomi tidak menjadi prioritas pemerintah. “Kita kecewa karena kita mengusulkan itu dengan BI agar bisa meningkatkan integritas dan perekonomian kita,” jelasnya.  

Baca Juga:  Pertamina Berbagi Energi

Dia menyebutkan bahwa kejahatan ekonomi biasanya akan berkaitan juga dengan TPPU. Dalam undang-undang pun, kejahatan TPPU bisa berdiri sendiri dan dikenai pasal sendiri.(deb/jrr)

Laporan JPG, Jakarta

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari