Minggu, 24 November 2024
spot_img

Warga Ingin Ganti Karet dengan Sawit

BANGKINANG (RIAUPOS.CO) — Warga di Kecamatan XIII Koto Kampar mengeluhkan ratusan hektare kebun karet plasma milik mereka tidak lagi produktif. Harga karet yang terus merosot juga mendorong warga ingin segera mengalihfungsikan perkebunan tersebut. Warga menginginkan replanting atau penanaman kembali, namun kali ini dengan kelapa sawit.

Keinginan warga ini disampaikan Kepala Desa Lubuk Agung Hairyono. Hairyono mendatangi Wakil Ketua Komisi III DPRD Kampar Safrizal. Tidak diperbolehkannya berkumpul secara masif sejak adanya pandemi virus corona, membuat pertemuan ini hanya sebatas pertemuan informal. Namun Hairyono senang dapat menyampaikan keluh kesah warganya kepada wakil rakyat pada Selasa (24/3) itu.

"Kami di pemerintah desa juga merasa resah ketika warga mengadu kepada kami. Bagaimana nasib rakyat kami ke depan. Kebun ini ditanam sejak tahun 1992, tentu usianya sudah melewati masa produktif. Makanya kami datang mengadukan hal ini. Ingin bertanya bagaimana peluang replanting dengan sawit," sebut Hairyono.

Baca Juga:  Hyundai Bangun Pabrik di Indonesia

Hairyono menjelaskan, kebun karet Desa Lubuk Agung itu mencapai 400 hektare yang merupakan kebun karet plasma. Kebun itu dibuka bersamaan dengan pembangunan PLTA Koto Panjang. Lubuk Agung sendiri merupakan satu desa yang berpindah karena dampak PLTA. Kini, 400 ha lahan tersebut dimiliki 220 kepala keluarga (KK).

"Perekonomian di kampung kami memang kebanyakan bergantung pada kebun karet, tapi sejak harga murah perekonomian susah. Ditambah pula kini karet sudah tidak lagi produktif. Maka hari ini, kami menemui Komisi III bermaksud meminta petunjuklah. Kami datang untuk mengadu," terangnya.

Selain Lubuk Agung, Desa Ranah Sungkai yang juga merupakan desa pindahan akibat dari PLTA Koto Panjang juga menghadapi permasalahan serupa. Kepala Desa Ranah Sungkai, Haryanto menyebutkan, ada sekitar 700 ha kebun karet plasma yang juga tidak produktif lagi. "Di desa kami ada sekitar 700 ha. Kebun plasma itu sudah hampir habis masa produktifnya," sebut Haryanto.

Baca Juga:  Mitsubishi Xpander di Indonesia Dijamin Aman

Sementaa itu, Wakil Ketua Komisi III Safrizal usai menemui kedua kepala desa mengungkapkan, ia menampung aspirasi terlebih dahulu. ‘’Hari ini mendengarkan dulu ya. Aspirasi dua kepala desa ini kami tampung dulu.  Nanti insya Allah akan kami fasilitasi masyarakat dengan Dinas Perkebunan, pihak perusahaan dan perbankan untuk realisasi rencana replanting ini,’’ terangnya.

Dirinya sebagai warga Kampar tahu betul bagaimana dalam sepuluh tahun terakhir harga karet terus mengalami tenakan. Bahkan kini harga karet berkisar Rp5-7 ribu. Dia bertekad akan membantu warga agar kebun karet mereka segera diganti dengan sawit yang menurut warga akan lebih menghasilkan.(zed)

Laporan: Hendrawan (Bengkinang)

BANGKINANG (RIAUPOS.CO) — Warga di Kecamatan XIII Koto Kampar mengeluhkan ratusan hektare kebun karet plasma milik mereka tidak lagi produktif. Harga karet yang terus merosot juga mendorong warga ingin segera mengalihfungsikan perkebunan tersebut. Warga menginginkan replanting atau penanaman kembali, namun kali ini dengan kelapa sawit.

Keinginan warga ini disampaikan Kepala Desa Lubuk Agung Hairyono. Hairyono mendatangi Wakil Ketua Komisi III DPRD Kampar Safrizal. Tidak diperbolehkannya berkumpul secara masif sejak adanya pandemi virus corona, membuat pertemuan ini hanya sebatas pertemuan informal. Namun Hairyono senang dapat menyampaikan keluh kesah warganya kepada wakil rakyat pada Selasa (24/3) itu.

- Advertisement -

"Kami di pemerintah desa juga merasa resah ketika warga mengadu kepada kami. Bagaimana nasib rakyat kami ke depan. Kebun ini ditanam sejak tahun 1992, tentu usianya sudah melewati masa produktif. Makanya kami datang mengadukan hal ini. Ingin bertanya bagaimana peluang replanting dengan sawit," sebut Hairyono.

Baca Juga:  Tak Masuk Black List OJK Syarat Dapat Keringanan Kredit

Hairyono menjelaskan, kebun karet Desa Lubuk Agung itu mencapai 400 hektare yang merupakan kebun karet plasma. Kebun itu dibuka bersamaan dengan pembangunan PLTA Koto Panjang. Lubuk Agung sendiri merupakan satu desa yang berpindah karena dampak PLTA. Kini, 400 ha lahan tersebut dimiliki 220 kepala keluarga (KK).

- Advertisement -

"Perekonomian di kampung kami memang kebanyakan bergantung pada kebun karet, tapi sejak harga murah perekonomian susah. Ditambah pula kini karet sudah tidak lagi produktif. Maka hari ini, kami menemui Komisi III bermaksud meminta petunjuklah. Kami datang untuk mengadu," terangnya.

Selain Lubuk Agung, Desa Ranah Sungkai yang juga merupakan desa pindahan akibat dari PLTA Koto Panjang juga menghadapi permasalahan serupa. Kepala Desa Ranah Sungkai, Haryanto menyebutkan, ada sekitar 700 ha kebun karet plasma yang juga tidak produktif lagi. "Di desa kami ada sekitar 700 ha. Kebun plasma itu sudah hampir habis masa produktifnya," sebut Haryanto.

Baca Juga:  Tutup, Olympus Menyerah Hadapi Kamera Smartphone

Sementaa itu, Wakil Ketua Komisi III Safrizal usai menemui kedua kepala desa mengungkapkan, ia menampung aspirasi terlebih dahulu. ‘’Hari ini mendengarkan dulu ya. Aspirasi dua kepala desa ini kami tampung dulu.  Nanti insya Allah akan kami fasilitasi masyarakat dengan Dinas Perkebunan, pihak perusahaan dan perbankan untuk realisasi rencana replanting ini,’’ terangnya.

Dirinya sebagai warga Kampar tahu betul bagaimana dalam sepuluh tahun terakhir harga karet terus mengalami tenakan. Bahkan kini harga karet berkisar Rp5-7 ribu. Dia bertekad akan membantu warga agar kebun karet mereka segera diganti dengan sawit yang menurut warga akan lebih menghasilkan.(zed)

Laporan: Hendrawan (Bengkinang)

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari