Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Ahok: Saya Bukan Godfather

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menanggapi santai seraya bercanda mengenai mafia migas di Indonesia. Pasalnya, penunjukannya sebagai Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) dinilai hanya untuk mengawasi para direksi dan jajarannya.

“Saya tidak tahu maksud mafia migas itu apa? Saya kan bukan Godfather,” kata Ahok di Kementerian BUMN, Jakarta, Senin (25/11).

Ahok mengatakan bahwa posisi dirinya sebagai Komisaris Utama Pertamina sebatas melakukan pengawasan terhadap internal perusahaan migas pelat merah tersebut. “Saya hanya bertugas untuk melakukan pengawasan internal, jadi ini beda dengan waktu (jadi) gubernur dulu,” katanya.

Penanganan Mafia Migas

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dikabarkan telah meningkatkan status penanganan perkara dari penyelidikan ke tahap penyidikan dan menetapkan tersangka terkait mafia minyak dan gas (migas). Hal ini telah dibenarkan oleh KPK.

Namun Juru Bicara KPK Febri Diansyah masih enggan membeberkan dugaan tindak pidana korupsi maupun pihak yang telah menyandang status tersangka. Menurutnya, lembaga antirasuah akan menyampaikan seorang yang ditetapkan sebagai tersangka pada Selasa (10/9) siang ini.

Baca Juga:  2022 Jadi Tahun Harapan dan Semangat Baru

“Informasi tentang perkara tersebut akan kami sampaikan pada publik siang ini, Selasa 10 September 2019 di Gedung KPK,” kata Febri melalui pesan singkat, Selasa (10/9).

Febri menjelaskan, perkara tersebut diduga berkaitan dengan Pertamina Energy Trading Ltd (Petral) yang dibubarkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Mei 2015 lalu. Setelah peristiwa itu, KPK mulai menyelidiki fakta-fakta hukum terkait praktik mafia migas hingga meningkatkan status perkara tersebut ke tahap penyidikan.

“Setelah Presiden Jokowi membubarkan Petral pada bulan Mei 2015 sebagai bagian dari perang Pemerintah terhadap Mafia Migas, KPK melakukan penyelidikan mendalam untuk menelusuri fakta-fakta hukum praktik mafia di sektor migas. Hingga saat ini KPK telah memulai proses Penyidikan terkait hal tersebut,” jelas Febri.

Untuk diketahui, sejak 2015 KPK telah memulai penyelidikan berdasarkan hasil audit forensik terhadap Pertamina Energy Trading Ltd (Petral) dalam pengadaan minyak pada 2012-2014.

Menurut temuan lembaga auditor Kordha Mentha yang mengaudit Petral, jaringan mafia migas telah menguasai kontrak suplai minyak senilai USD 18 miliar selama tiga tahun. Sebab diduga terdapat pihak ketiga di luar bagian manajemen Petral dan Pertamina yang ikut campur dalam proses pengadaan dan jual beli minyak mentah maupun produk bahan bakar minyak (BBM), mulai dari mengatur tender dengan harga perhitungan sendiri, menggunakan instrumen karyawan dan manajemen Petral saat melancarkan aksi.

Baca Juga:  Saat Pandemi, Pertumbuhan Nasabah Rifan Financindo Tetap Tinggi

Akibatnya, Petral dan Pertamina tidak memperoleh harga yang optimal dan terbaik ketika melakukan pengadaan. Pihak ketiga tersebut sangat berpengaruh dalam perdagangan minyak mentah dan BBM serta membuat pelaku usaha dalam bidang tersebut mengikuti permainan yang tidak transparan.

Petral sendiri sudah dibubarkan sejak 13 Mei 2015 dan tugas Petral digantikan PT Pertamina Integrated Supply Chain (ISC Pertamina), sehingga diskon yang sebelumnya disandera pihak ketiga sudah kembali ke pemerintah dan perdagangan lebih transparan dan bebas. Mafia tersebut diduga menguasai kontrak USD 6 miliar per tahun atau sekitar 15 persen dari rata-rata impor minyak tahunan senilai USD 40 miliar.

Sumber: Jawapos.com
Editor: E Sulaiman

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menanggapi santai seraya bercanda mengenai mafia migas di Indonesia. Pasalnya, penunjukannya sebagai Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) dinilai hanya untuk mengawasi para direksi dan jajarannya.

“Saya tidak tahu maksud mafia migas itu apa? Saya kan bukan Godfather,” kata Ahok di Kementerian BUMN, Jakarta, Senin (25/11).

- Advertisement -

Ahok mengatakan bahwa posisi dirinya sebagai Komisaris Utama Pertamina sebatas melakukan pengawasan terhadap internal perusahaan migas pelat merah tersebut. “Saya hanya bertugas untuk melakukan pengawasan internal, jadi ini beda dengan waktu (jadi) gubernur dulu,” katanya.

Penanganan Mafia Migas

- Advertisement -

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dikabarkan telah meningkatkan status penanganan perkara dari penyelidikan ke tahap penyidikan dan menetapkan tersangka terkait mafia minyak dan gas (migas). Hal ini telah dibenarkan oleh KPK.

Namun Juru Bicara KPK Febri Diansyah masih enggan membeberkan dugaan tindak pidana korupsi maupun pihak yang telah menyandang status tersangka. Menurutnya, lembaga antirasuah akan menyampaikan seorang yang ditetapkan sebagai tersangka pada Selasa (10/9) siang ini.

Baca Juga:  RS Awal Bros Berikan Edukasi Mencuci Tangan

“Informasi tentang perkara tersebut akan kami sampaikan pada publik siang ini, Selasa 10 September 2019 di Gedung KPK,” kata Febri melalui pesan singkat, Selasa (10/9).

Febri menjelaskan, perkara tersebut diduga berkaitan dengan Pertamina Energy Trading Ltd (Petral) yang dibubarkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Mei 2015 lalu. Setelah peristiwa itu, KPK mulai menyelidiki fakta-fakta hukum terkait praktik mafia migas hingga meningkatkan status perkara tersebut ke tahap penyidikan.

“Setelah Presiden Jokowi membubarkan Petral pada bulan Mei 2015 sebagai bagian dari perang Pemerintah terhadap Mafia Migas, KPK melakukan penyelidikan mendalam untuk menelusuri fakta-fakta hukum praktik mafia di sektor migas. Hingga saat ini KPK telah memulai proses Penyidikan terkait hal tersebut,” jelas Febri.

Untuk diketahui, sejak 2015 KPK telah memulai penyelidikan berdasarkan hasil audit forensik terhadap Pertamina Energy Trading Ltd (Petral) dalam pengadaan minyak pada 2012-2014.

Menurut temuan lembaga auditor Kordha Mentha yang mengaudit Petral, jaringan mafia migas telah menguasai kontrak suplai minyak senilai USD 18 miliar selama tiga tahun. Sebab diduga terdapat pihak ketiga di luar bagian manajemen Petral dan Pertamina yang ikut campur dalam proses pengadaan dan jual beli minyak mentah maupun produk bahan bakar minyak (BBM), mulai dari mengatur tender dengan harga perhitungan sendiri, menggunakan instrumen karyawan dan manajemen Petral saat melancarkan aksi.

Baca Juga:  Ranperda Selesai Dibahas, DPRD Riau Dukung Proses Konversi BRK

Akibatnya, Petral dan Pertamina tidak memperoleh harga yang optimal dan terbaik ketika melakukan pengadaan. Pihak ketiga tersebut sangat berpengaruh dalam perdagangan minyak mentah dan BBM serta membuat pelaku usaha dalam bidang tersebut mengikuti permainan yang tidak transparan.

Petral sendiri sudah dibubarkan sejak 13 Mei 2015 dan tugas Petral digantikan PT Pertamina Integrated Supply Chain (ISC Pertamina), sehingga diskon yang sebelumnya disandera pihak ketiga sudah kembali ke pemerintah dan perdagangan lebih transparan dan bebas. Mafia tersebut diduga menguasai kontrak USD 6 miliar per tahun atau sekitar 15 persen dari rata-rata impor minyak tahunan senilai USD 40 miliar.

Sumber: Jawapos.com
Editor: E Sulaiman

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari