Ngopi yok. Ajakan tersebut mungkin awam di kalangan masyarakat Riau. Ngopi sendiri sudah menjadi kebiasaan lama. Kini, kebiasaan ngopi makin jadi-jadi. Ditandai dengan menjamurnya coffee shop, jenis-jenis olahan kopi baru sampai pecandu kopi baru. Banyak yang hanya menjadikannya sebagai hobi saja. Padahal, nyatanya ngopi itu soal taste (rasa). Bukan hanya sekadar meniru atau copy paste.
(RIAUPOS.CO) – Efek dari ngetren-nya kopi, orang-orang yang dulunya nggak suka ngopi, kini mulai menyukai kopi. Entah itu hanya sekadar copy paste atau memang betul-betul suka. Namun, bagi pemilik coffee shop, ini dinilai sebagai sesuatu yang baik dari segi bisnis. Akan tetapi, sebagai pecinta kopi, ada baiknya untuk mengetahui informasi lebih jauh tentang minuman yang mengandung kafein itu. Mulai dari pengolahan, jenis-jenis kopi hingga kopi apa yang kita teguk. Biar taste-nya juga dapat.
Support Local
Tahukan Anda kalau di coffee shop di Pekanbaru kini umumnya menggunakan biji kopi lokal? Ya, kopi-kopi yang disuguhkan kebanyakan merupakan olahan dari biji kopi lokal. Ini membuktikan kalau kopi lokal memiliki taste atau cita rasa yang nikmat.
Hal ini dikatakan barista sekaligus pengelola One Refinery Coffee, Afnan. Tempat yang berlokasi di Jalan Delima ini mengolah biji kopi dari berbagai daerah di Sumatera. Seperti Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat dan lainnya. “Kami ngambil stok kopi dalam bentuk green bean langsung dari petani-petani kopi di daerah tersebut. Baru kemudian kami olah sendiri dengan cara me-roasting biji hingga sampai jadi minuman,” ujarnya.
Hal senada pun disampaikan oleh coffee shop lain, Kopi Sibuk. Melalui salah seorang founder-nya, Niko, mereka mengaku memang hanya menggunakan biji kopi dari petani lokal. Bahkan, mereka memiliki tagline “Minum dan Beli Biji Kopi Lokal, Petani Sejahtera dan Alam Terjaga.” Wow, nice!
“Petani dibina dan diedukasi dari awal. Sehingga biji kopi yang hasilkan benar-benar berkualitas dan menghasilkan rasa yang nikmat,” ujar Niko saat ditemui di Kopi Sibuk Jalan S Parman.
Bahkan, coffee shop ini juga mengambil stok biji kopi dalam bentuk green bean dari dua daerah di Riau lho. Yakni Dayun Kabupaten Siak dan Tohor Kabupaten Kepulauan Meranti. Keduanya kopi jenis liberika yang memiliki rasa khas pandan dan pisang yang manis tanpa perlu campuran gula. Benar-benar support local nih. Nah, kalau ngaku pecinta kopi, jangan banggain kopi luar ya. Karena kopi lokal juga nggak kalah nikmat. Dengan minum kopi lokal, kita juga ikut menyejahterakan petani dan menjaga alam.
Roasting
Pecinta kopi tentu tak asing dengan istilah ini. Kalau asing, ya berarti bukan pecinta kopi. Simpel kan. Nah, roasting ini adalah proses pengolahan green bean mentah menjadi biji kopi hitam yang sering disimpan di coffee shop. Lebih jelasnya, roasting adalah proses pemanggangan biji yang masih mentah (green bean) hingga tingkat kematangan tertentu. Biji yang dipanggang akan siap untuk dikonsumsi setelah melewati first crack, biasanya ditandai dengan aroma manis karena proses karamelisasi di dalam biji. Dalam proses roasting kopi, suhu dan waktu akan mempengaruhi hasil akhir dan rasa kopinya.
Proses roasting sendiri biasanya dilakukan langsung oleh masing-masing coffee shop. Baik One Refinery maupun Kopi Sibuk, keduanya sama-sama me-roasting sendiri biji kopi mereka. ‘‘Setelah melalui 14 hari pascapanen atau natural proses, barulah biji kopi di-roasting sesuai keperluan. Agar aroma dan rasanya benar-benar keluar,’’ terang Niko yang merupakan 1 dari 7 founder Kopi Sibuk.
Proses roasting sendiri memiliki pengaruh besar terhadap rasa akhir kopi. Jika prosesnya benar dan tepat, maka rasa dan aroma khasnya akan keluar. Begitu pun sebaliknya. ‘‘Proses roasting berpengaruh 30 persen terhadap rasa dan aroma kopi,’’ sambung Niko lagi.
Pengaruh Rasa pada Kopi
Kopi tak hanya punya rasa pahit. Namun, ada juga rasa asam, manis, kelat, gurih di dalamnya. Aromanya pun tak selalu sama. Ada yang aroma pandan, kacang dan aroma buah yang muncul secara alami. Lantas, sebenarnya apa yang mempengaruhi rasa dan aroma kopi? Meski sebenarnya semua memiliki jenis dan bibit yang sama. Buat Anda yang nggak mau dibilang generasi copy paste ngopi, wajib tahu nih.
So, ada beberapa hal yang menentukan rasa dan aroma kopi kelak. Dijelaskan Niko, hal-hal tersebut di antaranya lingkungan tempat kopi tumbuh, pascapanen, proses roasting, air dan tangan barista.
“30 persen itu dari lingkungan tempat kopi tumbuh. Misalnya di ketinggian kah atau di sekitar danau. Itu akan mempengaruhi kenikmatan kopi kelak. Kemudian pascapanen. Ini juga berpengaruh 30 persen. Kalau kami selalu mengedepankan natural process. Walau perlu waktu lama, tapi originalitas dan rasa asli kopinya bisa lebih keluar. Lanjut ke proses roasting yang juga berpengaruh 30 persen. Barulah kemudian faktor air dan barista yang masing-masing berpengaruh sebanyak 5 persen,’’ paparnya didampingi Ridho dan Anggi, Founder Kopi Sibuk lainnya.
Menurutnya, jika proses ini sudah berjalan dan sesuai dengan standar, maka kopi yang diolah tak perlu lagi menggunakan campuran gula, susu atau sirup, seperti rata-rata kopi yang diproduksi Kopi Sibuk. Karena rasa manisnya sudah muncul secara alami melalui proses yang tepat.
So, udah tahu kan apa aja yang mempengaruhi kenikmatan kopi? Kalau kopi yang Anda teguk kurang enak dan aromanya kurang keluar, bisa jadi pengaruh dari hal-hal yang disebutkan di atas ya.
Bukan Sekadar Tren
Sejalan dengan melesatnya tren kopi, varian minuman kopi kekinian pun muncul. Ciri khas kopi kekinian, biasanya ditandai dengan wujudnya yang estetik dengan layer-layer yang cantik. Adapun nama-namanya seperti caramel macchiato, kopi susu aren, kopi cokelat, mocha latte dan lainnya. Kopi kekinian ini banyak dipesan oleh para milenial.
Namun, meski begitu, menu-menu kopi asli tanpa kontaminasi unsur lain juga masih banyak diminati. Seperti Americano atau black kopi juga masih di hati pecinta kopi sejati. Dikatakan oleh Afnan, barista One Refinery, setiap harinya, permintaan antara kopi kekinian dengan kopi tanpa campuran hampir berimbang.
“Kami menawarkan menu lengkap. Mulai dari arabika, robusta dan liberika. Olahannya juga beda-beda. Antara menu kopi kekinian dan kopi-kopi asli juga berimbang. Rata-rata yang paling banyak dipesan itu kopi hitam, kopi susu dengan campuran-campuran lain dan latte,’’ ujarnya.
Sementara itu, Ridho, Founder Kopi Sibuk mengaku coffee shop-nya tak terlalu mengikuti arah tren kopi kekinian. Kopi Sibuk justru memiliki idealismenya sendiri dalam menyajikan kopi. Menurut Ridho, mereka tak hanya mikirin bisnis semata. Tapi, juga bagaimana masyarakat dan pecinta kopi juga teredukasi untuk menikmati kopi asli tanpa gula, tanpa susu yang sudah nikmat alami yang berasal dari petani lokal.
‘‘Sebagai orang yang mengambil peluang dalam bisnis kopi, tentu kami senang dengan banyaknya bermunculan pecinta kopi dan coffee shop. Tapi, justru itu sekaligus menjadi tantangan agar pecinta kopi dan masyarakat Riau juga teredukasi untuk mencicipi kopi-kopi lokal tanpa gula yang nggak hanya sekadar kopi kekinian,’’ terangnya.
Ia sendiri memprediksi bahwa kebiasaan ngopi ini akan terus ada di tengah masyarakat Riau. Dengan kata lain, bukan hanya sekadar tren yang temporari. ‘‘Ngopi ini sudah jadi budaya dari masyarakat Riau. Jadi, akan tetap ada kapan pun. Karena dalam keseharian seperti duduk santai, bercengkerama dengan keluarga sampai urusan bisnis, sering kali dilakukan di kedai kopi atau sambil ngopi. Terlebih juga sekarang varian kopi juga makin banyak. Di Kopi Sibuk sendiri ada 53 varian menu yang bisa dicoba. Kalau satu hari pesan satu menu, hampir dua bulan juga kan untuk bisa mencicipi semuanya. Jadi, saya pikir ini bukan hanya sekadar tren,’’ paparnya.
Yah jadi sekarang sudah tahu kan serba-serbi soal kopi? Semoga yang ngaku-nya pecinta kopi di luar sana, sekarang sudah memiliki pemahaman lebih ya soal minuman berwarna pekat ini. Jadi, nggak hanya sekadar jadi korban tren dan ikut-ikutan saja.(das)
Laporan SITI AZURA, Pekanbaru