JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Bank Indonesia (BI) menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini menjadi sebesar 5 persen hingga 5,4 persen dari perkiraan sebelumnya yang sebesar 5,1 persen hingga 5,5 persen. BI juga memproyeksikan, pertumbuhan ekonomi akan kembali meningkat pada 2021 menjadi 5,2 persen hingga 5,6 persen.
Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan, revisi proyeksi tersebut dikarenakan tertahannya prospek pemulihan ekonomi dunia setelah meluasnya wabah virus corona. Wabah virus asal Cina itu turut mempengaruhi perekonomian tanah air khususnya di sektor pariwisata.
"(Virus corona) Mempengaruhi perekonomian Indonesia melalui jalur pariwisata, perdagangan, dan investasi," ujarnya di gedung BI, Kamis (20/2).
Perry menuturkan, dengan kondisi ini, maka perekonomian Indonesia perlu terus didorong sehingga tetap berdaya tahan. "Pada 2019, pertumbuhan ekonomi tetap baik yakni 5,02 persen, meskipun lebih rendah dibandingkan dengan capaian 2018 sebesar 5,17 persen," imbuhnya.
Pertumbuhan ekonomi tersebut, kata dia, ditopang oleh permintaan domestik yang terjaga meskipun kinerja ekspor menurun sejalan pengaruh perlambatan permintaan global dan penurunan harga komoditas. Di sisi lain, permintaan domestik tetap baik ditopang oleh meningkatnya perdagangan antardaerah seperti di wilayah Sumatera.
"Selain itu, pertumbuhan ekonomi Kalimantan dan Bali-Nusa Tenggara tetap terjaga didukung oleh perbaikan ekspor komoditas primer," tambahnya.
Ekonomi Global
Selain itu, BI juga menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global dari 3,1 persen menjadi 3 persen. Meski begitu, pertumbuhan ekonomi tahun depan diproyeksikan meningkat menjadi 3,4 persen dari perkiraan semula 3,2 persen.
Perry menjelaskan, ketidakpastian global sempat menurun karena kesepakatan tahap pertama dalam perundingan dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Cina. Akan tetapi, hal tersebut tertahan setelah munculnya wabah virus corona.
Menurutnya, terdapat sejumlah indikator dini ekonomi global seperti keyakinan pelaku ekonomi, purchasing manager index (PMI) dan pesanan ekspor yang menunjukkan perbaikan pada Desember 2019 hingga Januari 2020. "Optimisme berubah setelah terjadinya Covid-19 yang diprakirakan akan menekan perekonomian Cina dan menghambat keberlanjutan pemulihan ekonomi global, setidaknya pada triwulan I-2020," ucapnya.
Perry menuturkan, hal tersebut berdampak pada pasar keuangan global sehingga mendorong penyesuaian aliran dana global dari negara berkembang kepada aset keuangan dan komoditas yang dianggap aman. Di sisi lain, kondisi tersebut memberikan tekanan kepada mata uang negara berkembang.(jpg)
Laporan JPG, Jakarta