Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Makna dari Sawit Berkelanjutan

Kelapa sawit kini telah menjadi primadona minyak nabati dunia. Selain pruduktivitasnya sangat tinggi dibanding tanaman minyak nabati lainnya (bunga matahari, kedelai, dan kacang tanah), minyak sawit juga memiliki karakteristik yang khas sehingga serbaguna.

Maka tidak heran setengah dari produk yang dijual di supermarket diyakini mengandung minyak sawit. Minyak sawit bisa ditemukan dalam makanan ringan, kosmetik, pembersih rumah tangga, bahkan hingga  produk perawatan tubuh.

Namun penggunaan minyak sawit telah mendapatkan kritik selama beberapa dekade terakhir. Seperti diberitakan asianagri.com,  karena menilai proses pertanian kelapa sawit menjadi salah satu faktor terjadinya kebakaran dan penggundulan hutan. Juga penyebab hilangnya habitat dan spesies yang terancam punah, masalah asap, perubahan iklim, perambahan dan pengambilalihan lahan milik masyarakat adat.

Para kritikus tersebut telah mendorong konsumen dan organisasi dunia untuk memboikot produk yang mengandung minyak sawit. Bahkan, di awal 2018, Parlemen Eropa mengeluarkan larangan untuk menggunakan minyak sawit di semua biofuel Eropa pada tahun 2020.

Baca Juga:  Perdagangan Bursa Pendek, Investor Berhati-Hati

Lalu bagaimana bisa mencari solusi terbaik, agar tetap bisa menggunakan minyak sawit, tanpa ada rasa bersalah? Menjawab tantangan tersebut, maka stakeholder kelapa sawit memberi solusi dengan tajuk minyak sawit berkelanjutan.

Definisi minyak sawit berkelanjutan yang paling mudah diterima berasal dari Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO). RSPO adalah badan sertifikasi nirlaba yang menyatukan para pemangku kepentingan dari semua sektor industri kelapa sawit (produsen, pengolah dan pedagang minyak sawit, pengecer dan organisasi lingkungan) untuk mengembangkan, memproduksi, dan menggunakan minyak sawit, dengan meminimalisir terjadinya dampak negatif pada lingkungan dan masyarakat.

Menurut RSPO sawit berkelanjutan harus berpedoman pada People, Planet, dan Profit yang tercantum dalam prinsip dan kriteria. Kini diperbaharui menjadi Prosperity, People dan Planet. Keberadaan RSPO merupakan bentuk respon, integrasi, dan strategi politik adaptif industri yang langsung menjawab permasalahan global. Dalam tiga tahun pertama peluncuran RSPO, lebih dari 13 persen produk kelapa sawit dunia telah tersertifikasi.

Baca Juga:  Transformasi Digitalisasi, Solusi UMKM di Tengah Pademi

Pada Maret 2011 Pemerintah Indonesia meluncurkan prinsip untuk sawit berkelanjutan dengan sebutan Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO). Dukungan untuk petani kecil melalui ISPO dianggap akan meningkatkan produktivitas, memperbaiki legalitas, dan mengurangi deforestasi.

Seperti diberitakan Antaranews.com, sebanyak enam kelompok tani Indonesia telah menerima sertifikat perkebunan sawit RSPO. Penyerahan dilakukan pada Konferensi Tahunan RSPO Ke-16 di Kinabalu, Sabah, Malaysia, Oktober 2018.

Satu di antaranya adalah Asosiasi Petani Sawit Swadaya Amanah dari Pelalawan, Riau. Amanah memperoleh sertifikasi penghargaan dari RSPO karena berhasil mempertahankan prinsip dan kriteria perkebunan sawit berkelanjutan untuk kedua kalinya.

Asosiasi Petani Sawit Swadaya Amanah menjadi kelompok tani swadaya pertama dari Indonesia yang memperoleh sertifikasi RSPO pada Juli 2013. Sebelumnya, asosiasi beranggotakan 349 orang, kini telah bertambah menjadi 510 orang dengan lahan tersertifikasi 1.048 hektare. Kelompok tani ini menjadi pemasok tandan buah segar (TBS) dengan volume 23.000 metrik ton.(int/zed)

Kelapa sawit kini telah menjadi primadona minyak nabati dunia. Selain pruduktivitasnya sangat tinggi dibanding tanaman minyak nabati lainnya (bunga matahari, kedelai, dan kacang tanah), minyak sawit juga memiliki karakteristik yang khas sehingga serbaguna.

Maka tidak heran setengah dari produk yang dijual di supermarket diyakini mengandung minyak sawit. Minyak sawit bisa ditemukan dalam makanan ringan, kosmetik, pembersih rumah tangga, bahkan hingga  produk perawatan tubuh.

- Advertisement -

Namun penggunaan minyak sawit telah mendapatkan kritik selama beberapa dekade terakhir. Seperti diberitakan asianagri.com,  karena menilai proses pertanian kelapa sawit menjadi salah satu faktor terjadinya kebakaran dan penggundulan hutan. Juga penyebab hilangnya habitat dan spesies yang terancam punah, masalah asap, perubahan iklim, perambahan dan pengambilalihan lahan milik masyarakat adat.

Para kritikus tersebut telah mendorong konsumen dan organisasi dunia untuk memboikot produk yang mengandung minyak sawit. Bahkan, di awal 2018, Parlemen Eropa mengeluarkan larangan untuk menggunakan minyak sawit di semua biofuel Eropa pada tahun 2020.

- Advertisement -
Baca Juga:  Perdagangan Bursa Pendek, Investor Berhati-Hati

Lalu bagaimana bisa mencari solusi terbaik, agar tetap bisa menggunakan minyak sawit, tanpa ada rasa bersalah? Menjawab tantangan tersebut, maka stakeholder kelapa sawit memberi solusi dengan tajuk minyak sawit berkelanjutan.

Definisi minyak sawit berkelanjutan yang paling mudah diterima berasal dari Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO). RSPO adalah badan sertifikasi nirlaba yang menyatukan para pemangku kepentingan dari semua sektor industri kelapa sawit (produsen, pengolah dan pedagang minyak sawit, pengecer dan organisasi lingkungan) untuk mengembangkan, memproduksi, dan menggunakan minyak sawit, dengan meminimalisir terjadinya dampak negatif pada lingkungan dan masyarakat.

Menurut RSPO sawit berkelanjutan harus berpedoman pada People, Planet, dan Profit yang tercantum dalam prinsip dan kriteria. Kini diperbaharui menjadi Prosperity, People dan Planet. Keberadaan RSPO merupakan bentuk respon, integrasi, dan strategi politik adaptif industri yang langsung menjawab permasalahan global. Dalam tiga tahun pertama peluncuran RSPO, lebih dari 13 persen produk kelapa sawit dunia telah tersertifikasi.

Baca Juga:  IJN Mudahkan Pelayanan Pasien Jantung

Pada Maret 2011 Pemerintah Indonesia meluncurkan prinsip untuk sawit berkelanjutan dengan sebutan Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO). Dukungan untuk petani kecil melalui ISPO dianggap akan meningkatkan produktivitas, memperbaiki legalitas, dan mengurangi deforestasi.

Seperti diberitakan Antaranews.com, sebanyak enam kelompok tani Indonesia telah menerima sertifikat perkebunan sawit RSPO. Penyerahan dilakukan pada Konferensi Tahunan RSPO Ke-16 di Kinabalu, Sabah, Malaysia, Oktober 2018.

Satu di antaranya adalah Asosiasi Petani Sawit Swadaya Amanah dari Pelalawan, Riau. Amanah memperoleh sertifikasi penghargaan dari RSPO karena berhasil mempertahankan prinsip dan kriteria perkebunan sawit berkelanjutan untuk kedua kalinya.

Asosiasi Petani Sawit Swadaya Amanah menjadi kelompok tani swadaya pertama dari Indonesia yang memperoleh sertifikasi RSPO pada Juli 2013. Sebelumnya, asosiasi beranggotakan 349 orang, kini telah bertambah menjadi 510 orang dengan lahan tersertifikasi 1.048 hektare. Kelompok tani ini menjadi pemasok tandan buah segar (TBS) dengan volume 23.000 metrik ton.(int/zed)

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari