Di Negeri Jiran, Malaysia, persoalan biaya berobat tak lagi menjadi kasus yang rumit. Meski tidak ada BPJS, Malaysia bisa mengubah pelayanan kesehatan menjadi mesin pencetak uang bagi negara. Bahkan nilai jual “wisata kesehatan” menjadi atensi utama bagi Kementerian Keuangan setempat.
Laporan AFIAT ANANDA, Kualalumpur
VITHYA Mahendra sudah berdiri di pintu garbarata (jembatan penghubung antara bandara dan pesawat) di Kuala Lumpur Internasional Airport (KLIA) 2, Rabu (30/10). Berparas manis, rambut lurus hitam panjang, Vithya membawa sebuah papan tanda di tangannya.
"Selamat datang peserta Malaysia Healthcare Travel Council (MHTC) 2019". Begitu isi tulisan papan tanda yang dibawa Vithya. Rombongan jurnalis dari Indonesia yang baru saja mendarat dapat dengan mudah menemukannya.
"Ikuti saye," ujar Vithya sambil menunjukan arah jalan. Ia kemudian menuntut Riau Pos beserta beberapa jurnalis lainnya ke lounge Malaysia Healthcare Travel Council (MHTC). Lokasinya tak jauh dari pintu kedatangan. Mmasih berada di dalam areal bandara. Di situ sudah ada belasan jurnalis dari beberapa daerah Indonesia. Ada yang dari Batam, Jawa Timur, Jakarta, Palembang dan Jawa Barat. Lebih spesifik, seluruh jurnalis dari kota besar di Indonesia wilayah barat ada di sana. Vithya meminta rombongan beristirahat sejenak. Sambil menunggu bus penjemputan datang, disodorkannya nasi kotak dengan sebotol air mineral.
"Sile dimakan," ucapnya dengan senyum khas. Sembari menyantap makanan, dia menerangkan lounge MHTC biasanya digunakan pasien luar Malaysia yang datang berobat. Alurnya sama seperti saat dia menyambut para jurnalis tadi. Ketika pasien sudah membuat janji untuk datang, maka akan ada petugas dari MHTC menjemput. Bila kendaraan menuju rumah sakit atau penginapan sudah ada, bisa langsung melanjutkan perjalanan. Jika belum, maka pasien beserta kerabat yang mendampingi bisa menunggu di lounge tadi. Biaya khusus pelayanan tersebut gratis.
Setelah santap siang, rombongan jurnalis peserta peresmian MHTC 2019 diminta naik ke atas bus. Selanjutnya dibawa ke Hotel Istana yang terletak di jantung kota Kuala Lumpur. Dari KLIA 2, jaraknya cukup jauh. Ada sekitar 2 jam perjalanan darat. Di sana sudah menunggu CEO MHTC Sherene Azli dan Chief Commercial Officer MHTC Nik Yazmin. Tanpa basa-basi, Sherene langsung menyambut dengan ramah. Senyumnya tampak lebar. Seluruh peserta disalaminya satu persatu.
"Selamat datang. Bagaimana perjalanan Anda," sapa Sherene.
Sebagai pengenalan, dia memaparkan MHTC merupakan sebuah badan yang dibentuk pemerintah Malaysia di bawah Kementerian Keuangan. Didirikan pada 2009 lalu, MHTC berupaya memfasilitasi dan mengembangkan layanan kesehatan menjadi industri pariwisata kesehatan. Mengusung brand “Malaysia Healthcare”, MHTC menargetkan Negeri Jiran sebagai tujuan utama pariwisata kesehatan dunia. Setakad ini, sudah 73 rumah sakit di Malaysia yang bekerja sama dengan MHTC. Program kerjanya diselaraskan dengan beberapa kementerian terkait. Utamanya Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pariwisata.
"Ada dua hal yang menjadi fokus. Yakni pelayanan pengobatan dan pariwisata," terang Sherene.
Dirinya memastikan, biaya berobat di Malaysia dengan kualitas pelayanan terbaik jauh lebih murah dari beberapa negara tetangga. Sebut saja Thailand, Kamboja dan Singapura yang disebut 3 kali lebih mahal. Ia juga memastikan seluruh peralatan, tenaga medis dan fasilitas yang disediakan rumah sakit sudah memenuhi standar pengobatan internasional.
"Lantas mengapa murah?" celetuk salah seorang jurnalis yang penasaran.
Kata dia, seluruh rumah sakit yang ada di Malaysia diatur regulasinya sedemikian rupa. Bahkan mekanisme perawatan juga diatur secara ketat oleh Kementerian Kesehatan Malaysia melalui Private Healthcare and Facilities Service Act sejak 1998. Yang mengedepankan keselamatan pasien serta biaya perawatan terjangkau. Sebegitu ketat aturan tersebut. Sehingga rumah sakit swasta ataupun milik pemerintah harus ikut aturan. Karena aturan itu juga banyak dokter di Malaysia yang bekerja hanya di satu rumah sakit saja. Sehingga lebih maksimal dalam melayani pasien yang berobat.
Soal kisaran biaya berobat, ia mencontohkan untuk sebuah health screening. Mulai dari Rp1,2juta sampai dengan Rp5juta. Bahkan ada juga paket yang sudah termasuk biaya tiket pesawat, penginapan serta pengobatan. Baru-baru ini pihaknya juga menjalin kerja sama dengan aplikasi penyedia jasa perjalanan traveloka. Di mana akan ada diskon 25 persen untuk setiap hotel yang berdekatan dengan rumah sakit, jika dipesan melalui apliaksi tersebut.
Masih dijelaskan Sherene, MHTC melayani seluruh pasien yang ingin berobat dari berbagai negara. Khusus untuk Indonesia, MHTC memberikan jasa koordinasi serta konsultasi gratis jika ingin melakukan pengobatan di Malaysia. Caranya, calon pasien bisa menghubungi perwakilan MHTC di Jakarta melalui aplikasi WhatsApp di nomor +62 812 89710029. Setelah itu bisa langsung menyampaikan keluhan dan rencana pegobatan. Dari hasil konsultasi itu, pihak MHTC akan memberikan masukan serta rekomendasi.
"Nanti akan diberikan rekomendasi rumah sakit mana yang bagus untuk penyakit yang mau diobati. Termasuk juga lokasi penginapan atau hotel di sekitar rumah sakit, estimasi biaya yang harus dikeluarkan. Jika setuju, calon pasien bisa langsung mendaftar," imbuhnya.
Setibanya di Malaysia, pihak MTHC akan melakukan penjemputan mulai dari bandara. Hingga memberikan tuntunan selama berada di sana. Pelayanan seperti itulah yang dikembangkan pihaknya. Sehingga banyak pengunjung yang datang tidak hanya sekadar berobat, tapi juga berwisata. Dari hasil kunjungan pasien tersebut, akhirnya mendatangkan pemasukan tersendiri bagi Malaysia.
Sherene melanjutkan, reputasi Malaysia sebagai destinasi perjalanan kesehatan dibangun atas kegigihan dalam menyediakan perawatan kesehatan berkualitas kelas dunia. Dengan keunggulan mudah diakses dan terjangkau secara kompetitif, serta dihadirkan secara hangat, ramah dan bersahabat. Berkat reputasi yang kuat tersebut, lanjut Sherene, Malaysia berhasil menarik lebih dari 1,2 juta wisatawan kesehatan untuk berobat pada tahun 2018.
"Sebuah angka yang terus bertumbuh hingga saat ini," tuturnya.
Industri perjalanan kesehatan Malaysia tercatat tumbuh setiap tahunnya dengan laju pertumbuhan majemuk tahunan sebanyak 17%. Dengan total pendapatan rumah sakit mencapai RM1,5 miliar atau sekitar Rp5,5 triliun (kurs ringgit Rp3.371) pada 2018.
Sejak difokuskan, Malaysia Healthcare telah berkontribusi sebesar RM 6,4 miliar atau Rp21,6 triliun terhadap ekonomi nasional Malaysia. Dengan mengusung MyHT2020, Malaysia Healthcare menargetkan untuk berkontribusi sebesar RM 8 – 10 miliar terhadap ekonomi nasional Malaysia pada tahun 2020.