Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Rantai Pasokan 8 Juta CPO Akan Terganggu, Kenapa?

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) menyebut rantai pasok 8,006 juta ton minyak sawit mentah (CPO) bisa terganggu apabila proses penyelesaian perkebunan sawit di dalam kawasan hutan masih memberatkan petani.

"Kalau kita lihat dari luas yang ada, 2,78 juta hektare diklaim perkebunan kelapa sawit di dalam kawasan hutan. Kalau dikalikan dengan produksi rata-rata dari petani kebun kelapa sawit itu, berarti berpotensi mengganggu rantai pasok 8,006 juta ton CPO per tahun," kata Ketua Umum Apkasindo Gulat ME Manurung dalam konferensi pers secara daring yang dipantau di Jakarta, Senin (1/3/2021).

Bahkan, menurut Gulat, jumlah tersebut bisa lebih besar lagi karena berdasarkan data hitungannya untuk wilayah Riau saja terdapat 1,6 juta hektare perkebunan kelapa sawit di kawasan hutan.

Menurut Gulat, potensi terganggunya rantai pasok CPO tersebut dikarenakan peraturan yang belum mendetil dalam proses penyelesaian perkebunan sawit dalam kawasan hutan. Dia mengatakan perlu adanya peraturan yang lebih teknis pada level kementerian-lembaga sebagai turunan dari peraturan pemerintah yang mengatur hal itu.

Baca Juga:  Ini Deretan Mobil Bekas SUV Harga Rp50 Jutaan, Dari Escudo hingga Feroza

Pada Februari lalu pemerintah menerbitkan regulasi turunan UU Cipta Kerja di bidang kehutanan yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan, dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2021 Tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berasal Dari Denda Administratif Di Bidang Kehutanan.

Gulat mengatakan formulasi nilai pengenaan denda administratif bagi petani kelapa sawit yang berada di dalam kawasan hutan seperti yang tertuang dalam PP Nomor 24 Tahun 2021 tersebut tidak akan mampu dibayar oleh petani.

Dia menilai kondisi budi daya sawit dan sarana jalan atau infrastruktur petani masih jauh dari ideal. Dia menilai perlu kehati-hatian dalam menentukan tarif pendapatan petani yang akan berpengaruh pada pengenaan denda administratif.

Baca Juga:  Selamatkan Habitat Penyu, PLN Kembangkan Ekowisata

Apkasindo mengusulkan pengenaan denda administratif khusus untuk petani sawit sebaiknya menggunakan perhitungan flat. Pihaknya mengusulkan nilai denda sebesar Rp1 juta per hektare lahan tanpa ada faktor pengali lainnya.

Menurut Gulat, apabila sistem pengenaan denda administratif yang diatur dalam PP Nomor 24 Tahun 2021 tetap diterapkan maka akan banyak petani yang tidak mampu membayarnya.

"Jika tetap dipaksakan menggunakan rumus, maka dapat dipastikan tidak lebih dari 10 persen petani dalam kawasan hutan yang mampu membayar denda tersebut," kata dia.

Sumber: JPNN/Antara/News/JPG
Editor: Hary B Koriun
 

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) menyebut rantai pasok 8,006 juta ton minyak sawit mentah (CPO) bisa terganggu apabila proses penyelesaian perkebunan sawit di dalam kawasan hutan masih memberatkan petani.

"Kalau kita lihat dari luas yang ada, 2,78 juta hektare diklaim perkebunan kelapa sawit di dalam kawasan hutan. Kalau dikalikan dengan produksi rata-rata dari petani kebun kelapa sawit itu, berarti berpotensi mengganggu rantai pasok 8,006 juta ton CPO per tahun," kata Ketua Umum Apkasindo Gulat ME Manurung dalam konferensi pers secara daring yang dipantau di Jakarta, Senin (1/3/2021).

- Advertisement -

Bahkan, menurut Gulat, jumlah tersebut bisa lebih besar lagi karena berdasarkan data hitungannya untuk wilayah Riau saja terdapat 1,6 juta hektare perkebunan kelapa sawit di kawasan hutan.

Menurut Gulat, potensi terganggunya rantai pasok CPO tersebut dikarenakan peraturan yang belum mendetil dalam proses penyelesaian perkebunan sawit dalam kawasan hutan. Dia mengatakan perlu adanya peraturan yang lebih teknis pada level kementerian-lembaga sebagai turunan dari peraturan pemerintah yang mengatur hal itu.

- Advertisement -
Baca Juga:  Optimis Riau Masih Tumbuh Positif

Pada Februari lalu pemerintah menerbitkan regulasi turunan UU Cipta Kerja di bidang kehutanan yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan, dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2021 Tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berasal Dari Denda Administratif Di Bidang Kehutanan.

Gulat mengatakan formulasi nilai pengenaan denda administratif bagi petani kelapa sawit yang berada di dalam kawasan hutan seperti yang tertuang dalam PP Nomor 24 Tahun 2021 tersebut tidak akan mampu dibayar oleh petani.

Dia menilai kondisi budi daya sawit dan sarana jalan atau infrastruktur petani masih jauh dari ideal. Dia menilai perlu kehati-hatian dalam menentukan tarif pendapatan petani yang akan berpengaruh pada pengenaan denda administratif.

Baca Juga:  Dihantam Corona, Rupiah pun Tumbang, Tembus Level Rp15.173 per Dollar AS

Apkasindo mengusulkan pengenaan denda administratif khusus untuk petani sawit sebaiknya menggunakan perhitungan flat. Pihaknya mengusulkan nilai denda sebesar Rp1 juta per hektare lahan tanpa ada faktor pengali lainnya.

Menurut Gulat, apabila sistem pengenaan denda administratif yang diatur dalam PP Nomor 24 Tahun 2021 tetap diterapkan maka akan banyak petani yang tidak mampu membayarnya.

"Jika tetap dipaksakan menggunakan rumus, maka dapat dipastikan tidak lebih dari 10 persen petani dalam kawasan hutan yang mampu membayar denda tersebut," kata dia.

Sumber: JPNN/Antara/News/JPG
Editor: Hary B Koriun
 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari