JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Angka korban jiwa akibat kerusuhan di Wamena, Papua semakin bertambah. Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian telah mengatakan, saat ini tercatat 26 masyarakat sipil dipastikan tewas. Mayoritasnya merupakan masyarakat pendatang.
“Yang di Wamena 26 (meninggal dunia). 22 orang adalah masyarakat pendatang,” ujar Tito dalam konferensi pers di kantor Kemenko Polhukam Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa (24/9).
Tito menjelaskan, masyarakat pendatang yang menjadi korban kerusuhan ini, bekerja di Papua sebagai tukang ojek, pekerja ruko, karyawan retoran dan lain sebagainya. Mereka tewas dengan luka bacok, tertembus panah dan kekerasan lainnya.
Selain masyarakat pendatang, 4 warga lokal juga turut menjadi korban. Namun, untuk penyebab kematiannya masih didalami oleh petugas. Jenazah sudah dibawa ke rumah sakit untuk diotopsi. “4 (orang) tadi, masyarakat Papua asli. Kita belum tahu, ini sedang di investigasi. Apakah karena tindakan tegas petugas, kena panah temannya, atau kena perlawanan yang mau dibunuh, yang mau diserang,” terang Tito.
Dalam kerusuhan ini, polisi mencatat ada 66 orang mengalami luka-luka. Mereka sudah dibawa ke rumah Wamena untuk mendapat perawatan. Namun, ada beberapa yang harus dirujuk ke rumah sakit Bhayangkara, Papua guna mendapat penanganan medis lebih lanjut.
Untuk memudahkan korban di rujuk, TNI sudah menyiapkan pesawat menuju Jayapura. Sementara itu, terkait kerugian materil diantaranya menimpa kantor Bupati Wamena, Kejaksaan, Puskesmas, dan beberapa kantor pemerintah lainnya. Kemudian ada sekolah, 50 mobil dan 50 motor rusak.
Untuk menjamin keamanan warga di Wamena, terutama warga pendatang, Tito telah menambah jumlah pasukan keamanan. Namun, dia tidak menyebutkan pasti angka penambahannya. “Masih banyak pendatang yang mengungsi di kantor kodim, kantor polres, di kantor aparat-aparat keamanan yang ada di sana. Sehingga kita berusaha menjamin dulu keaman dengan memperkuat, mempertebal jumlah personel,” pungkas Tito.
Sebelumnya, kerusuhan kembali pecah di Kota Wamena, Papua. Aksi unjuk rasa kelompok siswa berujung anarkis, Senin (23/9). Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan, saat ini aparat sudah turun ke lokasi guna menetralisir keadaan.
“Peristiwa di Wamena kejadian pagi tadi sudah ditangani aparat polri dan TNI. Dalam rangka untuk meredam masa kemudian memitigasi agar kerusuhan tersebut tidak meluas,” ujar Dedi di kantor Divisi Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (23/9).
Sementara itu, Tito menjelaskan, isu yang beredar di kalangan siswa bahwa ada seorang guru yang menyebut anak didiknya dengan sebutan kera (monyet). Namun, setelah didalami, guru tersebut sebetulnya mengucapkan kata keras. “Di hari yang sama (dengan kerusuhan di Expo Waena), pagi harinya di SMA PGRI ada isu bahwa ada seorang guru yang sedang mengajar menyampaikan pada muridnya bahwa kalau bicara keras,” kata Tito dalam jumpa pers di Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (24/9).
“Terdengar, oleh murid ini kera. Sehingga dikatakan ke temannya bahwa dikatakan monyet. Padahal yang dikatakan ‘jangan bicara keras’. Hanya saja mungkin tonenya, dan (huruf) S nya terdengar lemah,” tambahnya.
Isu tersebut kemudian tersebar dengan cepat. Narasi yang dibangun yakni seorang guru bersikap rasis kepada anak didiknya. Kejadian ini kemudian berujung pada aksi demonstrasi para siswa di depan kantor Bupati Wamena.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal