Rabu, 27 November 2024
spot_img

Beli BBM Bersubsidi Bakal Pakai Aplikasi

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Wacana pembatasan pembelian bahan bakar minyak (BBM) terus dimatangkan. Pjs Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga Subholding Commercial & Trading Pertamina Irto Ginting menuturkan, hingga kini regulasi yang mengatur kebijakan pembatasan pembelian itu masih melalui proses.

"Saat ini masih dalam proses finalisasi revisi Perpres 191/2014 oleh pemerintah. Kami sebagai operator akan menyesuaikan dengan apa yang diputuskan pemerintah," ujarnya kepada Jawa Pos (JPG), Kamis (9/6).

Seperti diketahui, alasan pembatasan itu disebabkan karena penyaluran BBM bersubsidi belum tepat sasaran dan dinikmati oleh kalangan yang tidak semestinya. Ketika ditanya mengenai jenis BBM apa saja yang dibatasi pembeliannya dan jenis kendaraannya, Irto belum bisa merincinya. "Revisi Perpres 191/2014 ini nanti akan menjelaskan kriteria siapa yang berhak atas BBM Bersubsidi," ujarnya.

Kriteria maupun petunjuk teknis pembelian BBM bersubsidi akan diatur di revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak. Nantinya, pembelian BBM bersubsidi akan dilakukan dengan aplikasi MyPertamina. Dengan begitu diharapkan pembelinya bisa tepat sasaran.

Irto melanjutkan, ke depan juga akan ada sosialisasi kepada masyarakat terkait teknis penggunaan aplikasi tersebut. Apalagi tidak semua masyarakat memiliki smartphone yang digunakan untuk mengakses aplikasi itu. "Kami sedang mempersiapkan infrastrukturnya. Tentu akan disosialisasikan terlebih dahulu bila sudah ditetapkan penggunaan aplikasinya," katanya.

Baca Juga:  Skenario Kemenkes terkait Pemulangan 238 WNI dari Natuna

Sebelumnya, Kepala Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas Erika Retnowati menuturkan, revisi Perpres 191/2014 akan secara detail mengatur berbagai mekanisme. Namun, ia menegaskan masyarakat ekonomi kelas atas yang menggunakan mobil mewah dipastikan tidak akan menerima BBM subsidi.

"Antara lain seperti itu (mobil mewah). Jelas kan pasti mobil mewah orangnya mampu. Itu kan tidak layak mendapatkan subsidi. Jenisnya nanti kita tentukan," ujarnya pada rapat dengar pendapat, Rabu (8/6).

Selain itu, per 31 Mei 2022, angka konsumsi BBM penugasan jenis Pertalite sudah lebih dari 50 persen dari kuota yang ditetapkan pada APBN. Pertalite telah tersalurkan sebanyak 11,69 juta kiloliter atau 50,74 persen dari kuota 23,04 juta kiloliter.

Sementara untuk realisasi penyaluran solar telah mencapai 6,76 juta kiloliter atau 44,77 persen dari kuota 15,10 juta kiloliter. Adapun minyak tanah telah tersalurkan 0,20 juta kiloliter atau 41,67 persen dari kuota 0,48 juta kiloliter.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Jawa Timur (Jatim) Sundoro mengatakan, pihaknya sadar bahwa pemerintah masih mempertimbangkan salah satu di antara dua opsi. Yakni, kenaikan harga BBM solar dan pembatasan kuota solar.

Baca Juga:  Cemburu Buta, Kakek Pukul Wajah Kekasih dengan Martil

"Dari sikap pemerintah selama ini, pemerintah sepertinya lebih memilih ke opsi pembatasan solar. Karena konsekuensi menaikkan BBM untuk mesin diesel memang luar biasa," ungkapnya.

Menurut perhitungannya, ongkos angkut naik sekitar 50 persen dari kenaikan solar. Sehingga, jika solar naik 10 persen. Maka, ongkos angkut bakal naik 5 persen. Efek tersebut jelas bakal bertubi-tubi karena mata rantai distribusi Indonesia. Pada akhirnya, harga semua produk di Indonesia bakal naik.

Sundoro paham bahwa subsidi BBM sudah benar-benar membebani APBN. Namun, inflasi yang berlebihan juga pasti bakal melukai ekonomi. "Kami paham kalau memang pada akhirnya ada pembatasan. Yang penting, jangan sampai kuota kami dikurangi," paparnya.

Saat ini, setiap unit truk angkutan barang mendapatkan jatah 200 liter per 24 jam. Kuota tersebut diakui sudah cukup untuk operasional. Namun, jika kuota tersebut diturunkan, maka dampaknya bisa menjadi lebih parah. Karena, alur logistik bakal menjadi lebih lambat.

"Kalau dari pihak pengusaha truk sendiri, kami justru lebih setuju kalau harga BBM dinaikkan daripada kami kekurangan. Tapi, kami juga paham dengan pemikiran pemerintah," jelasnya.(dee/bil/das)

Laporan JPG, Jakarta

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Wacana pembatasan pembelian bahan bakar minyak (BBM) terus dimatangkan. Pjs Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga Subholding Commercial & Trading Pertamina Irto Ginting menuturkan, hingga kini regulasi yang mengatur kebijakan pembatasan pembelian itu masih melalui proses.

"Saat ini masih dalam proses finalisasi revisi Perpres 191/2014 oleh pemerintah. Kami sebagai operator akan menyesuaikan dengan apa yang diputuskan pemerintah," ujarnya kepada Jawa Pos (JPG), Kamis (9/6).

- Advertisement -

Seperti diketahui, alasan pembatasan itu disebabkan karena penyaluran BBM bersubsidi belum tepat sasaran dan dinikmati oleh kalangan yang tidak semestinya. Ketika ditanya mengenai jenis BBM apa saja yang dibatasi pembeliannya dan jenis kendaraannya, Irto belum bisa merincinya. "Revisi Perpres 191/2014 ini nanti akan menjelaskan kriteria siapa yang berhak atas BBM Bersubsidi," ujarnya.

Kriteria maupun petunjuk teknis pembelian BBM bersubsidi akan diatur di revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak. Nantinya, pembelian BBM bersubsidi akan dilakukan dengan aplikasi MyPertamina. Dengan begitu diharapkan pembelinya bisa tepat sasaran.

- Advertisement -

Irto melanjutkan, ke depan juga akan ada sosialisasi kepada masyarakat terkait teknis penggunaan aplikasi tersebut. Apalagi tidak semua masyarakat memiliki smartphone yang digunakan untuk mengakses aplikasi itu. "Kami sedang mempersiapkan infrastrukturnya. Tentu akan disosialisasikan terlebih dahulu bila sudah ditetapkan penggunaan aplikasinya," katanya.

Baca Juga:  Polres Rohil Ikuti Virtual Upacara Peringatan Hari Sumpah Pemuda

Sebelumnya, Kepala Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas Erika Retnowati menuturkan, revisi Perpres 191/2014 akan secara detail mengatur berbagai mekanisme. Namun, ia menegaskan masyarakat ekonomi kelas atas yang menggunakan mobil mewah dipastikan tidak akan menerima BBM subsidi.

"Antara lain seperti itu (mobil mewah). Jelas kan pasti mobil mewah orangnya mampu. Itu kan tidak layak mendapatkan subsidi. Jenisnya nanti kita tentukan," ujarnya pada rapat dengar pendapat, Rabu (8/6).

Selain itu, per 31 Mei 2022, angka konsumsi BBM penugasan jenis Pertalite sudah lebih dari 50 persen dari kuota yang ditetapkan pada APBN. Pertalite telah tersalurkan sebanyak 11,69 juta kiloliter atau 50,74 persen dari kuota 23,04 juta kiloliter.

Sementara untuk realisasi penyaluran solar telah mencapai 6,76 juta kiloliter atau 44,77 persen dari kuota 15,10 juta kiloliter. Adapun minyak tanah telah tersalurkan 0,20 juta kiloliter atau 41,67 persen dari kuota 0,48 juta kiloliter.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Jawa Timur (Jatim) Sundoro mengatakan, pihaknya sadar bahwa pemerintah masih mempertimbangkan salah satu di antara dua opsi. Yakni, kenaikan harga BBM solar dan pembatasan kuota solar.

Baca Juga:  Mulai Hari Ini, Iuran BPJS Kesehatan Kembali Berubah

"Dari sikap pemerintah selama ini, pemerintah sepertinya lebih memilih ke opsi pembatasan solar. Karena konsekuensi menaikkan BBM untuk mesin diesel memang luar biasa," ungkapnya.

Menurut perhitungannya, ongkos angkut naik sekitar 50 persen dari kenaikan solar. Sehingga, jika solar naik 10 persen. Maka, ongkos angkut bakal naik 5 persen. Efek tersebut jelas bakal bertubi-tubi karena mata rantai distribusi Indonesia. Pada akhirnya, harga semua produk di Indonesia bakal naik.

Sundoro paham bahwa subsidi BBM sudah benar-benar membebani APBN. Namun, inflasi yang berlebihan juga pasti bakal melukai ekonomi. "Kami paham kalau memang pada akhirnya ada pembatasan. Yang penting, jangan sampai kuota kami dikurangi," paparnya.

Saat ini, setiap unit truk angkutan barang mendapatkan jatah 200 liter per 24 jam. Kuota tersebut diakui sudah cukup untuk operasional. Namun, jika kuota tersebut diturunkan, maka dampaknya bisa menjadi lebih parah. Karena, alur logistik bakal menjadi lebih lambat.

"Kalau dari pihak pengusaha truk sendiri, kami justru lebih setuju kalau harga BBM dinaikkan daripada kami kekurangan. Tapi, kami juga paham dengan pemikiran pemerintah," jelasnya.(dee/bil/das)

Laporan JPG, Jakarta

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari