Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Smart Farmer dan Sentra Nanas Terbaik 

(RIAUPOS.CO) — Ketua Kelompok Tani Harapan Baru Kampung Lalang, Doni mengaku sangat konsen mengembangkan pertanian tanpa bakar ini.

Alat dari mahasiswa Universitas Gajah Mada (UGM) itu dipasang di kebun yang akan ditanami palawija. Selanjutnya lewat aplikasi, alat itu dihubungkan ke ponsel android. Dengan informasi yang diberikan, sangat mempermudah petani harus berbuat apa untuk kebunnya.

‘’Kami juga membuat pelatihan untuk membuat pupuk kompos dari bahan buah-buahan dan sayur-sayuran. Hal ini perlu untuk membuat tanah lebih subur tanpa harus membeli pupuk kimia,’’ ujarnya.

Ditanya apakah sama hasil panen di lahan tanpa bakar dengan lahan yang dibakar? Menurut Doni, sampai sejauh ini lahan yang dibakar memang lebih subur, namun pihaknya akan terus melakukan uji coba sampai lahan tanpa bakar itu benar benar subur dan dapat dimanfaatkan warga.

“Kami ingin warga beralih ke lahan tanpa bakar, meski biaya yang harus dikeluarkan sedikit lebih mahal, namun lebih aman karena tidak menciptakan kebakaran lahan,” ungkap alumni Universitas Islam Riau (UIR) ini.

Selain menanam palawija, pihaknya juga melakukan penanaman kayu alam, seperti pulai, punak, geronggang dan meranti. Ini nantinya untuk diwariskan ke anak cucu.

“Sama dengan kampung lainnya, di sini kami juga memiliki sekat kanal, sumur bor selain untuk pengairan karena lahan gambut memerlukan itu, sekaligus sebagai bentuk antisipasi kalau kalau terjadi karhutla, mempermudah pihaknya mendapatkan air,” ungkap Doni yang sehari hari sebagai penyuluh dan berkebun nanas.

Baca Juga:  Komit Perjuangkan Hak Kesehatan dan Pendidikan

Ternyata lahan tanpa bakar di Kampung Lalang tempat Doni tinggal sudah memiliki peraturan desa pengendalian karhutla tentang lahan tanpa bakar.

Sekdes atau Kerani Kampung Lalang Safrizal mengatakan, Perdes itu dibuat untuk kepentingan warga dan konsepnya dari Yayasan Mitra Insani (YMI). “Dengan datangnya YMI, kami di sini, selain ekonomi berdampak lebih baik. Pencegahan karhutla dengan sosialisasi tanpa bakar hampir 50 persen berhasil,” ungkapnya.

Bergeser ke Kampung Tanjung Kuras, selain menjadi penghasil nanas dengan kualitas unggul karena lebih manis, kampung ini juga memiliki ekowisata mangrove yang dikelola dengan sangat baik. 

Menurut Penghulu Desa Tanjung Kuras Harisyah, dengan menjadi petani nanas, ekonomi warganya semakin membaik, karena pengairannya terjaga. 

Saat panen, warga bisa menghasilkan nanas 30 ton per pekan. Tidak semua petani menggunakan perangsang buah agar serentak panennya. Sebab hasilnya tidak jauh beda dengan yang alami. 

Bedanya ada pada rasa, nanas jenis moris yang ditanam secara alami, memiliki kualitas paling unggul, baik dari segi rasa maupun ukuran.

Saat hendak dipasarkan, nanas yang dihasilkan ada klasifikasinya, yang terbaik satu ikat atau satu gandeng Rp6 ribu. Kelas dua dan tiga tentu harganya di bawah itu.

Baca Juga:  Berikan Dukungan Keuangan

Di kampung ini, ada sekitar 300-an kepala keluarga, hampir semua rumah menanam nanas, minimal di pekarangan rumah. Kendala saat ini menurutnya pada pupuk. Susah mendapatkan pupuk subsidi.

“Saat ini kami juga memiliki tanaman obat keluarga (toga) yang dikelola oleh para ibu. Dengan harapan obat herbal dari kebun sendiri dapat dimanfaatkan warga secara bersama sama,” ungkapnya.

Infokom Konsorsium YMI Riandra Hamdani menjelaskan, pihaknya melakukan pembinaan untuk ekowosisata mangrove dan konsen di dalamnya.  Programnya berdasarkan Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) Sungai Siak Sungai Kampar.

Menurutnya, ada dua kabupaten yang dinilai potensi kebakarannya besar yaitu Pelalawan dan Siak. Dan ada sepuluh desa di dalamnya menjadi fokus pihaknya untuk melakukan pembinaan. Enam desa di Siak, Tanjung Kuras, Lalang, Sungai Rawa, Rawa Mekar Jaya, Penyengat dan Teluk Lanus.

Sementara di Pelalawan ada Desa Segamai, Serapung, Pulau Muda dan Gambut Mutiara.  “Dengan kegiatan ini, kami ingin publik tahu bahwa kami bersama masyarakat telah melalukan pemulihan gambut di kawasan KHG Sungai Siak-Sungai Kampar. Dan program ini mempunyai dampak, seperti aktivitas kebakaran, setidaknya berkurang, ekonomi warga juga semakin membaik,” ungkapnya.

Program yang dilaksanakan mulai berkebun tanpa bakar, sekat kanal, pembuatan sumur bor, menanam bakau dan pelatihan pelatihan.(gem/habis)

 

Laporan MONANG LUBIS, Siak

(RIAUPOS.CO) — Ketua Kelompok Tani Harapan Baru Kampung Lalang, Doni mengaku sangat konsen mengembangkan pertanian tanpa bakar ini.

Alat dari mahasiswa Universitas Gajah Mada (UGM) itu dipasang di kebun yang akan ditanami palawija. Selanjutnya lewat aplikasi, alat itu dihubungkan ke ponsel android. Dengan informasi yang diberikan, sangat mempermudah petani harus berbuat apa untuk kebunnya.

- Advertisement -

‘’Kami juga membuat pelatihan untuk membuat pupuk kompos dari bahan buah-buahan dan sayur-sayuran. Hal ini perlu untuk membuat tanah lebih subur tanpa harus membeli pupuk kimia,’’ ujarnya.

Ditanya apakah sama hasil panen di lahan tanpa bakar dengan lahan yang dibakar? Menurut Doni, sampai sejauh ini lahan yang dibakar memang lebih subur, namun pihaknya akan terus melakukan uji coba sampai lahan tanpa bakar itu benar benar subur dan dapat dimanfaatkan warga.

- Advertisement -

“Kami ingin warga beralih ke lahan tanpa bakar, meski biaya yang harus dikeluarkan sedikit lebih mahal, namun lebih aman karena tidak menciptakan kebakaran lahan,” ungkap alumni Universitas Islam Riau (UIR) ini.

Selain menanam palawija, pihaknya juga melakukan penanaman kayu alam, seperti pulai, punak, geronggang dan meranti. Ini nantinya untuk diwariskan ke anak cucu.

“Sama dengan kampung lainnya, di sini kami juga memiliki sekat kanal, sumur bor selain untuk pengairan karena lahan gambut memerlukan itu, sekaligus sebagai bentuk antisipasi kalau kalau terjadi karhutla, mempermudah pihaknya mendapatkan air,” ungkap Doni yang sehari hari sebagai penyuluh dan berkebun nanas.

Baca Juga:  Warga Sialang Jaya Tembak Tetangga 

Ternyata lahan tanpa bakar di Kampung Lalang tempat Doni tinggal sudah memiliki peraturan desa pengendalian karhutla tentang lahan tanpa bakar.

Sekdes atau Kerani Kampung Lalang Safrizal mengatakan, Perdes itu dibuat untuk kepentingan warga dan konsepnya dari Yayasan Mitra Insani (YMI). “Dengan datangnya YMI, kami di sini, selain ekonomi berdampak lebih baik. Pencegahan karhutla dengan sosialisasi tanpa bakar hampir 50 persen berhasil,” ungkapnya.

Bergeser ke Kampung Tanjung Kuras, selain menjadi penghasil nanas dengan kualitas unggul karena lebih manis, kampung ini juga memiliki ekowisata mangrove yang dikelola dengan sangat baik. 

Menurut Penghulu Desa Tanjung Kuras Harisyah, dengan menjadi petani nanas, ekonomi warganya semakin membaik, karena pengairannya terjaga. 

Saat panen, warga bisa menghasilkan nanas 30 ton per pekan. Tidak semua petani menggunakan perangsang buah agar serentak panennya. Sebab hasilnya tidak jauh beda dengan yang alami. 

Bedanya ada pada rasa, nanas jenis moris yang ditanam secara alami, memiliki kualitas paling unggul, baik dari segi rasa maupun ukuran.

Saat hendak dipasarkan, nanas yang dihasilkan ada klasifikasinya, yang terbaik satu ikat atau satu gandeng Rp6 ribu. Kelas dua dan tiga tentu harganya di bawah itu.

Baca Juga:  Pemprov Konsultasi ke Kemendagri soal Pj Wako Pekanbaru dan Bupati Kampar

Di kampung ini, ada sekitar 300-an kepala keluarga, hampir semua rumah menanam nanas, minimal di pekarangan rumah. Kendala saat ini menurutnya pada pupuk. Susah mendapatkan pupuk subsidi.

“Saat ini kami juga memiliki tanaman obat keluarga (toga) yang dikelola oleh para ibu. Dengan harapan obat herbal dari kebun sendiri dapat dimanfaatkan warga secara bersama sama,” ungkapnya.

Infokom Konsorsium YMI Riandra Hamdani menjelaskan, pihaknya melakukan pembinaan untuk ekowosisata mangrove dan konsen di dalamnya.  Programnya berdasarkan Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) Sungai Siak Sungai Kampar.

Menurutnya, ada dua kabupaten yang dinilai potensi kebakarannya besar yaitu Pelalawan dan Siak. Dan ada sepuluh desa di dalamnya menjadi fokus pihaknya untuk melakukan pembinaan. Enam desa di Siak, Tanjung Kuras, Lalang, Sungai Rawa, Rawa Mekar Jaya, Penyengat dan Teluk Lanus.

Sementara di Pelalawan ada Desa Segamai, Serapung, Pulau Muda dan Gambut Mutiara.  “Dengan kegiatan ini, kami ingin publik tahu bahwa kami bersama masyarakat telah melalukan pemulihan gambut di kawasan KHG Sungai Siak-Sungai Kampar. Dan program ini mempunyai dampak, seperti aktivitas kebakaran, setidaknya berkurang, ekonomi warga juga semakin membaik,” ungkapnya.

Program yang dilaksanakan mulai berkebun tanpa bakar, sekat kanal, pembuatan sumur bor, menanam bakau dan pelatihan pelatihan.(gem/habis)

 

Laporan MONANG LUBIS, Siak

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari