SEOUL (RIAUPOS.CO) – Masyarakat Korea Selatan (Korsel) dikejutkan dengan berita tentang mantan pembelot Korea Utara (Korut) yang sempat menyeberang dan hidup di Korsel, memilih kembali ke Pyongyang karena hidup miskin di negara pelarian.
Informasi itu disampaikan oleh media dan pejabat Korsel pada Selasa (3/1/2021).
Sebelumnya, militer Korsel mengidentifikasi laki-laki itu sebagai warga Korut yang membelot ke Selatan. Pria tersebut, lanjutnya, melintasi Zona Demiliterisasi (DMZ) yang memisahkan kedua Korea pada akhir pekan lalu.
Menurut penuturan militer Korsel, pembelot itu hidup miskin sambil bekerja sebagai petugas kebersihan.
"Saya akan mengatakan dia diklasifikasikan sebagai kelas bawah, nyaris tidak mencari nafkah," kata pejabat itu, seperti dikutip Reuters.
Ia menolak penjelasan lebih rinci dengan alasan masalah privasi. Para pejabat menilai pria itu berisiko menjadi mata-mata.
Mereka kemudian melakukan penyelidikan soal bagaimana dia menghindari penjaga meskipun tertangkap kamera pengintai beberapa jam sebelum melintasi perbatasan.
Pejabat Korut belum mengomentari insiden itu dan media pemerintah belum melaporkan.
Media Korsel, Yonhap, melaporkan petugas kepolisian di distrik Novon, Seoul utara yang memberikan perawatan dan perlindungan, khawatir kemungkinan pembelot itu kembali, tapi tak ada tindakan yang diambil karena tak punya bukti.
Pengalaman pembelot itu menimbulkan pertanyaan apakah orang-orang yang lari dari Korut mendapat dukungan usai melakukan perjalanan panjang dan berbahaya.
Salah satu petugas Kementerian Unifikasi Seoul mengatakan, pembelot yang kembali itu telah menerima bantuan dari pemerintah terkait keamanan, perumahan, perawatan medis dan pekerjaan.
Laki-laki itu dilaporkan hanya sedikit melakukan interaksi dengan para tetangga. Ia juga terlihat membuang barang-barangnya tepat sehari sebelum melintasi perbatasan Korsel-Korut.
"Dia sedang mengeluarkan kasur dan tempat tidur ke tempat pembuangan sampah pada pagi itu. Dan itu aneh karena semuanya terlalu baru," kata salah satu tetangga yang dikutip Yonhap.
Tetangga itu kemudian melanjutkan, "Saya sudah minta agar dia menghibahkan ke kami, tapi sampai dia pergi tak ada apapun, karena kami tak pernah saling sapa satu sama lain."
Hingga September lalu, sekitar 33.800 warga Korut bermukim di Korsel usai menempuh perjalanan panjang dan penuh risiko. Berdasarkan data Kementerian Unifikasi, sejak 2021, hanya ada 30 pembelot yang terkonfirmasi kembali ke Korut.
Namun demikian para pembelot dan aktivis mengatakan kemungkinan ada lebih banyak kasus yang tidak diketahui yang bertahan hidup di Korsel.
Sekitar 56 persen dari pembelot dalam kategori pendapatan rendah. Sementara itu, 25 persen di antaranya berada di kelompok terendah yang hanya mengandalkan bantuan dasar nasional, enam kali rasio populasi umum.
Berdasarkan data dari Pusat Data Hak Asasi Manusia Korut dan Penelitian Sosial NK di Seoul yang dirilis Desember lalu melaporkan, sekitar 18 persen dari 407 pembelot yang disurvei mengaku bersedia kembali ke Utara. Kebanyakan dari mereka memakai alasan nostalgia.
"Ada berbagai faktor kompleks termasuk kerinduan akan keluarga yang ditinggalkan di Utara, dan kesulitan emosional dan ekonomi yang muncul saat bermukim di Korsel," demikian pernyataan Kementerian Unifikasi.
Sumber: Reuters/Yonhap/CNN/Berbagai Sumber
Editor: Hary B Koriun