PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Banyak peristiwa yang terjadi pada 2021 menjadi sebuah catatan yang penting bagi pelaku usaha kepariwisataan, karena hal tersebut diperlukan menyusun strategi pada 2022 sebagai suatu semangat baru pascapendemi Covid 19. Pendapat tersebut dikemukakan Pengamat Kepariwisataan Riau, Yono yang dituangkannya dalam Catatan Pinggir Kepariwisataan 2022.
Catatan Pinggir Pariwisata 2022 ini, katanya kepada Riau Pos, Jumat (31/12) merupakan analisa sederhana. Semoga bisa memberikan banyak manfaat kepada pelaku usaha kepariwisataan di Provinsi Riau khususnya Kota Pekanbaru.
"Saya rasa ini bisa memberikan manfaat bagi mereka yang bergerak, berminat ataupun bercita-cita hidup dari pariwisata,’’ ujarnya di tempat rekreasi Taman Pancing Alam Mayang.
Sebagai pengamat pariwisata dia melihat, kegiatan perkembangan jasa kepariwisataan sesuai ramalan Francis Fukuyuma dalam bukunya "The End of History and the Last Man" bahwa nantinya satu perkembangan industri manufaktur berpengaruh terhadap 9 atau 10 industri jasa.
Maka dengan asumsi ini, dapat dikatakan pariwisata telah menjadi unsur yang dominan saat ini dalam kegiatan perekonomian masyarakat baik secara makro maupun mikro. Mengapa? Karena pariwisata terjadi secara masif dan menuntut kreativitas yang berkesinambungan.
"Hal ini dapat terjadi karena sektor jasa pariwisata cenderung bersumber oleh dari dan untuk masyarakat. Dan ini dapat terlihat dan dipelajari dari daerah-daerah yang mengandalkan pariwisata sebagai sumber ekonomi (PAD) mereka,’’ terangnya.
Terlepas dari pada itu, Riau, Pekanbaru khususnya perlu belajar menganalogikan berbagai peristiwa yang terjadi dari daerah lain terlebih saat ini kita semua sedang mengalami fase VUCA atau volatility, uncertainty, complexity dan ambiquity di mana tren ketidakpastian kompleksitas dan ketidakjelasan sebagai sebuah tanggung jawab pembelajaran.
Hal ini dikarenakan suasana yang saling memengaruhi atau mudah terpengaruh menjadi suatu situasi yang tidak bisa dihindari. Oleh karenanya kemampuan kita melakukan pembelajaran mengelola ketidakpastian menjadi penting sebagai sebuah kebutuhan yang tidak bisa dihindari.
Beberapa teori yang bisa dibahas tentang pengelolaan ketidakpastian, salah satunya dari pendapat Himawan Karta Jaya dalam buku "Marketing 4.0" yang menerangkan akan pentingnya humane entrepreneurial dalam setiap keputusan dengan memberikan keseimbangan dari pengaruh eksternal seperti perkembangan kapitalisme, liberalisme , sosialisme kedalam pengaruh internal spriritual dan gaya hidup manusia modern.
Hal ini terjadi dikarenakan modernisasi telah membentuk ekosistem baru dan kita perlu melakukan adaptasi, inilah yang dikenal sebagai humanisme modern.
"Humanisme modern yang berbasis kepada nilai akan terus berlanjut dan berkembang sebagai cara kita mengelola kehidupan di antaranya adalah jasa kepariwisataan di mana pada masa VUCA maupun pascapandemi saya istilahkan sebagai staynomic dengan The Easy One, The Near One, The Small One sebagai sebuah kepastian dan ini terbukti dengan adanya zonasi-zonasi sebagai pembatasan aktivitas,’’ ujarnya.
Namun demikian dalam pengelolaan kepariwisataan, keadaan ini menimbulkan suatu pertentangan yang kuat . Keadaan eksternal di mana pengaruh kapitalisme, liberalisme dan sosialisme terkadang bertentangan dengan kebutuhan hidup atau gaya hidup, sehingga profesionalisme terkadang perlu dipertaruhkan.
Ada tujuh langkah yang harus disiapkan di dalam mengelola kepariwisataan. Mengapa perlu melakukan tujuh langkah ini, pertama isu yang saat ini sangat menarik yang harus diwaspadai oleh pelaku usaha adalah isu tentang lingkungan, isu tentang sosial, isu tentang budaya, jadi bukan hanya sekedar ekonomi.
Kedua, perubahan perilaku masyarakat karena adanya pandemi telah merubah pola kegiatan pariwisata oleh karenanya diperlukan adanya nilai baru yang menciptakan pasar baru yang terjadi secara kontinu. (Bersambung/nto/c)