Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Pengumuman Tapering Off The Fed Tidak Pengaruhi Ekonomi Indonesia

JAKARTA (RIAUPOS.CO)  – The Federal Reserve (The Fed) mengumumkan tapering off dilaksanakan akhir bulan ini, Kamis (4/11) dini hari. Bank Sentral Amerika Serikat (AS) mengurangi quantitative easing (QE) secara bertahap. Pengurangan stimulus dimulai dengan memotong laju pembelian aset bulanan sebesar 15 miliar dolar AS. Rinciannya, 10 miliar dolar AS untuk surat berharga dan 5 miliar dolar AS untuk agency mortgage-backed security (agency MBS).

Chairman The Fed Jerome Powell mengatakan, pihaknya akan terus melakukan pengurangan aset setiap bulan. Termasuk, menghentikan pembelian obligasi pada pertengahan 2022. Meskipun demikian, bank sentral masih mempertahankan Federal Fund Rate (FFR) tetap rendah mendekati 0 persen.

Direktur Ekuator Swarna Investama Hans Kwee menyebutkan, tapering The Fed tidak berdampak besar terhadap Indonesia seperti tahun 2013 silam. Ada sejumlah alasan tidak terlalu terpengaruh pengetatan The Fed. 

Baca Juga:  RI Pertama Pengguna Bahan Bakar B30

Pertama, penanganan persebaran Covid-19 oleh pemerintah cukup bagus. Kemudian, kenaikan harga komoditas batu bara, minyak kelapa sawit, dan gas, dampak dari krisis energy. Serta, kondisi fundamental makro ekonomi Indonesia yang lebih kuat. Selain itu, pelaku pasar sudah mengantisipasi tapering The Fed seiring keterbukaan informasi bank sentral Paman Sam itu.

"17 pekan berturut-turut neraca perdagangan Indonesia surplus akibat harga komoditas naik. Sebenarnya Indonesia sangat diuntungkan atas krisis energi yang terjadi di negara-negara maju. Jadi, dana asing itu masuk," kata Hans kepada Jawa Pos (JPG), Kamis (4/11).

Dosen Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Trisakti itu menambahkan, Indonesia juga sedang mengalami kebangkitan investor ritel yang mendominasi transaksi di bursa saham. Kepemilikan asing di saham dan obligasi tanah air juga berada di level yang realtif rendah bila dibandingkan beberapa tahun terakhir.

Baca Juga:  BEST4Life dari PLN Permudah UMKM Mendapatkan Pelayanan Kelistrikan di Riau

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, setelah The Fed mengumumkan tapering, pasar saham masih mencatatkan nett buy Rp315 miliar kemarin. Tapi, perlu diwaspadai dari sisi kurs rupiah terhadap dolar AS (USD) yang cenderung tertekan ke level Rp14.342. "Dolar AS diburu investor sebagai safe haven dibanding mata uang negara berkembang. US Dolar index tercatat 94,2 atau meningkat 0,38 persen," ujarnya.(han/dio/jpg)
 

JAKARTA (RIAUPOS.CO)  – The Federal Reserve (The Fed) mengumumkan tapering off dilaksanakan akhir bulan ini, Kamis (4/11) dini hari. Bank Sentral Amerika Serikat (AS) mengurangi quantitative easing (QE) secara bertahap. Pengurangan stimulus dimulai dengan memotong laju pembelian aset bulanan sebesar 15 miliar dolar AS. Rinciannya, 10 miliar dolar AS untuk surat berharga dan 5 miliar dolar AS untuk agency mortgage-backed security (agency MBS).

Chairman The Fed Jerome Powell mengatakan, pihaknya akan terus melakukan pengurangan aset setiap bulan. Termasuk, menghentikan pembelian obligasi pada pertengahan 2022. Meskipun demikian, bank sentral masih mempertahankan Federal Fund Rate (FFR) tetap rendah mendekati 0 persen.

- Advertisement -

Direktur Ekuator Swarna Investama Hans Kwee menyebutkan, tapering The Fed tidak berdampak besar terhadap Indonesia seperti tahun 2013 silam. Ada sejumlah alasan tidak terlalu terpengaruh pengetatan The Fed. 

Baca Juga:  KSEI Tunjuk bank bjb Selaku Bank Administrator Rekening Dana Nasabah

Pertama, penanganan persebaran Covid-19 oleh pemerintah cukup bagus. Kemudian, kenaikan harga komoditas batu bara, minyak kelapa sawit, dan gas, dampak dari krisis energy. Serta, kondisi fundamental makro ekonomi Indonesia yang lebih kuat. Selain itu, pelaku pasar sudah mengantisipasi tapering The Fed seiring keterbukaan informasi bank sentral Paman Sam itu.

- Advertisement -

"17 pekan berturut-turut neraca perdagangan Indonesia surplus akibat harga komoditas naik. Sebenarnya Indonesia sangat diuntungkan atas krisis energi yang terjadi di negara-negara maju. Jadi, dana asing itu masuk," kata Hans kepada Jawa Pos (JPG), Kamis (4/11).

Dosen Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Trisakti itu menambahkan, Indonesia juga sedang mengalami kebangkitan investor ritel yang mendominasi transaksi di bursa saham. Kepemilikan asing di saham dan obligasi tanah air juga berada di level yang realtif rendah bila dibandingkan beberapa tahun terakhir.

Baca Juga:  Konsumsi BBM selama Mudik Naik Tajam

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, setelah The Fed mengumumkan tapering, pasar saham masih mencatatkan nett buy Rp315 miliar kemarin. Tapi, perlu diwaspadai dari sisi kurs rupiah terhadap dolar AS (USD) yang cenderung tertekan ke level Rp14.342. "Dolar AS diburu investor sebagai safe haven dibanding mata uang negara berkembang. US Dolar index tercatat 94,2 atau meningkat 0,38 persen," ujarnya.(han/dio/jpg)
 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari