Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Kenaikan PPN Berpotensi Hambat Konsumsi

JAKARTA (RIAUPOS.CO) –  Pelaku usaha menyoroti  UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Khususnya, kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) yang akan berlaku tahun depan. Hal itu dinilai tidak ideal dilakukan dalam kondisi ekonomi yang belum pulih. Sebab, kenaikan PPN diprediksi akan berdampak kepada pengusaha dan konsumen.

Pemerintah resmi menaikkan tarif PPN menjadi 11 persen per 1 April 2022 . Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Perdagangan Benny Soetrisno menyebutkan bahwa penetapan aturan baru tersebut akan memperlambat pertumbuhan ekonomi. "Naiknya PPN sangat berpengaruh pada konsumsi masyarakat," ujarnya, Ahad (10/10).

Menurut Benny, dalam kondisi pandemi Covid-19 daya beli masyarakat belum pulih. Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) pada September 2021 terjadi deflasi sebesar 0,04 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 106,53. "Kenaikan PPN menjadi 11 persen di tahun 2022 akan memperlambat pertumbuhan ekonomi dari sisi konsumsi masyarakat. Daya beli masyarakat belum kembali pulih seperti sebelum pandemi," urainya.

Baca Juga:  Relawan Pajak Bantu Capai Target

Punya pandangan yang sama, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey menganggap bahwa implementasi kenaikan PPN kurang ideal dilakukan pada tahun depan. "Suasana (tahun 2022, red) masih penuh dengan ketidakpastian, lebih ideal aturan diberlakukan tahun 2023," tegasnya.

Meski pandemi sudah bisa surut di tahun depan, lanjut Roy, roda perekonomian termasuk aktivitas pengusaha dan konsumen masih membutuhkan waktu transisi untuk bisa kembali berjalan normal. "2022 fokus upaya pemulihan saja, potensi kenaikan kasus dan penyebaran masih menjadi tantangan buat kita semua," bebernya.

Selain menyoroti soal PPN, pengusaha juga cukup menyayangkan keputusan pemerintah untuk membatalkan pemotongan pajak penghasilan (PPh). Tarif PPh wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap (BUT) adalah sebesar 22 persen berlaku pada tahun pajak 2022 dan seterusnya. 

Baca Juga:  Operator Seluler Bersaing Tambah Pelanggan

Besaran tarif tersebut tidak mengalami perubahan dari tarif  PPh untuk tahun pajak 2021 yakni 22 persen. Sebelumnya, pemerintah berjanji akan menurunkan tarif PPh badan dari  22 persen tahun ini menjadi 20 persen tahun 2022.Padahal, rencana penurunan tersebut diapresiasi dan dinantikan oleh pelaku usaha. 

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani menyebutkan bahwa PPh akan mampu mengerek daya saing investasi Indonesia. "Ya saat ini harus tetap mendukung, meskipun banyak pengusaha yang sudah menyusun roadmap saat pemerintah mengumumkan rencana relaksasi PPh badan menjadi 20 persen," ujarnya.(agf/dio/jpg)
 

JAKARTA (RIAUPOS.CO) –  Pelaku usaha menyoroti  UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Khususnya, kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) yang akan berlaku tahun depan. Hal itu dinilai tidak ideal dilakukan dalam kondisi ekonomi yang belum pulih. Sebab, kenaikan PPN diprediksi akan berdampak kepada pengusaha dan konsumen.

Pemerintah resmi menaikkan tarif PPN menjadi 11 persen per 1 April 2022 . Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Perdagangan Benny Soetrisno menyebutkan bahwa penetapan aturan baru tersebut akan memperlambat pertumbuhan ekonomi. "Naiknya PPN sangat berpengaruh pada konsumsi masyarakat," ujarnya, Ahad (10/10).

- Advertisement -

Menurut Benny, dalam kondisi pandemi Covid-19 daya beli masyarakat belum pulih. Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) pada September 2021 terjadi deflasi sebesar 0,04 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 106,53. "Kenaikan PPN menjadi 11 persen di tahun 2022 akan memperlambat pertumbuhan ekonomi dari sisi konsumsi masyarakat. Daya beli masyarakat belum kembali pulih seperti sebelum pandemi," urainya.

Baca Juga:  IIMS Hybrid 2022 Catat Transaksi Rp3,4 T

Punya pandangan yang sama, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey menganggap bahwa implementasi kenaikan PPN kurang ideal dilakukan pada tahun depan. "Suasana (tahun 2022, red) masih penuh dengan ketidakpastian, lebih ideal aturan diberlakukan tahun 2023," tegasnya.

- Advertisement -

Meski pandemi sudah bisa surut di tahun depan, lanjut Roy, roda perekonomian termasuk aktivitas pengusaha dan konsumen masih membutuhkan waktu transisi untuk bisa kembali berjalan normal. "2022 fokus upaya pemulihan saja, potensi kenaikan kasus dan penyebaran masih menjadi tantangan buat kita semua," bebernya.

Selain menyoroti soal PPN, pengusaha juga cukup menyayangkan keputusan pemerintah untuk membatalkan pemotongan pajak penghasilan (PPh). Tarif PPh wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap (BUT) adalah sebesar 22 persen berlaku pada tahun pajak 2022 dan seterusnya. 

Baca Juga:  PHR Luncurkan Program Pengembangan Kapasitas Siswa SMK

Besaran tarif tersebut tidak mengalami perubahan dari tarif  PPh untuk tahun pajak 2021 yakni 22 persen. Sebelumnya, pemerintah berjanji akan menurunkan tarif PPh badan dari  22 persen tahun ini menjadi 20 persen tahun 2022.Padahal, rencana penurunan tersebut diapresiasi dan dinantikan oleh pelaku usaha. 

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani menyebutkan bahwa PPh akan mampu mengerek daya saing investasi Indonesia. "Ya saat ini harus tetap mendukung, meskipun banyak pengusaha yang sudah menyusun roadmap saat pemerintah mengumumkan rencana relaksasi PPh badan menjadi 20 persen," ujarnya.(agf/dio/jpg)
 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari