JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Asa partai-partai nonparlemen untuk mendapat kemudahan proses verifikasi partai politik peserta Pemilu 2024 dimulai kemarin (22/9). Dipimpin Ketua Umum Partai Bulan Bintang Yusril Ihza Mahendra, mereka menjalani sidang perdana gugatan UU Pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK).
Dalam kesempatan perdana itu, Yusril memaparkan klaim kerugian konstitusional yang dialami partai nonparlemen. Khususnya pasca keluarnya putusan MK 55/2020 yang membedakan verifikasi partai berlatar belakang parlemen dan nonparlemen.
Yusril menilai konsep MK yang menyamakan seluruh partai nonparlemen dalam satu kategori tidak tepat. Sebab, faktanya, mereka terbagi dalam dua kategori. Yakni, partai yang pernah ikut pemilu dan punya wakil di level DPRD serta partai yang benar-benar pendatang baru.
Semestinya, lanjut Yusril, klasifikasi dibagi menjadi tiga. Implikasinya, metode verifikasi juga harus dibagi tiga. Perinciannya, partai parlemen tidak perlu diverifikasi, partai nonparlemen cukup ikut verifikasi administrasi, dan partai baru wajib menjalani verifikasi administrasi dan faktual.
"Kalau status berbeda, maka treatment berbeda juga," ujarnya kepada majelis hakim. Yusril pun meminta MK mengubah pemaknaan verifikasi partai dalam pasal 173 ayat 1 UU Pemilu. Dengan mengklasifikasikan menjadi tiga kategori.
Sementara itu, hakim MK Suhartoyo meminta Yusril memperkuat basis argumentasinya. Khususnya terkait tiga kategori yang disebut. Sebab, dalam putusan MK, tidak ada tiga kategori seperti yang diminta. "Cara menempatkan dan memisahkannya, rumusan seperti apa," ucapnya.
MK juga menyoroti status Yusril dalam permohonan. Sebab, di satu sisi menjadi pemohon selaku Ketum PBB. Namun, di sisi lain menjadi kuasa hukum. "Tidak bisa Prof Yusril sebagai pemohon 1 memberikan kuasa kepada Prof Yusril," tegas Suhartoyo. MK memberikan waktu dua pekan untuk perbaikan permohonan.(far/bay/jpg)