TOKYO (RIAUPOS.CO) – Jepang mendesak warganya berhati-hati soal potensi ancaman teror di Indonesia dan lima negara Asia Tenggara lainnya. Selain Indonesia, kelima negara itu terdiri dari Filipina, Singapura, Malaysia, Thailand, dan Myanmar.
Kementerian Luar Negeri Jepang mengaku telah mendapat informasi bahwa "ada peningkatan risiko ancaman teror seperti bom bunuh diri" di enam negara tersebut.
Seperti dilansir Reuters, Jepang pun meminta warganya yang berada di enam negara itu untuk menjauh dari fasilitas keagamaan yang dianggap mereka berisiko tinggi menjadi target serangan teror.
Pemerintahan Perdana Menteri Yoshihide Suga juga meminta warga Jepang memperhatikan berita dan informasi media lokal di enam negara tersebut.
Meski begitu, Kemlu Jepang tak memberikan rincian waktu tertentu dan detail lainnya soal ancaman teror itu. Tokyo pun menolak membeberkan sumber informasi ancaman teror tersebut.
Imbauan Jepang pun menimbulkan kebingungan pada enam negara Asia Tenggara tersebut. Beberapa negara mengaku tidak mengetahui ancaman teror semacam itu.
Mereka juga mengaku tak menerima informasi apa pun dari Jepang soal potensi ancaman teror tersebut.
Juru bicara Kemlu RI, Teuku Faizasyah, membantah bahwa ada peringatan ancaman teror semacam itu. Faizasyah juga menepis kabar bahwa warga Jepang di Indonesia telah mendapat peringatan semacam itu.
Juru bicara Kemlu Thailand, Tanee Sangrat, mengatakan Jepang belum mengungkapkan asal usul peringatan tersebut.
Sangrat menuturkan Kedutaan Besar Jepang di Bangkok juga tidak memiliki rincian lebih lanjut terkait peringatan teror tersebut.
Dikutip Associated Press, ia menuturkan Kedubes Jepang hanya mengatakan bahawa potensi teror itu "tidak khusus untuk Thailand" saja.
Wakil juru bicara Kepolisian Thailand, Kissana Pathanacharoen, mengatakan aparat keamanan juga tidak memiliki informasi terkait potensi ancaman teror yang dimaksud Jepang.
Senada dengan Thailand, Malaysia dan Filipina juga mengatakan tidak tahu terkait informasi ancaman serangan teror yang meningkat.
Sumber: Reuters/CNN/Berbagai Sumber
Editor: Hary B Koriun