Selasa, 26 November 2024
spot_img

Amankan Aset Obligor BLBI, Gandeng Interpol

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Pemerintah didorong untuk menguatkan konsolidasi antarpenegak hukum dalam penanganan kasus dana bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Penyelesaian tidak hanya melalui jalur perdata, tetapi juga pidana. Termasuk kerja sama lintas yurisdiksi dengan negara lain.

”Satgas BLBI perlu mengefektifkan kerja sama dengan Interpol untuk mengamankan aset maupun obligor yang ada di luar negeri," kata pakar hukum pidana Suparji Ahmad kepada Jawa Pos (JPG), Sabtu (28/8). Sebab, mayoritas obligor berada di Singapura.

Menurut dia, perlu ada political will, political commitment, dan political actions yang nyata dalam menangani perkara BLBI. ”Jadi, tidak hanya keinginan yang tertunda-tunda juga selama 22 tahun ini,” ujarnya.

Yang tidak kalah penting, kata dia, orang-orang yang dulu menikmati fasilitas tersebut harus terus dikejar. Dia mengapresiasi upaya Satgas BLBI yang terus mengejar hak-hak negara hingga garis keturunan para obligor maupun debitur.

"Berkaitan dengan keperdataan, maka ahli waris harus memiliki tanggung jawab untuk menyelesaikan. Lain lagi jika konteksnya pidana. Kalau yang menikmati sudah meninggal dan ahli warisnya tahu itu adalah barang ilegal tapi tetap masih diamankan, itu juga bisa dipertanggungjawabkan secara hukum pidana," tegasnya.

Suparji menilai, satgas punya cukup waktu untuk menyelesaikan kasus BLBI hingga ke akar-akarnya. Dengan catatan, seluruh penegak hukum yang terlibat harus berkomitmen penuh dan memiliki fokus target. Sebagaimana diketahui, Satgas BLBI mengemban masa kerja tiga tahun, terhitung sampai 31 Desember 2023. Satgas BLBI akan menagih kerugian negara senilai lebih dari Rp110,45 triliun itu kepada para obligor dan debitur.

”Tahun 2023 cukup waktu untuk menyelesaikan. Kembali lagi targetnya apa. Targetnya kan mengembalikan uang negara, menghukum pelakunya, atau apa. Itu harus dipetakan benar-benar untuk memperkuat langkah hukum ke depan seperti apa," katanya.

Baca Juga:  Terharu Dikunjungi Bupati

Sementara itu, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menilai, penyelesaian secara pidana dalam kasus BLBI tetap perlu dilakukan. Langkah tersebut diperkuat kerja sama dengan Interpol. ”(Hanya) jalur perdata itu jelas sangat meragukan,” kata dia.

Dengan jalur pidana, lanjut Boyamin, bisa diterapkan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Semua hasil kejahatan kasus BLBI dapat disita dan nanti dilelang sehingga uang negara bisa kembali. ”Ini yang bisa dilakukan lebih cepat daripada menunggu niat baik dari para debitur dan obligor BLBI,” jelasnya.

Memang, pemerintah mengakui melakukan penguasaan fisik terhadap aset debitur dan obligor likuiditas BLBI. Namun, penguasaan fisik belum diketahui apakah bisa mengembalikan aset negara yang selama ini bocor dalam kasus BLBI. ”Harusnya langsung sita dengan proses hukum,” tegasnya.

Boyamin mengingatkan bahwa kasus BLBI sudah lama mangkrak. Bahkan hingga pemerintahan berganti presiden. ”Pernah zaman SBY dibuka, malah terjadi kasus korupsi berupa suap yang menjerat jaksa Urip Tri Gunawan,” terangnya.

Lalu, saat pemerintahan Jokowi, kasus BLBI kembali dibuka. Tapi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kalah di persidangan. ”Jadi bolak-balik, dari pidana ke perdata. Nanti diancam pidana kembali,” paparnya kepada Jawa Pos.

Sementara itu, Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia tak berhenti setelah menyita 49 aset para obligor dan debitur. Ke depan, satgas kembali melakukan penyitaan. Tak tanggung-tanggung, 1.627 bidang tanah akan dikuasai negara. Total luasnya mencapai 15.288.175 m² yang lokasinya tersebar di berbagai kota/kabupaten di Indonesia.

"Langkah lainnya, yaitu melalui pemblokiran, penyitaan, pelelangan, dan atau langkah hukum lainnya yang ditempuh sesuai ketentuan yang berlaku," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Baca Juga:  BEM SI Kecewa Jokowi Tak Respons Keinginan Publik Terbitkan Perppu KPK

Satgas BLBI telah memanggil 48 obligor dan debitur yang memiliki kewajiban yang signifikan di atas Rp50 miliar. Apabila sampai dengan pemanggilan tahap ketiga tidak hadir, pihak yang dipanggil akan diumumkan kepada publik.

Ani, sapaan Sri Mulyani, menegaskan bahwa pemerintah juga bersiap untuk mengambil hak negara atas dana BLBI yang berada di luar negeri. Meski, dia mengakui langkah yang akan dilalui di kemudian hari bakal menantang.

"Kita mungkin akan berhadapan dengan aset-aset di luar negeri. Yang yurisdiksi dan sistem hukumnya akan berbeda dan pasti memerlukan proses hukum yang lebih kompleks. Kita akan terus berusaha mendapatkan hak kembali bagi negara untuk bisa dipulihkan," tegas mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu.

Untuk itu, Wakil Jaksa Agung Setia Untung Arimuladi mendorong agar Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset segera dibahas dan disahkan. Hal tersebut dinilai bakal membantu dalam penyelesaian kasus BLBI agar tak berlarut-larut.

Setia melanjutkan, mengingat banyak obligor yang kini berada di Singapura, sejumlah langkah pun telah dilakukan. Mulai pendekatan hukum, pajak, hingga kerja sama internasional. Juga, dilakukan gugatan perdata dan pembekuan aset, baik di dalam maupun luar negeri, termasuk perusahaannya.

Berikutnya, ada upaya memaksimalkan perjanjian ekstradisi. Namun, itu masih jarang dilakukan. Ada pula upaya pendalaman aset obligor dan kemungkinan adanya pelanggaran pajak di dalamnya serta penguasaan fisik aset eks BLBI. "Strategi dalam menyelesaikan permasalahan BLBI yang diperlukan adalah dengan melakukan pengepungan dari segala penjuru," tegas Setia. (dee/idr/c6/fal/jpg)

 

 

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Pemerintah didorong untuk menguatkan konsolidasi antarpenegak hukum dalam penanganan kasus dana bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Penyelesaian tidak hanya melalui jalur perdata, tetapi juga pidana. Termasuk kerja sama lintas yurisdiksi dengan negara lain.

”Satgas BLBI perlu mengefektifkan kerja sama dengan Interpol untuk mengamankan aset maupun obligor yang ada di luar negeri," kata pakar hukum pidana Suparji Ahmad kepada Jawa Pos (JPG), Sabtu (28/8). Sebab, mayoritas obligor berada di Singapura.

- Advertisement -

Menurut dia, perlu ada political will, political commitment, dan political actions yang nyata dalam menangani perkara BLBI. ”Jadi, tidak hanya keinginan yang tertunda-tunda juga selama 22 tahun ini,” ujarnya.

Yang tidak kalah penting, kata dia, orang-orang yang dulu menikmati fasilitas tersebut harus terus dikejar. Dia mengapresiasi upaya Satgas BLBI yang terus mengejar hak-hak negara hingga garis keturunan para obligor maupun debitur.

- Advertisement -

"Berkaitan dengan keperdataan, maka ahli waris harus memiliki tanggung jawab untuk menyelesaikan. Lain lagi jika konteksnya pidana. Kalau yang menikmati sudah meninggal dan ahli warisnya tahu itu adalah barang ilegal tapi tetap masih diamankan, itu juga bisa dipertanggungjawabkan secara hukum pidana," tegasnya.

Suparji menilai, satgas punya cukup waktu untuk menyelesaikan kasus BLBI hingga ke akar-akarnya. Dengan catatan, seluruh penegak hukum yang terlibat harus berkomitmen penuh dan memiliki fokus target. Sebagaimana diketahui, Satgas BLBI mengemban masa kerja tiga tahun, terhitung sampai 31 Desember 2023. Satgas BLBI akan menagih kerugian negara senilai lebih dari Rp110,45 triliun itu kepada para obligor dan debitur.

”Tahun 2023 cukup waktu untuk menyelesaikan. Kembali lagi targetnya apa. Targetnya kan mengembalikan uang negara, menghukum pelakunya, atau apa. Itu harus dipetakan benar-benar untuk memperkuat langkah hukum ke depan seperti apa," katanya.

Baca Juga:  Iran Tetap Tolak Bantuan AS Meski Korban Terus Bertambah

Sementara itu, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menilai, penyelesaian secara pidana dalam kasus BLBI tetap perlu dilakukan. Langkah tersebut diperkuat kerja sama dengan Interpol. ”(Hanya) jalur perdata itu jelas sangat meragukan,” kata dia.

Dengan jalur pidana, lanjut Boyamin, bisa diterapkan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Semua hasil kejahatan kasus BLBI dapat disita dan nanti dilelang sehingga uang negara bisa kembali. ”Ini yang bisa dilakukan lebih cepat daripada menunggu niat baik dari para debitur dan obligor BLBI,” jelasnya.

Memang, pemerintah mengakui melakukan penguasaan fisik terhadap aset debitur dan obligor likuiditas BLBI. Namun, penguasaan fisik belum diketahui apakah bisa mengembalikan aset negara yang selama ini bocor dalam kasus BLBI. ”Harusnya langsung sita dengan proses hukum,” tegasnya.

Boyamin mengingatkan bahwa kasus BLBI sudah lama mangkrak. Bahkan hingga pemerintahan berganti presiden. ”Pernah zaman SBY dibuka, malah terjadi kasus korupsi berupa suap yang menjerat jaksa Urip Tri Gunawan,” terangnya.

Lalu, saat pemerintahan Jokowi, kasus BLBI kembali dibuka. Tapi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kalah di persidangan. ”Jadi bolak-balik, dari pidana ke perdata. Nanti diancam pidana kembali,” paparnya kepada Jawa Pos.

Sementara itu, Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia tak berhenti setelah menyita 49 aset para obligor dan debitur. Ke depan, satgas kembali melakukan penyitaan. Tak tanggung-tanggung, 1.627 bidang tanah akan dikuasai negara. Total luasnya mencapai 15.288.175 m² yang lokasinya tersebar di berbagai kota/kabupaten di Indonesia.

"Langkah lainnya, yaitu melalui pemblokiran, penyitaan, pelelangan, dan atau langkah hukum lainnya yang ditempuh sesuai ketentuan yang berlaku," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Baca Juga:  BEM SI Kecewa Jokowi Tak Respons Keinginan Publik Terbitkan Perppu KPK

Satgas BLBI telah memanggil 48 obligor dan debitur yang memiliki kewajiban yang signifikan di atas Rp50 miliar. Apabila sampai dengan pemanggilan tahap ketiga tidak hadir, pihak yang dipanggil akan diumumkan kepada publik.

Ani, sapaan Sri Mulyani, menegaskan bahwa pemerintah juga bersiap untuk mengambil hak negara atas dana BLBI yang berada di luar negeri. Meski, dia mengakui langkah yang akan dilalui di kemudian hari bakal menantang.

"Kita mungkin akan berhadapan dengan aset-aset di luar negeri. Yang yurisdiksi dan sistem hukumnya akan berbeda dan pasti memerlukan proses hukum yang lebih kompleks. Kita akan terus berusaha mendapatkan hak kembali bagi negara untuk bisa dipulihkan," tegas mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu.

Untuk itu, Wakil Jaksa Agung Setia Untung Arimuladi mendorong agar Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset segera dibahas dan disahkan. Hal tersebut dinilai bakal membantu dalam penyelesaian kasus BLBI agar tak berlarut-larut.

Setia melanjutkan, mengingat banyak obligor yang kini berada di Singapura, sejumlah langkah pun telah dilakukan. Mulai pendekatan hukum, pajak, hingga kerja sama internasional. Juga, dilakukan gugatan perdata dan pembekuan aset, baik di dalam maupun luar negeri, termasuk perusahaannya.

Berikutnya, ada upaya memaksimalkan perjanjian ekstradisi. Namun, itu masih jarang dilakukan. Ada pula upaya pendalaman aset obligor dan kemungkinan adanya pelanggaran pajak di dalamnya serta penguasaan fisik aset eks BLBI. "Strategi dalam menyelesaikan permasalahan BLBI yang diperlukan adalah dengan melakukan pengepungan dari segala penjuru," tegas Setia. (dee/idr/c6/fal/jpg)

 

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari