KAMPAR, (RIAUPOS.CO) – TERKEJUT. Tidak percaya, dan jadi penasaran. Ini yang dirasakan Bupati Kampar Catur Sugeng Susanto begitu mengetahui video viral tiga pelajar SD menyeberangi sungai untuk pergi ke sekolah pada Kamis (10/6) lalu. Terutama melihat narasi di media sosial (medsos) yang menggambarkan getirnya anak-anak itu hanya untuk masuk kelas.
Video berdurasi 29 detik ini membuat Bupati Catur Sugeng mengeluarkan perintah yang jelas kepada bawahannya. Kepala Badan Perencanaan P embangunan Daerah (Bappeda), Dinas Pekerjaan Umum (PU) dan Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBP3A) harus ikut dirinya ke lokasi. Kalaulah benar kondisi sebenarnya seperti narasi yang diviralkan, masalah ini akan menyangkut pada perencanaan pembangunan daerah, pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan serta pemenuhan hak atas anak untuk bersekolah.
Beberapa pejabat terkait yang harus ikut hadir, yang kebetulan sedang dinas luar, mendadak mendarat kembali ke Pekanbaru pada Jumat (11/6) pagi-pagi sekali. Dari Pekanbaru mereka tancap gas ke arah Lipatkain Kampar Kiri sebelum masuk menuju ke kawasan dua Kuntu; Desa Kuntu Darussalam dan Kuntu Turoba. Mereka semua sudah harus berada di lokasi sebelum pukul 10.00. Karena dalam memo itu jelas, Bupati ingin sudah berada di lokasi pada jam segitu.
Bupati bertanya-tanya dalam hati, apa iya selama ini pemerintah lalai. Apa camat tidak tahu ada anak-anak yang begitu sulit dan menempuh bahaya untuk pergi sekolah. Yang terpenting, dia ingin memastikan, apakah benar tidak ada jalan dan jembatan yang bisa digunakan anak-anak itu untuk berangkat ke sekolah.
"Saya baru mengetahui berita itu malam tadi (Kamis malam, red). Makanya setelah subuh tadi (kemarin, red) saya langsung ke sini bersama OPD terkait, untuk melihat kondisi riil yang ada di lapangan. Saya awalnya memang tidak percaya, tapi untuk mengetahuinya kita harus cek ke lapangan. Tidak boleh hanya menerima laporan. Apalagi hanya mendengarkan katanya dan katanya," kata Catur Sugeng terkait tinjauan itu.
Sesampai di Kuntu, Camat Kampar Kiri dan pemangku adat sekaligus Khalifah Kenegerian Kuntu Harizal, sudah menunggu. Mereka bersama-sama langsung menuju lokasi yang dimaksud. Jaraknya memang cukup jauh dari pusat perkampungan lama Kuntu yang berada di tepi sungai dan dataran yang sedikit lebih tinggi itu. Harus masuk ke wilayah perkebunan. Sampai ke lokasi, barulah Bupati Catur Sugeng bisa melihat lepas dengan puas.
"Setelah lihat kondisi riil, ternyata benar dugaan saya, tidak seperti gambaran yang diviralkan. Keranjang yang mereka jadikan tempat bergayut tersebut bukanlah fasilitas untuk mereka menyeberang sungai ketika hendak pergi sekolah setiap hari. Itu ada katrol dan tali sling untuk melansir hasil panen buah sawit," kata Catur.
Soal perkebunan, Catur tidak bisa digurui. Dia salah satu orang yang paling berpengalaman di lapangan. Pria dengan gelar adat Datuk Rajo Batuah ini sebelum terjun ke dunia politik adalah mandor perkebunan besar di wilayah Tapung.
Rasa penasaran Catur selanjutnya, terkait fasilitas jalan dan jembatan juga terjawab. Ternyata, seperti yang diberitakan koran ini sebelumnya, memang ada. Bahkan jembatan dan jalan itu cukup memadai untuk dilewati. Hanya saja, seperti sudah diterangkan baik oleh Kepala Desa Kuntu Darussalam maupun Kepala Desa Kuntu Turoba, jalan itu harus memutar dari lokasi menuju ke seberang sungai. Jarak tempuh akan lebih panjang bagi anak-anak SD itu.
Kepala Desa Kuntu Darussalam Maldanis bahkan menyebutkan, Jembatan Sungai Sinantan (sebelumnya tertulis Sungai Geringging), sudah dibangun sejak 2010. Selain jalan, jembatan ini cukup memadai untuk dilewati. Bupati Catur dan rombongan juga ikut memantau kondisi jembatan ini yang memang masih kokoh berdiri.
"Jembatan Sungai Sinantan ini telah dibangun Pemerintah Kabupaten Kampar pada 2010 lalu. Jembatan ini setiap hari dimanfaatkan masyarakat. Pada 2017, jembatan ini juga telah direhab kembali," kata Maldanis yang juga dibenarkan Kepala Desa Kuntu Turoba Asril Bakar.
Pada kesempatan itu, Catur mencurahkan waktu cukup banyak berbincang dengan salah satu dari tiga anak yang ada di video viral tersebut. Kebetulan dia hadir di lokasi. Orang tua pelajar tersebut juga hadir di lokasi. Ketiga pelajar itu adalah Derni Zebuah kelas 3 SD 011 Desa Kuntu Darussalam, Marfin, dan Jenira, pelajar kelas 1.
Derni yang tertua di antara ketiganya sempat berdialog dengan Bupati. Dia menyebutkan, tempat langsir sawit tersebut memang kerap menjadi tempat mereka bermain. Saat video direkam, itu saat mereka pulang dari sekolah.
"Ini jalan pintas ke sekolah. Kami memang sering main di sini," kata Derni dengan polos.
Mereka bertiga memang anak-anak para pekerja kebun, bukan warga tempatan. Mereka perantau asal Nias, Sumatera Utara (Sumut) yang menjadi buruh harian lepas di perkebunan sawit tersebut. Tempat penyeberangan maupun lokasi pondok pekerja kebun juga bukan kawasan permukiman wilayah Kuntu. Hal ini dipastikan pula oleh pemangku adat yang juga Khalifah Kenegerian Kuntu, Buya Herizal.
"Lokasi tempat tiga bocah viral tersebut bukanlah lokasi permukiman masyarakat Kuntu. Lokasi tersebut adalah barak (pondok, red) penjaga dan pekerja perkebunan pengusaha dari Medan," terangnya.
Herizal juga menyebutkan, pekerja kebun juga merupakan pekerja yang tidak tetap atau berstatus buruh harian lepas. Para pekerja, seperti laporan yang diterimanya, selalu berganti. Mereka bekerja kadang kala sekitar tiga bulan atau lebih. Adakalanya pengusahanya yang memberhentikan atau pekerja itu berhenti sendiri.
Terkait viralnya video ini dan terungkapnya fakta ada lebih 100 hektare kebun sawit di sana. Anggota DPRD Kampar asal Kuntu Habiburrahman berencana melakukan kunjungan kerja ke perkebunan tersebut. Pihaknya ingin mengetahui lebih lanjut terkait masyarakat yang bermukim di pondok perkebunan tersebut, termasuk soal perkebunan itu sendiri.
"Pekan depan dijadwalkan kami ke sana," ungkapnya.***