JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Reshuffle menteri kabinet Indonesia Maju jilid II masih sebatas kabar burung. Namun, pihak Istana kemarin (22/4) memberikan petunjuk kriteria calon pembantu Presiden Joko Widodo yang akan terpilih.
Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Fadjroel Rachman mengaku tidak tahu kapan, siapa, dan berapa banyak menteri yang akan di-reshuffle. Dia menyebut bahwa Presiden Jokowi tidak memberi tahu. "Yang tahu pasti, terkait persetujuan pembentukan kementerian baru dan pengubahan kementerian,"tuturnya saat ditemui di perpustakaan Kemensetneg.
Namun, Fadjroel memberikan pendapat sesuai dengan kepemimpinan Jokowi bahwa perubahan itu merujuk pada elektabilitas dan efisiensi. Lalu, reshuffle merupakan adaptasi perubahan keadaan. "Kementerian Investasi (dibentuk) karena target investasi yang cukup tinggi di 2021 yang mencapai 5 hingga 7 persen,"ujarnya mencontohkan.
Alasan lainnya adalah terkait dengan pembangunan sumber daya manusia. Itu terkait dengan digabungnya Kemenristek dengan Kemendikbud. Menurut Fadjroel, Jokowi melihat bahwa perguruan tinggi tak bisa lepas dari riset.
Pada Rabu lalu (21/4), sempat dikira terjadi reshuffle. Namun, presiden ternyata bertolak ke Indramayu dan Batang. Penundaan tersebut dikabarkan karena Jokowi akan mengumumkan reshuffle bersamaan dengan pergantian panglima TNI. Namun, hal itu dibantah Fadjroel. Menurut dia, dua hal tersebut tidak berkaitan.
Terpisah, anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) Eriko Sutarduga mengatakan, isu reshuffle selalu menarik. Menurut dia, tidak ada yang salah dalam pergantian kabinet. "Kalau tidak ada reshuffle, justru itu yang kita harus bertanya-tanya, dalam situasi seperti saat ini,"terangnya dalam diskusi di media center DPR kemarin.
Namun, kata dia, pihaknya tidak mau berandai-andai. Yang jelas, lanjut Eriko, reshuffle merupakan hal yang biasa. Apalagi setelah ada penggabungan Kemenristek dengan Kemendikbud.
Terkait nama menteri yang akan diganti, Eriko enggan berkomentar. Sebagai partai pendukung pemerintah, PDIP menyerahkan sepenuhnya kepada Presiden Jokowi. Bisa saja presiden menunjuk kalangan profesional sebagai menteri atau dari partai politik. Hal itu tidak perlu menjadi dikotomi. Sebab, ada kader partai politik yang sudah profesional. "Jadi, monggo Pak Jokowi menunjuk,"papar ketua DPP PDIP itu.
Anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar Mukhamad Misbakhun mengatakan, reshuffle merupakan sebuah keniscayaan politik dari sebuah sistem politik presidensial. Presiden sebagai kepala pemerintahan secara konstitusional mendapatkan mandat untuk membentuk kabinet.
Dalam konstitusi disebutkan bahwa menteri adalah pembantu presiden. Terkait ini, publik juga bisa menilai prestasi dan capaian kerja dari para anggota kabinet. "Apalagi dalam mengatasi pandemi Covid-19. Tentu masyarakat bisa melihat kinerja menteri,"terangnya.
Misbakhun yakin Jokowi melakukan reshuffle sesuai dengan kebutuhan pemerintah. Jadi, menteri yang diganti bukan karena jelek, tapi karena waktunya yang tepat. Dulu dia diangkat dalam kondisi normal dan sekarang harus menghadapi pandemi. (lyn/lum/c17/bay/jrr)
Laporan : JPG (Jakarta)