Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Lokasi Remang-Remang yang Perlu Cahaya Alquran

Lokasi di sekitar Bandar Serai punya riwayat yang panjang. Selain bagian dalamnya, sisi kiri, kanan, dan belakangnya juga punya banyak kisah. Tantangan besar tentunya jika Quran Center (QC) dibangun di sini. Pasalnya berbagai jejak hitam ada di sana. Namun setidaknya suasana remang-remang di sana bisa diterangi cahaya Alquran.

Laporan: MUJAWWAROH ANNAFI (Pekanbaru)

PULUHAN pedagang jagung bakar berderet di sepanjang Jalan Sudirman, Pekanbaru. Mulai dari Jalan Parit Indah hingga Jalan Datuk Wan Abdul Jamal. Kursi-kursi plastik yang didominasi dengan warna hijau menghiasi trotoar jalanan menanti pengunjung yang ingin menghabiskan waktu di daerah tersebut.

Hadirnya para pedagang di tepi jalan tersebut seolah menjadi wajah Pekanbaru saat malam. Salah seorang pedagang yang berjualan di depan pagar Bandar Serai bercerita, ia telah bertahun-tahun berjualan minuman di sana. Saat malam, khususnya di bagian depan Bandar Serai, memang selalu ramai.

Jagung bakar seolah sudah menjadi ciri khas di daerah tersebut. Tak perlu menunggu musim jagung untuk dapat menikmati jagung bakar, karena tempat tersebut sudah menyediakannya setiap hari setiap malam. "Setiap malam jagung bakar ini. Sudah seperti ciri khasnyalah," kata pedagang minuman bernama Hendrik tersebut.

Hendrik menuturkan, dahulu pemerintah sempat membuat Taman Labuai atau pusat kuliner yang berada di Jalan OK M Jamil. Seiring berjalannya waktu taman tersebut sepi pengunjung. Kemudian pemerintah meminta pedagang untuk pindah dari lokasi dan berencana membangun Taman Labuai menjadi pusat kuliner seperti di Bundaran Keris di Jalan Pattimura Pekanbaru. Saat ini hanya satu dua pedagang yang masih bertahan. "Tapi tak tahu juga kapan itu akan direalisasikan, kabarnya tahun ini atau tahun depan," tukasnya.

Bandar Serai saat ini justru lebih terkenal dengan Anjung Seni Idrus Tintin-nya sebagai pusat pagelaran seni. Tak jauh dari situ, juga berdiri Kantor Dinas Pariwisata Provinsi Riau. Setiap harinya masyarakat memanfaatkan lapangan Purna-MTQ untuk beraktivitas, seperti joging, berkumpulnya komunitas, dan kegiatan-kegiatan lainnya.

Salah satu pihak keamanan Bandar Serai, Hendry menuturkan, setiap harinya Bandar Serai selalu ramai pengunjung. Pihaknya juga mengizinkan masyarakat melakukan berbagai aktivitas di lapangan, mulai pukul 06.00–23.00 WIB. "Tiap hari ada saja orang beraktivitas di sini, dari seniman, komunitas, atau buat foto-foto," katanya.

Baca Juga:  Warga Binaan Rutan Sembuh dari Covid-19

Hendry menjelaskan pihaknya hanya menjaga keamanan di dalam lapangan Bandar Serai, sedangkan untuk di luar pagar bukan menjadi tanggung jawab pihak keamanan. Saat disinggung terkait ramainya para penjual jagung bakar, ia tidak memungkiri jika jagung bakar seolah-olah sudah menjadi salah satu ikon Pekanbaru. "Kayak sudah jadi ikon. Bahkan ada yang bilang kalau belum makan jagung di sekitar MTQ belum sah ke Pekanbaru," ucapnya.

Remang dan Maksiat
Gemerlap lampu di depan pagar Bandar Serai tak sama dengan di sekeliling lokasi ini pada bagian belakang. Masuk ke Jalan Datuk Wan Abdul Jamal, jalanan mulai sepi, dan hanya ada beberapa pedagang yang berjualan. Sedikit ke dalam tepatnya di belakang Anjungan Seni Idrus Tintin, Jalan Datuk Wan Abdul Jamal semakin gelap, lampu jalanan padam, dan pepohonan rindang di kiri kanan jalan bisa saja membuat seseorang merasa merinding saat lewat di malam hari.

Mengitari lapangan Bandar Serai Pekanbaru sudah pasti akan melewati Jalan OK M Jamil. Beberapa pedagang jagung terlihat di jalan tersebut. Kursi-kursi plastik juga tidak turut absen. Beberapa sepeda motor juga terlihat parkir untuk menikmati sajian jagung bakar atau hanya sekadar memesan kopi. Tak jauh dari situ ada pondok-pondok gelap seperti tak berpenghuni.

Empat pilar batu di jalan tersebut masih menyisakan tanda jika tempat tersebut dulunya pernah ramai. Sisa-sisa bangunan dan beberapa pondokan terlihat suram tanpa pencahayaan yang kuat. Bukan mustahil masyarakat akan beranggapan jika lokasi itu sebagai tempat setan bersarang, atau sekadar tempat berbuat dosa dengan budget rendah.

Riau Pos sempat berbincang-bincang dengan salah satu pelanggan di salah satu kedai milik pedagang yang berjualan di luar pagar sekeliling Bandar Serai. Dikatakannya, kondisi gelap saat ini memberikan kesempatan muda-mudi untuk memadu kasih di tempat yang tidak seharusnya.

"Ada juga yang seperti itu, di semak-semak, di tempat gelap. Kalau ada motor nggak ada orangnya, ya bisa jadi itu," kata A sambil meminum kopi hitamnya.

Baca Juga:  Mudik Pakai Motor Tidak Boleh Boncengan

A juga mengatakan, pondok-pondok yang gelap tak berlampu juga kerap menjadi sarang maksiat. Biasanya cukup memesan makanan atau minuman, pasangan akan masuk ke dalam pondok tersebut.

Perempuan paruh baya yang sedang menyiapkan hidangan untuk pembeli menimpali, di sekitar Bandar Serai, jalanan gelap dan sepi juga pernah terjadi penjambretan. Di mana sepasang muda-mudi sedang mojok, kemudian berteriak-teriak mencari pertolongan karena gawai dan perhiasannya dirampas.

"Belum lama ini, ada muda-mudi, dirampas Hp sama kalungnya, teriak-teriak minta tolong ke sini," ucap wanita yang tak mau disebutkan namanya itu.

Ia bercerita, di belakang Bandar Serai dulu sempat ramai orang-orang yang berjualan jagung. Namun karena sepinya pelanggan, para penjual pun berpindah ke tempat lain dan menjadikan sekeliling tempat ini semakin sepi. Menurutnya, para pedagang itu berpindah lokasi, dominan ke Stadion Utama Riau. Ada juga ke Bundaran Keris. Itu dilakukan mereka agar dapat mencukupi keperluan sehari-hari juga untuk mengisi kampung tengah (perut).

Di tempatnya berjualan, kini hanya ia seorang diri dengan ditemani sang suami. Lokasinya berada di samping kanan gedung Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim). Masih berbahan kayu dan menyewa. Ia akan menutup jualannya jika sudah pukul 23.00 WIB atau jika sudah mengantuk. Katanya, setelah para pengamen yang sempat tinggal di rumahnya telah menikah membuat suasana sepi. Ditanya mengapa merawat pengamen, jawabnya, kasihan.

"Kasihan mereka mau tinggal di mana coba. Selain itu karena kami juga belum dapat momongan," akunya.

Saat ditanyai terkait rencana pemerintah membangun Quran Center (QC) di lokasi ini, kebanyakan pedagang mengaku sama sekali tidak mengetahuinya. Beberapa di antaranya mengatakan sempat mendengar kabar tersebut, namun memilih melihat dulu tindakan pemerintah ke depannya.

"Kabarnya ada mau dibangun, tapi nggak tahu juga. Sampai sekarang nggak ada tanda-tandanya," kata Hendrik.

"Saya nggak tahu kalau akan dibangun Quran Center di sini," ujar pedagang lainnya.***

Lokasi di sekitar Bandar Serai punya riwayat yang panjang. Selain bagian dalamnya, sisi kiri, kanan, dan belakangnya juga punya banyak kisah. Tantangan besar tentunya jika Quran Center (QC) dibangun di sini. Pasalnya berbagai jejak hitam ada di sana. Namun setidaknya suasana remang-remang di sana bisa diterangi cahaya Alquran.

Laporan: MUJAWWAROH ANNAFI (Pekanbaru)

- Advertisement -

PULUHAN pedagang jagung bakar berderet di sepanjang Jalan Sudirman, Pekanbaru. Mulai dari Jalan Parit Indah hingga Jalan Datuk Wan Abdul Jamal. Kursi-kursi plastik yang didominasi dengan warna hijau menghiasi trotoar jalanan menanti pengunjung yang ingin menghabiskan waktu di daerah tersebut.

Hadirnya para pedagang di tepi jalan tersebut seolah menjadi wajah Pekanbaru saat malam. Salah seorang pedagang yang berjualan di depan pagar Bandar Serai bercerita, ia telah bertahun-tahun berjualan minuman di sana. Saat malam, khususnya di bagian depan Bandar Serai, memang selalu ramai.

- Advertisement -

Jagung bakar seolah sudah menjadi ciri khas di daerah tersebut. Tak perlu menunggu musim jagung untuk dapat menikmati jagung bakar, karena tempat tersebut sudah menyediakannya setiap hari setiap malam. "Setiap malam jagung bakar ini. Sudah seperti ciri khasnyalah," kata pedagang minuman bernama Hendrik tersebut.

Hendrik menuturkan, dahulu pemerintah sempat membuat Taman Labuai atau pusat kuliner yang berada di Jalan OK M Jamil. Seiring berjalannya waktu taman tersebut sepi pengunjung. Kemudian pemerintah meminta pedagang untuk pindah dari lokasi dan berencana membangun Taman Labuai menjadi pusat kuliner seperti di Bundaran Keris di Jalan Pattimura Pekanbaru. Saat ini hanya satu dua pedagang yang masih bertahan. "Tapi tak tahu juga kapan itu akan direalisasikan, kabarnya tahun ini atau tahun depan," tukasnya.

Bandar Serai saat ini justru lebih terkenal dengan Anjung Seni Idrus Tintin-nya sebagai pusat pagelaran seni. Tak jauh dari situ, juga berdiri Kantor Dinas Pariwisata Provinsi Riau. Setiap harinya masyarakat memanfaatkan lapangan Purna-MTQ untuk beraktivitas, seperti joging, berkumpulnya komunitas, dan kegiatan-kegiatan lainnya.

Salah satu pihak keamanan Bandar Serai, Hendry menuturkan, setiap harinya Bandar Serai selalu ramai pengunjung. Pihaknya juga mengizinkan masyarakat melakukan berbagai aktivitas di lapangan, mulai pukul 06.00–23.00 WIB. "Tiap hari ada saja orang beraktivitas di sini, dari seniman, komunitas, atau buat foto-foto," katanya.

Baca Juga:  Thailand dan Australia Konfirmasi Kematian Pertama akibat Virus Corona

Hendry menjelaskan pihaknya hanya menjaga keamanan di dalam lapangan Bandar Serai, sedangkan untuk di luar pagar bukan menjadi tanggung jawab pihak keamanan. Saat disinggung terkait ramainya para penjual jagung bakar, ia tidak memungkiri jika jagung bakar seolah-olah sudah menjadi salah satu ikon Pekanbaru. "Kayak sudah jadi ikon. Bahkan ada yang bilang kalau belum makan jagung di sekitar MTQ belum sah ke Pekanbaru," ucapnya.

Remang dan Maksiat
Gemerlap lampu di depan pagar Bandar Serai tak sama dengan di sekeliling lokasi ini pada bagian belakang. Masuk ke Jalan Datuk Wan Abdul Jamal, jalanan mulai sepi, dan hanya ada beberapa pedagang yang berjualan. Sedikit ke dalam tepatnya di belakang Anjungan Seni Idrus Tintin, Jalan Datuk Wan Abdul Jamal semakin gelap, lampu jalanan padam, dan pepohonan rindang di kiri kanan jalan bisa saja membuat seseorang merasa merinding saat lewat di malam hari.

Mengitari lapangan Bandar Serai Pekanbaru sudah pasti akan melewati Jalan OK M Jamil. Beberapa pedagang jagung terlihat di jalan tersebut. Kursi-kursi plastik juga tidak turut absen. Beberapa sepeda motor juga terlihat parkir untuk menikmati sajian jagung bakar atau hanya sekadar memesan kopi. Tak jauh dari situ ada pondok-pondok gelap seperti tak berpenghuni.

Empat pilar batu di jalan tersebut masih menyisakan tanda jika tempat tersebut dulunya pernah ramai. Sisa-sisa bangunan dan beberapa pondokan terlihat suram tanpa pencahayaan yang kuat. Bukan mustahil masyarakat akan beranggapan jika lokasi itu sebagai tempat setan bersarang, atau sekadar tempat berbuat dosa dengan budget rendah.

Riau Pos sempat berbincang-bincang dengan salah satu pelanggan di salah satu kedai milik pedagang yang berjualan di luar pagar sekeliling Bandar Serai. Dikatakannya, kondisi gelap saat ini memberikan kesempatan muda-mudi untuk memadu kasih di tempat yang tidak seharusnya.

"Ada juga yang seperti itu, di semak-semak, di tempat gelap. Kalau ada motor nggak ada orangnya, ya bisa jadi itu," kata A sambil meminum kopi hitamnya.

Baca Juga:  Kasetpres Wakili Presiden Jokowi Serahkan Bantuan Banjir

A juga mengatakan, pondok-pondok yang gelap tak berlampu juga kerap menjadi sarang maksiat. Biasanya cukup memesan makanan atau minuman, pasangan akan masuk ke dalam pondok tersebut.

Perempuan paruh baya yang sedang menyiapkan hidangan untuk pembeli menimpali, di sekitar Bandar Serai, jalanan gelap dan sepi juga pernah terjadi penjambretan. Di mana sepasang muda-mudi sedang mojok, kemudian berteriak-teriak mencari pertolongan karena gawai dan perhiasannya dirampas.

"Belum lama ini, ada muda-mudi, dirampas Hp sama kalungnya, teriak-teriak minta tolong ke sini," ucap wanita yang tak mau disebutkan namanya itu.

Ia bercerita, di belakang Bandar Serai dulu sempat ramai orang-orang yang berjualan jagung. Namun karena sepinya pelanggan, para penjual pun berpindah ke tempat lain dan menjadikan sekeliling tempat ini semakin sepi. Menurutnya, para pedagang itu berpindah lokasi, dominan ke Stadion Utama Riau. Ada juga ke Bundaran Keris. Itu dilakukan mereka agar dapat mencukupi keperluan sehari-hari juga untuk mengisi kampung tengah (perut).

Di tempatnya berjualan, kini hanya ia seorang diri dengan ditemani sang suami. Lokasinya berada di samping kanan gedung Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim). Masih berbahan kayu dan menyewa. Ia akan menutup jualannya jika sudah pukul 23.00 WIB atau jika sudah mengantuk. Katanya, setelah para pengamen yang sempat tinggal di rumahnya telah menikah membuat suasana sepi. Ditanya mengapa merawat pengamen, jawabnya, kasihan.

"Kasihan mereka mau tinggal di mana coba. Selain itu karena kami juga belum dapat momongan," akunya.

Saat ditanyai terkait rencana pemerintah membangun Quran Center (QC) di lokasi ini, kebanyakan pedagang mengaku sama sekali tidak mengetahuinya. Beberapa di antaranya mengatakan sempat mendengar kabar tersebut, namun memilih melihat dulu tindakan pemerintah ke depannya.

"Kabarnya ada mau dibangun, tapi nggak tahu juga. Sampai sekarang nggak ada tanda-tandanya," kata Hendrik.

"Saya nggak tahu kalau akan dibangun Quran Center di sini," ujar pedagang lainnya.***

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari