JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Kursi pimpinan MPR menjadi incaran hampir semua partai politik (Parpol) yang lolos ke parlemen. Sebagian besar sudah terang-terangan menginginkan jabatan strategis di Senayan itu. Diprediksi akan muncul tiga opsi dalam mengisi kursi pimpinan lembaga tinggi negara tersebut. Koalisi yang terjadi pada pilpres kemungkinan akan mencair.
Hendrawan Supratikno, anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan itu mengatakan, pengisian kursi pimpinan MPR menjadi isu menarik, karena jabatan itu bisa dijadikan instrumen untuk memfasilitasi terjadi rekonsiliasi. Kondisi politik menjelang pengisian jabatan di Senayan masih sangat cair. Parpol sudah menyampaikan keinginannya menduduki jabatan MPR.
Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar misalnya, kata dia, terang-terangan menginginkan kursi ketua umum MPR. Dari sembilan partai yang lolos ke Senayan, hanya PKB yang mengajukan ketua umumnya menjadi ketua MPR. “Yang lain tidak ada,†terang dia saat menjadi pembicara dalam acara diskusi di Media Center DPR RI kemarin (22/7).
Legislator asal Jawa Tengah itu mengatakan, jika melihat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 17/2017 Tentang MD3 dijelaskan bawah pimpinan MPR dipilih dalam satu paket yang terdiri dari satu calon ketua dan empat calon wakil ketua. “Dipilih dalam sistem paket,†ucap dia.
Ketua DPP PDI Perjuangan itu mengatakan, pada periode 2019 – 2024 ada 9 fraksi di DPR RI. Menurut dia, kemungkinan akan muncul tiga opsi dalam pengisian jabatan pimpinan MPR. Opsi pertama adalah aklamasi. Untuk mencapai aklamasi diperlukan figur. Pada 2009, pemilihan pimpinan MPR dilakukan secara aklamasi, karena ada figur seperti Taufiq Kiemas. Apakah sekarang figur seperti Taufiq yang mempunyai komunikasi politik hebat.
Opsi kedua, ucap dia, akan muncul tiga paket pimpinan yang diajukan partai. Setiap paket dikoordinatori partai tiga besar yaitu, PDIP, Partai Golkar, dan Partai Gerindra. Jadi, masing-masing paket diusung tiga partai plus DPD. “Jadi, 9 partai parlemen akan terbagi menjadi tiga paket berbeda,†jelas dia.
Kemudian opsi ketiga adalah paket tengah yaitu, tiga partai besar di parlemen gabung menjadi satu mengusulkan satu paket yaitu, PDIP , Partai Golkar, dan Partai Gerindra plus satu partai lagi. Jadi, menjadi empat partai ditambah DPD. Suara empat partai itu sudah lebih dari 300 kursi. Hendrawan mengatakan, jika hal itu yang terjadi, maka partai-partai besar itu jelas akan menang dalam pengisian jabatan pimpinan MPR.
Ahmad Baidowi, anggota DPR dari Fraksi PPP mengatakan, jika DPR sulit menentukan siapa yang menjadi ketua DPR, DPD bisa mengambil peran. Kekuatan DPD lebih besar dibanding jumlah fraksi di DPR. “Kenapa nggak DPD saja yang jadi ketua MPR,†terang Awiek, sapaan akrab Ahmad Baidowi yang juga menjadi pembicara dalam diskusi di DPR kemarin.
Jadi, ucap dia, komposisi ketua MPR berasal dari DPD. Kalau periode sebelumnya DPD gagal menjadi ketua MPR, periode ini bisa dicoba lagi. DPD bisa saja menjadi ketua MPR, karena dalam undang-undang tidak ada larangan. Semuanya masih serba mungkin. Hal itu tentu bisa menjadi pertimbangan dalam pengisian nanti.
Fary Djemi Francis, anggota DPR dari Fraksi Partai Gerindra mengatakan, jangan ada lagi paket 01 dan 02. Jika pake itu dimunculkan, maka sama saja menentang dua tokoh besar, Jokowi dan Prabowo yang sudah bertemu menyatukan bangsa. “Tidak ada lagi 01 dan 02 dan wadahnya ada di MPR,†terang dia.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Demokrat Syarief Hasan mengklaim partai Demokrat paling bisa diterima di antara partai-partai yang lain dalam pengisian pimpinan MPR. “Bagus sekali kalau ketua MPR dijabat Demokrat,†kata Syarief.(lum/mar/jpg)
Editor: Eko Faizin