Angka penyebaran Covid-19 hingga saat ini belum turun signifikan. Kasusnya justru naik dari hari ke hari. Di Riau, penyebaran wabah tersebut bukan hanya di kawasan perkotaan saja, namun sudah sampai ke pedesaan. Kearifan lokal diyakini bisa menjadi solusi menekan angka penyebaran yang semakin liar, terutama di tengah masyarakat yang masih memegang teguh tradisi.
Laporan: PANJI AHMAD SYUHADA (Pekanbaru)
PEKANBARU (RIAUPOS.CO) — Pandemi Covid-19 masih menghantui masyarakat di Bumi Lancang Kuning. Dampak dari virus ini telah menyerang seluruh sektor. Bahkan juga sudah masuk ke seluruh lapisan masyarakat. Di kawasan pedesaan, masyarakat yang masih memegang teguh tradisi dan budaya diyakini dapat lebih mudah menangkal wabah itu. Apalagi, peran-peran tokoh setempat sangat berpengaruh terhadap kepatuhan masyarakat.
"Peran tokoh masyarakat itu sangat penting. Di daerah-daerah misalnya, kearifan lokal bisa menjadi solusi penanggulangan wabah Covid-19 tersebut," kata Ketua Forum Komunikasi Pemuka Masyarakat Riau (FKPMR) Dr drh Chaidir MM, saat menjadi narasumber Riau Pos Focus Group Discusion (FGD), Rabu (25/11).
Kegiatan yang dipandu Lismar Sumirat ini juga menghadirkan Rektor Universitas Lancang Kuning Dr Junaidi SS MHum sebagai narasumber. Temanya membahas Kearifan Lokal untuk Menangkal Penyebaran Covid-19.
Menurut Chaidir, di kawasan perkampungan, tradisi dan budaya masih dipegang teguh oleh masyarakat setempat. Peran-peran tokoh adat sangat didengar. Ini merupakan kearifan lokal yang mesti terus dipelihara dan dimanfaatkan untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19.
"Sedikit cerita bahwa di kampung saya itu hari pekannya hari Jumat. Jadi dulu kalau ada hal penting, petugas desa keliling bawa talempong atau pentungan. Di situlah pengumuman, maupun imbauan penting disampaikan, karena dulu belum ada handphone. Itu merupakan cara memberi tahu ke masyarakat," ujar Chaidir.
Menurutnya, tidak ada salahnya jika hal-hal unik seperti itu bisa diterapkan kembali dalam situasi seperti sekarang ini. Lantaran ini diyakini dapat menarik perhatian kalangan milenial dan masyarakat modern.
"Karena ini bisa jadi salah satu cara menyampaikan imbauan bahaya Covid-19. Saya kira hal-hal unik nggak ada salahnya jika dimunculkan kembali," katanya.
Selanjutnya, masih banyak lagi kearifan lokal yang kiranya perlu diterapkan di era modern seperti ini. Misalnya pemerintah membuat selebaran imbauan dengan bahasa daerahnya masing-masing. Membuat tagline menggunakan bahasa daerah, masyarakat menyiapkan cemilan sirih dan pinang yang diyakini mengandung antioksidan dan juga memelihara tradisi rumah panggung yang memiliki bak kecil dekat tangga untuk sarana cuci tangan dan kaki sebelum masuk rumah.
Hal ini menurut Chaidir, adalah kearifan lokal yang bisa terus dipelihara untuk menjaga esensi budaya dan mencegah penyebaran Covid-19 di daerah.
"Tak kalah pentingnya juga peran tokoh-tokoh setempat untuk selalu memberikan pemahaman dan imbauan kepada warganya," tuturnya.
Menurut Budayawan Riau Dr Junaidi SS MHum, persoalan Covid-19 di Bumi Lancang Kuning perlu menekankan dari sisi edukasinya. Edukasi yang disesuaikan dengan gaya hidup masyarakat di suatu daerah tersebut.
"Yang susahnya itu mereka bilang tak ada corona, tak percaya dengan virus. Nah itu yang mesti kita berikan pemahaman," ujar Rektor Unilak ini.
Caranya, yaitu dengan mengoptimalkan peran tokoh-tokoh di kampung tersebut yang menjadi panutan agar mampu menyampaikan pemahaman dan imbauan. Kemudian, obat-obatan tradisional yang merupakan warisan masyarakat terdahulu diyakini juga bisa jadi penangkal. Menurut Junaidi, walaupun belum terbukti secara medis namun setidaknya bisa menimbulkan sugesti dan keteguhan hati yang kuat.
"Jadi obat-obatan tradisional itu setidaknya bisa meningkatkan imunitas tubuh. Sugesti muncul dan yakin, maka ini bisa jadi pendorong semangat untuk sembuh," tuturnya.
Tradisi-tradisi lama menurutnya perlu terus dipelihara. Lantaran bisa menjadi alternatif penanggulangan wabah. Di Riau, ada program polisi bersama LAM Riau, yaitu Jaga Kampung. Ini diyakini bisa menjadi spirit baru bagaimana mendorong gerakan masif untuk mengantisipasi wabah corona.
"Program ini bagus, ini spirit yang sangat bagus mengangkat kearifan lokal itu juga. Program ini mendorong untuk hal itu," ujar Junaidi.
Kemudian, sama halnya yang disampaikan Dr Chaidir tadi. Persoalan imbauan dan pendekatan melalui tokoh-tokoh setempat sangat penting lantaran panutan masyarakat tersebut tentunya lebih didengar petuahnya.
"Media tradisional dan tokoh kampung sangat perlu saya rasa. Di Kuansing misal ada tradisi canang. Kemudian peran rumah ibadah, surau, masjid itu sangat penting mengedukasi masyarakat tentang corona ini. Dan jangan hanya tokoh formal tapi tokoh informal juga perlu," katanya.
Menjawab keraguan-keraguan masyarakat daerah tentang Covid-19, menurut Junaidi informasi yang disampaikan ke mereka perlu penyederhanaan. Hal itu agar dipahami lebih mudah. Junaidi menyadari, di kampung-kampung peran tetua adat sangat penting. Imbauan dan larangan menjaga kampung perlu dilakukan bersama, kebiasaan masyarakat gotong royong kuat kebersamaan masih sangat kuat. Apalagi dengan membuat kesepakatan bersama itu sangat efektif untuk menangkal wabah.
"Mungkin sampai ke peraturan desa yang mengatur, itu perlu di coba. Itu bisa jadi ada kesepakatan bersama. Misal penekanan untuk memakai masker itu sangat efektif menurut saya," ujarnya.
Selanjutnya, kedua narasumber ini sepakat bahwa mensosialisasikan Covid-19 tak hanya lewat cara-cara modern. Namun menggunakan media tradisional juga sangat perlu agar penyampaian tersebut lebih sederhana dan mudah dipahami masyarakat di daerah dan perkampungan.
"Ingat, peran tokoh itu sangat penting. Kultur masyarakat kita lebih hormat kepada tokoh. Bisa tokoh formal maupun informal," tutur Junaidi.***