PEKANBARU (RIAUPOS.CO) — Meski sudah menggelontorkan uang Rp400 miliar lebih, pemerintah dinilai belum mampu menekan angka penyebaran Covid-19 di Riau. Bahkan anggota DPRD Riau Ade Hartati menilai Pemprov Riau belum mampu melindungi rakyatnya.
"Bukti pemerintah tidak mampu melindungi rakyat. Sudah 7 bulan berjalan baru digunakan tidak lebih dari 50 persen dan masih menyisakan anggaran hampir Rp200 miliar. Sekiranya Pemprov Riau memiliki proyeksi keperluan yang benar, maka kasus penyebaran Covid-19 tidak mungkin tidak bisa dikendalikan," ungkap Ade Hartati kepada Riau Pos, Kamis (24/9).
Sementara anggota Komisi II DPR RI Syamsurizal menyarankan Pemprov Riau perlu kembali mengkaji ulang penataan anggaran terkait penanganan kasus Covid-19 di Riau. Menurutnya, sumber pendanaan Riau saat ini sudah terbatas. Karena itu kebijakan yang diambil Pemprov Riau mesti terarah dan terukur.
"Jadi pendanaan ini barangkali yang perlu dikaji ulang berkaitan dengan dana yang ada apakah di-refocusing lagi atau diformasi ulang lagi. Pendanaan ini memang tidak mudah juga mencari sumber yang diperlukan," kata Syamsurizal.
Dia memahami upaya Pemprov Riau yang saat ini bersusah payah dalam menangani kondisi seperti sekarang ini dengan peningkatan jumlah kasus positif di Riau yang semakin hari terus bertambah. Apa lagi di tengah keterbatasan tenaga dan fasilitas penunjang lainnya yang minim.
"Riau kan sudah zona merah sekarang, bahkan mau menghitam. Jadi gelagapan juga nih sekarang Pak Gubernurnya mencari hotel untuk disepakati menampung korban-korban yang terpapar Covid-19 itu sekarang. APD terbatas, tenaga kesehatan terbatas dan pendanaan juga terbatas," ujarnya.
Tokoh masyarakat Riau Datuk Al azhar mengatakan, salah satu tupoksi Pemprov Riau di masa otonomi daerah ini adalah mengkoordinasikan daerah otonom (kabupaten/kota). Jadi, wajar kalau Pemprov Riau terus meminta kabupaten/kota meningkatkan kinerjanya dalam penanganan Covid-19 ini.
Namun, menurut Al azhar dibandingkan dengan awal-awal penularan Covid-19 yang lalu, desakan Pemprov Riau ke kabupaten /kota memang terkesan agak berkurang atau tidak sebanding dengan fakta peningkatan amat tajam kasus penularan di provinsi ini. "Harus ada kebijakan yang lebih tegas dan cara yang lebih 'keras' agar jajaran pemkab/pemko lebih peduli pada warganya," ujar Al azhar kepada Riau Pos.
Dalam pada itu pengamat sosial Mukhlis Ilmi menilai kebiasaan masyarakat di Riau yang menganggap enteng persoalan Covid-19 ini membuat keadaan semakin buruk. Peningkatan kasus Covid-19 yang naik tajam akhir-akhir ini mestinya jadi pelajaran untuk lebih taat akan protokol kesehatan, sesuai anjuran pemerintah.
"Kita lihat masih banyak warga yang anggap sepele masalah Covid-19 ini. Terutama di pusat keramaian, pasar, hingga tempat-tempat tongkrongan. Itu ramai dan banyak yang menabrak protokol kesehatan, harusnya saat ini kita lebih waspada," kata Mukhlis kepada Riau Pos.
Apalagi, saat ini wabah covid-19 juga sudah banyak memakan korban. Mulai dari kalangan umum, ASN hingga tenaga medis. Mukhlis menyebut, hal ini harusnya menjadi pelajaran berharga bagi masyarakat, dan juga tentunya bagi pemerintah untuk mengambil kebijakan yang solutif.
"Fenomenanya, masih banyak juga warga yang tak percaya akan Covid-19 ini, miris kita melihatnya. Akhirnya Riau berada di posisi 4 tertinggi di Indonesia belakangan ini. Yuk bersama, kita patuh dan taati protokol kesehatan jika berada di luar untuk menekan angka penyebaran," tuturnya.
Kondisi di Kabupaten/Daerah
Di Kota Dumai positif Covid-19 sudah meyebar di hampir semua kalangan dan profesi. Juru Bicara Gugus Tugas Covid-19 Kota Dumai dr Syaiful mengatakan, sebenarnya semua berpotensi tertular karena sampai saat ini belum ada antivirus yang ditemukan.
"Namun jika melihat siapa yang sudah terpapar mulai dari masyarakat umum, pekerja perusahaan, pedagang, ASN (dokter, perawat, pegawai, polisi, honorer dan instan vertikal lainnya). Jadi hampir semua kalangan sudah terpapar," terangnya.
Ia menjelaskan dari 810 kasus positif hingga Rabu (30/9), jika dipersentasekan paling banyak itu dari masyarakat umum 50 persen, pekerja perusahaan 25 persen, pedagang 15 persen dan ASN 10 persen.
"Tentu ini angka global. Kalau pastinya tentu harus dicek satu per satu apa pekerjaan pasien positif Covid-19 dan itu belum kami lakukan. Angka ini secara umum," terangnya.
Begitu juga di Bengkalis, dari ratusan pasien mayoritas yang terpapar adalah masyarakat umum, karyawan swasta, aparatur sipil negara (ASN), tenaga kesahatan, dan lain-lain. Juru Bicara Satgas Covid-19 Kabupaten Bengkalis Ns Popy Yulia Santisa SKep mengatakan saat ini banyak tertular dari pasien yang sebelumnya terkonfirmasi positif Covid-19. "Jadi penularan akibat kontak erat dengan pasien positif Covid-19. Jadi hasil dari tracing," jelas Popy yang juga Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular di Dinas Kesehatan Bengkalis itu.
Di Pelalawan menurut Kepala Dinas Kesehatan Pelalawan H Asril SKM MKes penyebaran kasus pasien positif di Negeri Amanah tersebut, mayoritas disumbangkan karyawan atau pekerja perusahaan yang beroperasi di Pelalawan.
"60 persennya disumbangkan karyawan atau pekerja perusahaan yang mayoritas berstatus OTG. Dan hal ini menjadi kebijakan perusahaan terhadap pekerjanya melalui pelaksanaan tes swab. Artinya, peningkatan ini bukan karena penyebaran virus ini dari Pelalawan, tapi adanya sejumlah karyawan perusahaan yang baru kembali dari luar kota dan dilakukan tes swab di Pekanbaru dengan hasilnya positif. Serta adanya sejumlah warga yang hendak bekerja di perusahaan dan saat swab, hasilnya ternyata terkonfirmasi," ujar Asril.
Kemudian, sambung Asril, untuk penyebaran virus corona ini di kalangan masyarakat biasa persentasenya sebesar 20 hingga 30 persen. Hanya saja untuk persentase penyebaran di kalangan PNS serta tenaga kesehatan tidak bisa disampaikannya. Hal ini guna menghindari terjadi kesalahpahaman dalam penyampaian informasi tersebut.
"PNS dan tenaga kesehatan memang ada yang positif, tapi kami tidak bisa menyampaikan persentasenya. Pasalnya, kami takut terjadi kesalahpahaman antarkalangan PNS dan juga tenaga kesehatan yang berujung terjadinya bulying atau cemoh atas upaya yang kami lakukan," ujarnya.Di Kuantan Singingi (Kuansing), salah seorang Juru Bicara Gugus Tugas Penanganan Penyebaran Covid-19 dr Amelia Nasrin membeberkan, kasus terbesar di Kuansing adalah klaster yang berasal dari tahanan dan salah satu bank. Dua kasus tersebut tercatat dalam kurun waktu yang berdekatan.
"Jika dibandingkan dengan daerah lain, untuk pasien Covid-19 dari tenaga kesehatan termasuk yang paling sedikit. Namun, di usia pelajar kita mencapai belasan," kata Amelia.
Sementara itu Kepulauan Meranti satu-satunya daerah yang belum ada pasien positif yang meninggal dunia. Kepala Dinas Kesehatan Kesehatan Kepulauan Meranti dr Misri Hasanto mengatakan, dari data yang dia himpun hingga Ahad (27/9), jumlah kasus terjangkit telah mencapai 51 kasus. Dari 51 kasus terjangkit itu 19 pasien masih dirawat dan diisolasi. "32 pasien yang terpapar telah dinyatakan sembuh. Hingga saat ini korban jiwa nihil," ujarnya.
Di Indragiri Hulu (Inhu), berdasarkan data yang ada, setiap warga juga berpotensi sebagai penular Covid-19. Bahkan tidak memandang status sosial, apakah masyarakat biasa atau yang bekerja sebagai PNS. Karena setiap melakukan kontak dengan orang yang memiliki gejala, sangat berpotensi tertular.
Kepala Dinas Kesehatan (Diskes) Inhu Elis Julinarti MKes menyebut sejauh ini yang menulari Covid-19 antara masyarakat biasa dengan warga yang bekerja di kantoran masih seimbang. Karena yang terpapar itu merupakan orang yang memiliki riwayat pernah kontak langsung.
"Siapapun yang punya riwayat kontak langsung, memiliki risiko tinggi," ucapnya.
Di Siak, Juru Bicara Gugus Tugas Covid-19 Budhi Yuwono menjelaskan yang paling banyak terpapar adalah karyawan swasta 48 persen, masyarakat umum 38 persen, ASN/Polri 9 persen, tenaga kesehatan 3 persen dan honorer.
"Sementara pasien yang meninggal karyawan tujuh orang atau 55 persen dan masyarakat umum enam orang atau 45 persen," ujarnya.
Di Rokan Hulu (Rohul) berdasarkan pekerjaan pasien terkonfirmasi positif Covid-19 yang paling banyak adalah karyawan perusahaan. Kepala Dinas Kominfo Rohul Drs Yusmar MSi menyebut masyarakat yang bekerja di perusahaan swasta yang terpapar sekitar 43,87 persen. Untuk tenaga kesehatan di bawah 10 persen dan ASN di bawah 20 persen.
"Kami imbau perusahaan yang beroperasi di Rohul untuk tetap mengingatkan karyawannya disiplin dan menerapkan protokol kesehatan Covid-19. Terus melaksanakan koordinasi dengan pemerintah daerah melalui Dinas Kesehatan Rohul," sebutnya.
Yusmar mengatakan, untuk penyebaran wabah Covid-19 di Rohul, dilihat dari data sudah mengarah kepada kontak lokal, di mana penyebaran dari orang ke orang. Di samping itu ada pasien dari luar daerah. Itu dibuktikan adanya pasien kontak erat.
Di Kampar, tenaga kesehatan cukup mendominasi pasien Covid-19 pasca-new normal. Total tenaga kesehatan di Kampar terkonfirmasi positif mencapai 78 orang. Yang meninggal dua di antaranya adalah dokter. Yakni dr Jon dan dr Oki Alfin. ASN di Kampar juga termasuk golongan yang cukup banyak terpapar. Kendati belum ada rincian dari Dinas Kesehatan terkait jumlahnya, namun bisa dipastikan sejumlah pejabat eselon di Kampar sempat dirawat karena reaktif Covid-19.
"Mereka adalah Kepala Dinas Perhubungan, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Perindustrian, Sekretaris Dinas Sosial dan Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup Kampar.Empat pejabat tersebut saat ini sudah dinyatakan sembuh dan sudah bertugas kembali," sebut Dedy Sambudi, Kepala Dinas Kesehatan Kampar.(hsb/esi/amn/ali/wir/mng/kas/epp/yas/end/sol/nda/yus/p/dof)