JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Konsumsi masyarakat yang rendah membuat pemerintah memutar otak mencari solusi. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu menuturkan, pemerintah tengah memfinalisasi pemberian bantuan sosial (bansos) bagi karyawan non-PNS dan BUMN senilai Rp600 ribu per bulan.
Febrio menjelaskan, bansos itu diberikan bagi karyawan yang memiliki gaji di bawah Rp5 juta. Kini, pemerintah memikirkan dengan matang skema pemberian bansos itu agar tepat sasaran.
"Ini bukan masalah besarannya, tapi bagaimana uang itu sampai ke kantong penerima. Ini sedang kita pikirkan bagaimana agar seefisien mungkin (menyasar penerima)," tuturnya di Jakarta, kemarin (6/8).
Kemenkeu memperkirakan kebutuhan anggaran pemberian bansos karyawan itu mencapai Rp31,2 triliun. Pihaknya berharap, adanya stimulus baru ini bisa mempercepat proses pemulihan ekonomi nasional (PEN).
Terpisah, Ketua Pelaksana Komite Penanganan Covid-19 dan PEN Erick Thohir menuturkan, tujuan utama pemberian bantuan gaji tambahan adalah mendorong konsumsi masyarakat. "Ini penting untuk menggerakkan perekonomian dan mendorong pemulihan ekonomi," terangnya kemarin. Gaji tambahan itu berbentuk bantuan langsung tunai.
Saat ini, program tersebut sedang difinalisasi untuk segera dijalankan Kemenaker. "Fokus bantuan pemerintah kali ini adalah 13,8 juta pekerja non-PNS dan BUMN yang aktif terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan (BPJS TK, red)," lanjut pria yang juga Menteri BUMN itu.
Para pekerja yang dipilih adalah yang nilai iurannya di bawah Rp150 ribu per bulan. Yang artinya gaji bulanan mereka di bawah Rp5 juta.
Bantuan tersebut nilainya Rp600 ribu per bulan selama 4 bulan. Direncanakan untuk dimulai pada September mendatang. Pencairannya dilakukan dua kali atau per dua bulan, langsung ke rekening masing-masing pekerja. Artinya, dalam sekali pencairan, mereka mendapatkan Rp1,2 juta.
Bantuan gaji untuk pekerja menjadi bagian dari berbagai program jaring pengaman sosial dampak Covid-19. Hanya saja, bantuan kali ini lebih ditujukan untuk memacu lebih banyak perputaran uang di masyarakat. Sebagai bagian dari program pemulihan ekonomi nasional. Di mana pertumbuhan ekonomi Indonesia salah satunya dipengaruhi oleh tingkat konsumsi masyarakat.
Terpisah, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan Roeslani mengapresiasi kebijakan bansos karyawan tersebut. Rencananya pemerintah akan memberikan bantuan sebesar Rp600 ribu selama 4 bulan dan diberikan per 2 bulan. "Hal itu sangat positif karena akan mendorong konsumsi dan menjaga daya beli, sekaligus menahan penurunan perekonomian di Indonesia di masa mendatang," tuturnya di Jakarta, kemarin (8/6).
Selain itu, menurut Rosan, sangat penting untuk diperhatikan adalah penyaluran kredit modal kerja bagi UMKM dan mikro yang harus segera dilakukan agar dampak pandemi terhadap pengangguran dan perekonomian tidak semakin dalam. "Untuk mengurangi kontraksi yang sangat besar di kuartal 3-2020, karena apabila tidak segera direalisasikan maka proses recovery akan semakin panjang," terang dia.
Kadin pun mengharapkan pemerintah mempercepat implementasi kebijakan bagi dunia usaha dan UMKM, juga belanja anggaran pemerintah agar diperbesar dan dipercepat. "Ini untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan guna menjaga daya beli masyarakat pemberian bantuan langsung tunai (BLT) dan program Prakerja harus segara dipercepat," ujarnya.
Senada, rencana pemerintah untuk memberikan bansos pada pekerja ini disambut positif oleh organisasi serikat pekerja/buruh. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal berharap, program pemberian bantuan gaji kepada buruh ini bisa segera direalisasikan. Apalagi, di masa pandemi Covid-19 ini banyak buruh yang tidak mendapatkan upah penuh. "Dampaknya adalah daya beli buruh turun," ujarnya.
Menurut dia, bantuan serupa sebetulnya sudah pernah diusulkan oleh pihaknya. yakni berupa program subsidi upah bagi buruh terdampak Covid-19. Dengan adanya subsidi upah ini maka manfaatnya bisa langsung dirasakan oleh buruh yang turun daya belinya. "Program ini hampir mirip dengan subsidi upah di beberapa negara, seperti di Selandia Baru, Eropa Barat, Singapura, dan Australia," katanya.
Meski sepakat dengan program tersebut, KSPI juga menekankan juga soal ketepatan sasaran dan tepat guna. Pemerintah didesak untuk memastikan data 13 juta buruh yang akan menerima bantuan itu valid. "Tentunya disertai dengan pengawasan yang ketat terhadap implementasi program tersebut," tegasnya.(dee/byu/wan/jpg)