Dumai nan Seksi, Permai Sebuah Mimpi

Kota Dumai dikenal sebagai kota industri dan pelabuhan. Berada di gerbang pantai timur Sumatera yang ombaknya sampai ke Malaysia dan Singapura. Disambungkan dalam trase jalur Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS). Dengan geografis nan strategis, keseksian Dumai menjadi bagian perwujudan mimpi besar pertumbuhan ekonomi yang kemudian bernama Permai.

Laporan EKA G PUTRA, Pekanbaru

- Advertisement -

SARPUL (46) dengan sepeda yang sudah berkarat, tampak memasuki tempat pembuangan akhir (TPA) Muara Fajar. Pembuangan sampah yang cukup luas di tepian Kota Pekanbaru tersebut saban hari didatangi beberapa orang yang sudah kebal indera penciumannya.

"Rezeki masing-masing," katanya sembari mengais tumpukan sampah yang baru dibongkar truk.

- Advertisement -

TPA Muara Fajar luas, kira-kira 6 hektare. Terletak di Kelurahan Muara Fajar, Kecamatan Rumbai, Kota Pekanbaru, berbatasan langsung dengan Desa Minas Jaya, Kabupaten Siak. Dari berbagai kecamatan di Pekanbaru, dominan sampah memang bermuara hingga menggunung di sini.

Sarpul memang tampak lebih tua dari usianya. Dengan pengait dari besi, tangannya cekatan menggali gunung sampah. Dibalut sarung tangan yang kelihatannya semula berwarna terang, pun sudah menghitam. Botol, kaleng, dan beberapa benda berbahan plastik tampak sudah hafal dengan jemarinya. Seperti punya chemistry, langsung nempel. “Masih bisa dijual ini. Dikilokan jadi duit,” bangganya sembari memasukkan benda-benda yang menurutnya memiliki nilai jual ke dalam karung.

Terasa karung sudah terisi. Matahari mulai meninggi. Sarpul harus ke pengumpul barang bekas. Sebelum siang menjelang, dia kemudian pulang, membawa uang agar beras di dapur dapat ditanak dari yang dibelinya agak segantang (satuan ukuran isi kira-kira 3,125 kilogram).

Jalan pulang, Sarpul tak menaiki sepedanya lagi. Karung yang sudah penuh diikatnya di batang bagian tengah sepeda hingga menutupi tempat duduk. Ia pun harus mendorong sekitar satu kilometer. Di perjalanan, Sarpul tampak risih diajak berbincang. Keringatnya diganti tawaran air mineral menjadikan cahaya mentari malu-malu menembus dedaunan di daerah Muara Fajar mengawali Februari 2020 kala itu.

"Saya tinggal jauh, belasan kilometer ke dalam sana," katanya menunjuk sisi berlawanan arah langkah menapaki akhir pekan itu.

Memang, masih di wilayah Muara Fajar, namun lebih ke dalam. Sementara pengumpul barang bekas yang dituju tak jauh dari jalan lintas Pekanbaru-Minas. Sarpul tak dapat menyembunyikan keluhannya ketika disinggung tempatnya mengais rejeki dengan tempat tinggalnya. Bukan karena jarak. Karena baginya jarak dan waktu sama-sama belum berpihak jelang separuh abad usia. Namun keluhannya karena pekerjaan pembangunan proyek tol.

"Berapa ya, empat-lima tahun lalu mungkin ya. Mau dibangun jalan katanya. Tempat saya lalu lalang pun tertutup dan harus memutar," keluhnya.

Dengan kondisi terkini di lapangan, keluhan dimaksud Sarpul berada tak jauh dari gerbang tol Pekanbaru di Muara Fajar. Namun sejak dua tahun terakhir, dia bersama warga lainnya di dalam Desa Muara Fajar tak lagi harus memutar jauh jika ingin ke jalan besar.  "Banyak katanya dibangun jembatan kecil-kecil di atas jalan itu. Termasuk ke arah rumah saya. Jadi, sudah tak mutar jauh lagi," aku Sarpul.

Jembatan dimaksudnya disebut overpass. Dalam proyek ini, terdapat 87 overpass yang membentang di sepanjang 131 kilometer. Juga terdapat 13 unit jembatan, 14 unit underpass, 221 unit box culvert dan 13 unit box underpass.

Tol Pekanbaru-Dumai, merupakan bagian dari backbone ruas jalur tol trans sumatera yang membentang di sepanjang kaki bukit barisan. Jika menilik peta pulau Sumatera, Riau secara geografis berada tepat di tengah-tengah pulau dengan sebutan Andalas ini. Dumai pun, sudah sejak lahirnya, memang digadang-gadang pada era 2.000-an, bakal menjadi naga perekonomian Riau, Suwarnadwipa (sebutan lain pulau sumatera) umumnya.

Pekdum Menjadi Permai
Tol Pekdum, begitu disingkat pada awal pembangunannya. Merupakan ruas ‪jalan yang melintasi lima kabupaten/kota sekaligus di Riau‬. Pekanbaru, Siak, Kampar, Bengkalis, dan Dumai. Sebuah mimpi besar pemerintah daerah sejak satu dekade terakhir, agar konektivitas ibukota Provinsi (Pekanbaru) dengan kota terbesar dan kota industri serta pelabuhan (Dumai) yang berbatasan dengan provinsi tetangga Sumatera Utara dapat dijangkau efektif dan efisien.‬‬‬‬

Gayung pun bersambut, pemerintah pusat menyiapkan interkoneksi ruas jalan tol di Sumatera, luar Pulau Jawa. Panjangnya membentang Lampung hingga Aceh.

Pekdum pun dimulai dari perencanaan awal. Selepas 2010-an silam sudah mulai dibahas, gubernurnya Rusli Zainal ketika itu. Kemudian masuk pembebasan lahan, 2014, gubernurnya H Annas Maamun. Kemudian pekerjaan dimulai setelah berbagai rintangan dilalui. 2016, mulai eksekusi, gubernurnya H Arsyadjuliandi Rachman. Kini, menanti peresmian di periode Gubernur H Syamsuar.

PT Hutama Karya (HK) ditunjuk Presiden melalui Kementerian PU kemudian ke Kementerian BUMN sebagai eksekutor. Direktur utama perusahaan plat merah ini pun sudah silih berganti. Pada penyerahan pekerjaan ini di 2014, I Gusti Ngurah Putra menjadi Direktur Utama PT Hutama Karya (Persero). Beberapa kali menggelar rapat dan pertemuan dengan gubernur kala itu.

Gusti Ngurah Putra pun optimis dengan rencana pekerjaan proyek tol di Riau ini dalam perbincangan dengan Riau Pos ketika itu. Ia menggantikan Tri Widjajanto Joedosastro sebagai dirut sebelumnya. Di perjalanan, giliran Bintang Perbowo memimpin selama kurang lebih dua tahun memegang estafet I Gusti Ngurah Putra.

Bintang yang beberapa kali ditemui Riau Pos berkunjung langsung ke tol Pekanbaru-Dumai, hingga memimpin apel upacara di gerbang tol Pekanbaru pada peringatan hari kemerdekaan 17 Agustus 2019 lalu. Optimisme Bintang Perbowo pun tak kalah, terlebih ketika mendampingi Presiden dan jajaran kabinet meninjau ruas tol ini pada Februari 2020. Kini, suksesornya Budi Harto. Yang di masa kepemimpinannya, diharapkan keseluruhan JTTS segera beroperasi.

Penugasan HK secara resmi diterima melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 100 Tahun 2014, kemudian diperbarui menjadi Perpres Nomor 117 Tahun 2015, juga ada Perpres baru yang keluar hingga 2020 ini. Hutama Karya diberi amanah mengembangkan 2.770 kilometer jalan tol di Sumatera dengan prioritas 8 ruas pertama hingga tahun 2019 sepanjang 650 kilometer.

2015, PT Hutama Karya mendirikan anak perusahaan baru di bidang konstruksi infrastruktur jalan tol dan jembatan untuk mendukung mandat pemerintah tersebut. Mulai lahirnya PT Hutama Karya Infrastruktur, PT Hutama Karya Realtindo, PT Hakaaston, Bhirawa Steel hingga PT Nusa Pratama Properti. Penugasan ini merupakan salah satu tonggak penting dalam sejarah perusahaan, karena pada masa inilah HK mulai menuliskan sejarah barunya sebagai pengembang infrastruktur terkemuka Indonesia atau Indonesia’s Most Valuable Infrastructure Developer.

Seiring waktu, jelang akhir 2019, ruas jalan tol pun mulai terlihat cantik. Molek kalau kata orang Melayu. Pun menjadi atensi publik. Bahkan, soal penamaan yang biasa disingkat Pekdum, turut menjadi hal yang diperbincangkan hangat. Salah seorang budayawan Riau, Prof Yusmar Yusuf menilai akan lebih elok disebut Tol Permai. Tokoh masyarakat Riau ini turut menyumbangkan saran pikiran perihal penamaan jalan tol di Riau. Menurut Yusmar, penamaan sebuah karya bangunan, sebaiknya bukan hasil dari mutilasi bunyi. "Kenapa disingkat dengan gaya-gaya huruf mati yang tak berarti? Pekdum. Mari kita mulai perkenalkan singkatan dengan makna Permai," kata dosen Studi Masyarakat Melayu di Unri tersebut.

Sumbang saran dari pemikiran tokoh ini pun ternyata bergulir. Dikabarkan turut menjadi pembahasan pihak terkait bersama pemerintah melalui kementerian terkait baik di daerah maupun di pusat. Hingga jelang memasuki 2020, semakin nyaring dan lantang disebut Permai.

 

Kota Dumai dikenal sebagai kota industri dan pelabuhan. Berada di gerbang pantai timur Sumatera yang ombaknya sampai ke Malaysia dan Singapura. Disambungkan dalam trase jalur Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS). Dengan geografis nan strategis, keseksian Dumai menjadi bagian perwujudan mimpi besar pertumbuhan ekonomi yang kemudian bernama Permai.

Laporan EKA G PUTRA, Pekanbaru

SARPUL (46) dengan sepeda yang sudah berkarat, tampak memasuki tempat pembuangan akhir (TPA) Muara Fajar. Pembuangan sampah yang cukup luas di tepian Kota Pekanbaru tersebut saban hari didatangi beberapa orang yang sudah kebal indera penciumannya.

"Rezeki masing-masing," katanya sembari mengais tumpukan sampah yang baru dibongkar truk.

TPA Muara Fajar luas, kira-kira 6 hektare. Terletak di Kelurahan Muara Fajar, Kecamatan Rumbai, Kota Pekanbaru, berbatasan langsung dengan Desa Minas Jaya, Kabupaten Siak. Dari berbagai kecamatan di Pekanbaru, dominan sampah memang bermuara hingga menggunung di sini.

Sarpul memang tampak lebih tua dari usianya. Dengan pengait dari besi, tangannya cekatan menggali gunung sampah. Dibalut sarung tangan yang kelihatannya semula berwarna terang, pun sudah menghitam. Botol, kaleng, dan beberapa benda berbahan plastik tampak sudah hafal dengan jemarinya. Seperti punya chemistry, langsung nempel. “Masih bisa dijual ini. Dikilokan jadi duit,” bangganya sembari memasukkan benda-benda yang menurutnya memiliki nilai jual ke dalam karung.

Terasa karung sudah terisi. Matahari mulai meninggi. Sarpul harus ke pengumpul barang bekas. Sebelum siang menjelang, dia kemudian pulang, membawa uang agar beras di dapur dapat ditanak dari yang dibelinya agak segantang (satuan ukuran isi kira-kira 3,125 kilogram).

Jalan pulang, Sarpul tak menaiki sepedanya lagi. Karung yang sudah penuh diikatnya di batang bagian tengah sepeda hingga menutupi tempat duduk. Ia pun harus mendorong sekitar satu kilometer. Di perjalanan, Sarpul tampak risih diajak berbincang. Keringatnya diganti tawaran air mineral menjadikan cahaya mentari malu-malu menembus dedaunan di daerah Muara Fajar mengawali Februari 2020 kala itu.

"Saya tinggal jauh, belasan kilometer ke dalam sana," katanya menunjuk sisi berlawanan arah langkah menapaki akhir pekan itu.

Memang, masih di wilayah Muara Fajar, namun lebih ke dalam. Sementara pengumpul barang bekas yang dituju tak jauh dari jalan lintas Pekanbaru-Minas. Sarpul tak dapat menyembunyikan keluhannya ketika disinggung tempatnya mengais rejeki dengan tempat tinggalnya. Bukan karena jarak. Karena baginya jarak dan waktu sama-sama belum berpihak jelang separuh abad usia. Namun keluhannya karena pekerjaan pembangunan proyek tol.

"Berapa ya, empat-lima tahun lalu mungkin ya. Mau dibangun jalan katanya. Tempat saya lalu lalang pun tertutup dan harus memutar," keluhnya.

Dengan kondisi terkini di lapangan, keluhan dimaksud Sarpul berada tak jauh dari gerbang tol Pekanbaru di Muara Fajar. Namun sejak dua tahun terakhir, dia bersama warga lainnya di dalam Desa Muara Fajar tak lagi harus memutar jauh jika ingin ke jalan besar.  "Banyak katanya dibangun jembatan kecil-kecil di atas jalan itu. Termasuk ke arah rumah saya. Jadi, sudah tak mutar jauh lagi," aku Sarpul.

Jembatan dimaksudnya disebut overpass. Dalam proyek ini, terdapat 87 overpass yang membentang di sepanjang 131 kilometer. Juga terdapat 13 unit jembatan, 14 unit underpass, 221 unit box culvert dan 13 unit box underpass.

Tol Pekanbaru-Dumai, merupakan bagian dari backbone ruas jalur tol trans sumatera yang membentang di sepanjang kaki bukit barisan. Jika menilik peta pulau Sumatera, Riau secara geografis berada tepat di tengah-tengah pulau dengan sebutan Andalas ini. Dumai pun, sudah sejak lahirnya, memang digadang-gadang pada era 2.000-an, bakal menjadi naga perekonomian Riau, Suwarnadwipa (sebutan lain pulau sumatera) umumnya.

Pekdum Menjadi Permai
Tol Pekdum, begitu disingkat pada awal pembangunannya. Merupakan ruas ‪jalan yang melintasi lima kabupaten/kota sekaligus di Riau‬. Pekanbaru, Siak, Kampar, Bengkalis, dan Dumai. Sebuah mimpi besar pemerintah daerah sejak satu dekade terakhir, agar konektivitas ibukota Provinsi (Pekanbaru) dengan kota terbesar dan kota industri serta pelabuhan (Dumai) yang berbatasan dengan provinsi tetangga Sumatera Utara dapat dijangkau efektif dan efisien.‬‬‬‬

Gayung pun bersambut, pemerintah pusat menyiapkan interkoneksi ruas jalan tol di Sumatera, luar Pulau Jawa. Panjangnya membentang Lampung hingga Aceh.

Pekdum pun dimulai dari perencanaan awal. Selepas 2010-an silam sudah mulai dibahas, gubernurnya Rusli Zainal ketika itu. Kemudian masuk pembebasan lahan, 2014, gubernurnya H Annas Maamun. Kemudian pekerjaan dimulai setelah berbagai rintangan dilalui. 2016, mulai eksekusi, gubernurnya H Arsyadjuliandi Rachman. Kini, menanti peresmian di periode Gubernur H Syamsuar.

PT Hutama Karya (HK) ditunjuk Presiden melalui Kementerian PU kemudian ke Kementerian BUMN sebagai eksekutor. Direktur utama perusahaan plat merah ini pun sudah silih berganti. Pada penyerahan pekerjaan ini di 2014, I Gusti Ngurah Putra menjadi Direktur Utama PT Hutama Karya (Persero). Beberapa kali menggelar rapat dan pertemuan dengan gubernur kala itu.

Gusti Ngurah Putra pun optimis dengan rencana pekerjaan proyek tol di Riau ini dalam perbincangan dengan Riau Pos ketika itu. Ia menggantikan Tri Widjajanto Joedosastro sebagai dirut sebelumnya. Di perjalanan, giliran Bintang Perbowo memimpin selama kurang lebih dua tahun memegang estafet I Gusti Ngurah Putra.

Bintang yang beberapa kali ditemui Riau Pos berkunjung langsung ke tol Pekanbaru-Dumai, hingga memimpin apel upacara di gerbang tol Pekanbaru pada peringatan hari kemerdekaan 17 Agustus 2019 lalu. Optimisme Bintang Perbowo pun tak kalah, terlebih ketika mendampingi Presiden dan jajaran kabinet meninjau ruas tol ini pada Februari 2020. Kini, suksesornya Budi Harto. Yang di masa kepemimpinannya, diharapkan keseluruhan JTTS segera beroperasi.

Penugasan HK secara resmi diterima melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 100 Tahun 2014, kemudian diperbarui menjadi Perpres Nomor 117 Tahun 2015, juga ada Perpres baru yang keluar hingga 2020 ini. Hutama Karya diberi amanah mengembangkan 2.770 kilometer jalan tol di Sumatera dengan prioritas 8 ruas pertama hingga tahun 2019 sepanjang 650 kilometer.

2015, PT Hutama Karya mendirikan anak perusahaan baru di bidang konstruksi infrastruktur jalan tol dan jembatan untuk mendukung mandat pemerintah tersebut. Mulai lahirnya PT Hutama Karya Infrastruktur, PT Hutama Karya Realtindo, PT Hakaaston, Bhirawa Steel hingga PT Nusa Pratama Properti. Penugasan ini merupakan salah satu tonggak penting dalam sejarah perusahaan, karena pada masa inilah HK mulai menuliskan sejarah barunya sebagai pengembang infrastruktur terkemuka Indonesia atau Indonesia’s Most Valuable Infrastructure Developer.

Seiring waktu, jelang akhir 2019, ruas jalan tol pun mulai terlihat cantik. Molek kalau kata orang Melayu. Pun menjadi atensi publik. Bahkan, soal penamaan yang biasa disingkat Pekdum, turut menjadi hal yang diperbincangkan hangat. Salah seorang budayawan Riau, Prof Yusmar Yusuf menilai akan lebih elok disebut Tol Permai. Tokoh masyarakat Riau ini turut menyumbangkan saran pikiran perihal penamaan jalan tol di Riau. Menurut Yusmar, penamaan sebuah karya bangunan, sebaiknya bukan hasil dari mutilasi bunyi. "Kenapa disingkat dengan gaya-gaya huruf mati yang tak berarti? Pekdum. Mari kita mulai perkenalkan singkatan dengan makna Permai," kata dosen Studi Masyarakat Melayu di Unri tersebut.

Sumbang saran dari pemikiran tokoh ini pun ternyata bergulir. Dikabarkan turut menjadi pembahasan pihak terkait bersama pemerintah melalui kementerian terkait baik di daerah maupun di pusat. Hingga jelang memasuki 2020, semakin nyaring dan lantang disebut Permai.

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya