JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) disebut tidak transparan dalam menjalankan Program Organisasi Penggerak (POP). Bahkan dari awal, khususnya terkait anggaran untuk menjalankan program tersebut.
Hal itu disampaikan oleh Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Fahriza Tanjung. Dia melanjutkan, berdasarkan jumlah ormas yang lolos dan dana yang mereka terima, tidak ada kecocokan.
"Dalam prosesnya saja sudah tidak transparan. Dalam hitugan kami, 156 organisasi masyarakat yang lolos itu 28 di kategori gajah, 43 kategori macan, dan 112 kategori kijang kalau dihitung angkanya sudah menyentuh Rp800 miliar," ujarnya dalam webinar, Jumat (24/7).
Padahal, Kemendikbud sendiri menyebutkan bahwa anggaran yang dibutuhkan dalam menjalankan program ini sebesar Rp595 miliar.
"Sedangkan anggaran dari Kemendikbud hanya Rp595 miliar. Ini patut jadi pertanyaan, ini perlu penjelasan Kemendikbud," terang dia.
Bukan hanya adanya selisih anggaran. Permasalahan lainnya adalah masuknya lembaga filantropi yang membawa nama perusahaan, di mana mereka menggunakan dana mandiri untuk menjalankan POP.
"Kenapa tidak dijelaskan dari awal. Kenapa ketika orang ribut baru dijelaskan ada ormas pakai dana sendiri. Ini kan tidak masuk skema awal. Kenapa tiba-tiba begini, banyak hal yang kemudian buat kita bertanya bahwa program ini tidak transparan," kata dia yang bingung atas sikap Kemendikbud.
Dia pun meminta Kemendikbud untuk menyelsaikan hal ini agar tidak ada lagi permasalahan yang terjadi di Kemendikbud. Pasalnya, pihaknya tidak ingin program ini malah disalahgunakan oleh oknum tertentu.
"Kita liat penyerapan anggaran di berbagai kementerian jadi masalah. Misalnya dalam pelaksanaan bansos, kita lihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah lakukan penyelidikan di kabupaten/kota yang diduga melakukan penyalahgunaan. Jangan sampai situasi ini jadi alasan untuk melakukan korupsi," tegas dia.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Rinaldi