JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memutuskan tidak mengenakan pajak penghasilan (PPh) untuk sisa dana abadi pendidikan yang diterima badan atau lembaga pendidikan. Keputusan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Republik Indonesia Nomor 68/PMK.03/2020. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menilai langkah tersebut fair.
Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu Hestu Yoga Saksama menuturkan, penempatan dana abadi dikecualikan dari pengenaan PPh sepanjang badan atau lembaga pendidikan telah ditetapkan dengan peringkat akreditasi tertinggi. Penempatan dana tersebut juga harus disetujui oleh pihak-pihak terkait. Seperti pimpinan perguruan tinggi atau pejabat instansi pemerintah terkait.
"Selain penempatan pada dana abadi, pengecualian pengenaan pajak juga berlaku bila sisa lebih dana tersebut diberikan kepada badan atau lembaga pendidikan lain (beasiswa) yang berada di wilayah Indonesia," tutur Hestu di Jakarta.
Ketentuan tersebut diatur dalam PMK 68/PMK.03/2020 yang merupakan penyempurnaan ketentuan perpajakan atas beasiswa dan sisa lebih dana yang diperoleh badan atau lembaga pendidikan. Dengan harapan, dapat membantu mendorong peningkatan kualitas pendidikan, penelitian, dan pengembangan. Dalam peraturan itu juga diatur bahwa sarana dan prasarana yang dibangun dari sisa lebih dapat dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi. Namun, dengan ketentuan dilakukan paling lama dalam jangka waktu empat tahun sejak sisa lebih dana diterima.
PMK 68/PMK.03/2020, kata Hestu, juga memberi penegasan bahwa beasiswa bukan merupakan objek pajak, sepanjang beasiswa diterima dari pihak yang tidak memiliki hubungan istimewa seperti hubungan usaha, kepemilikan, dan penguasaan dengan penerima beasiswa. "Sedangkan bagi pihak pemberi, peraturan ini menegaskan bahwa biaya beasiswa dapat dijadikan pengurang penghasilan bruto," jelasnya.
Namun, dalam PMK tersebut menyebut, bahwa beasiswa bisa dikenai bila badan pemberi beasiswa mempuyai hubungan usaha, kepemilikan, dan memiliki hubungan keluarga dengan penerima. Terbitnya Peraturan Menteri Keuangan 68/PMK.03/2020 disambut baik oleh kalangan peneliti maupun akademisi. Kepala LIPI Laksana Tri Handoko mengatakan ketentuan secara umum beasiswa tidak dikenaik pajak tak mengalami perubahan dibandingkan PMK 246/2008 dan PMK 154/2009.
Handoko menjelaskan di PMK yang baru itu, ada beasiswa yang dikecualikan dan menjadi terkena pajak. Di antaranya apabila penerima beasiswa ada relasi atau hubungan keluarga maupun bisnis dengan pemberi beasiswa. "Saya kira ini bagus dan lebih fair," katanya, kemarin.
Dengan adanya regulasi yang anyar itu, jika ada perusahaan memberi beasiswa ke pegawaianya, ya harus dikenakan pajak. Sebab pemberian beasiswa dari perusahaan kepada pegawainya sebenarnya bisa menjadi bagian dari penghasilan pegawai tersebut. Namun Handoko mengatakan beasiswa dari pemerintah untuk mahasiswa, seperti beasiswa bidikmisi, tetapi harus bebas dari pajak.
Sementara itu untuk beasiswa atau dana penelitian, Handoko mengatakan tidak kena pajak. Tetapi bisa menjadi terkena pajak tergantung belanja atau keperluannya. Misalnya untuk menjadi narasumber, ada pajaknya. Kemudian untuk perjalanan dinas otomatis terkena pajak dari pembelian tiket pesawat.
"Tetapi kalau impor alat, bisa bebas bea masuk, meski kena PPN," tuturnya. Namun saat ini untuk penelitian terkait dengan Covid-19 dinyatakan bebas dari pajak.
Plt Dirjen Pendidikan Tinggi Kemendikbud Nizam juga menyambut baik terbitnya PMA itu.
"Tentu kita sangat menyambut gembira kebijakan yang mengecualikan beasiswa dari pajak," katanya.
Menurut dia kebijakan baru ini mendorong dunia usaha dan industri serta filantropi untuk memberikan beasiswa kepada anak-anak yang membutuhkan. Kemudian juga mendorong gotong royong dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Menurut guru besar UGM Jogjakarta itu, beberapa perusahaan selama ini cukup bagus kepeduliannya terhadap dunia pendidikan. Di antaranya dengan rutin memberikan beasiswa serta dukungan bentuk lainnya. Di luar itu Nizam mengatakan masih sedikit sekali perusahaan yang betul-betul peduli dengan pendidikan.
"Karenanya Kemendikbud saat ini mendorong perkawinan antara dunia pendidikan tinggi dengan dunia usaha," katanya.
Tujuannya untuk bersama-sama menyiapkan sumber daya manusia yang unggul. Sehingga pada akhirnya dunia usaha dan industri juga mendapatkan manfaat atas keunggulan SDM dalam negeri.(han/wan/jpg)