Senin, 1 Desember 2025
spot_img

Pengawasan di Pelabuhan Masih Lemah, YLKI Beberkan Penyebabnya

JAKARTA(RIAUPOS.CO) – Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan bahwa pengawasan di pelabuhan masih sangat lemah dan masih banyak pungutan liar (pungli).

Menurut Tulus, masih ditemukan banyak kapal yang berlayar tapi sebenarnya tak layak layar khususnya kapal rakyat. “Maka, yang paling penting dalam hal ini adalah pengawasannya,” ujar Tulus dalam siaran persnya, Selasa (2/7).

Tulus mengatakan, keberadaan x-ray di pelabuhan dianggap penting, seperti di bandara. “Bagaimana kalau ada serangan teroris dan narkoba, siapa yang mengontrol padahal di laut. X-ray ini harus disediakan regulator sebagai infrastruktur,” ujar dia.

Saat ini, lanjut Tulus, belum ada kebijakan Untuk xray misalnya operator setuju seperti PT ASDP Indonesia Ferry. Tapi mereka tidak sanggup karena harganya mahal dan harusnya memang menjadi tanggung jawab regulator, khususnya untuk pelabuhan besar, seperti Tanjung Priok, Tanjung emas, Tanjung perak, dan lain-lain.

Baca Juga:  Belajar Pukul 02.00 WIB, Lulus Cum Laude

Tulus mencontohkan di Tiongkok untuk memasuki stasiun Kereta Api harus dicek dengan x-ray. Selain itu, infrastruktur untuk penanganan bagasi penumpang juga masih buruk dan harus ditata. Jika di bandar udara, bagasi penumpang didaftarkan, ditimbang dan dimasukkan ke dalam pesawat dengan ban berjalan dan petugas khusus.

Sementara di pelabuhan, barang bawaan masih ditenteng oleh penumpang atau porter. Akibatnya, barang bawaan atau bagasi penumpang kapal melebihi kapasitas berat yang ditentukan.

Akibat lemahnya pengawasan dan infrastruktur di pelabuhan ini seringkali pelabuhan-pelabuhan di perbatasan dimanfaatkan untuk perdagangan narkotika.

Dalam hal barang bawaan penumpang yang melebihi kapasitas dan terjadinya transaksi narkotika biasanya pihak kapal disalahkan. Padahal, kapal fungsinya seperti pesawat udara, yaitu hanya sebagai sarana pengangkut. Sementara fungsi seleksi barang atau bagasi ada di pelabuhan.

Baca Juga:  Perempuan Lebih Baik dalam Mencegah Covid-19

Tulus menambahkan, layanan setara bandara di pelabuhan-pelabuhan di Indonesia sangat dimungkinkan sepanjang ada kemauan dari regulator. “Kebijakan itu harus benar-benar untuk meningkatkan layanan di pelabuhan, bukan dalih untuk meningkatkan pendapatan,” kata Tulus.

Sebelumnya, sejumlah penumpang mengeluhkan layanan pelabuhan yang dikelola Pelindo karena tidak diizinkan memasuki gedung ketika menunggu kapal. Mereka terpaksa menunggu di luar lobi dan kantin yang tidak nyaman. (jpnn)

Sumber: JPNN.com
Editor: Deslina

    
   

JAKARTA(RIAUPOS.CO) – Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan bahwa pengawasan di pelabuhan masih sangat lemah dan masih banyak pungutan liar (pungli).

Menurut Tulus, masih ditemukan banyak kapal yang berlayar tapi sebenarnya tak layak layar khususnya kapal rakyat. “Maka, yang paling penting dalam hal ini adalah pengawasannya,” ujar Tulus dalam siaran persnya, Selasa (2/7).

Tulus mengatakan, keberadaan x-ray di pelabuhan dianggap penting, seperti di bandara. “Bagaimana kalau ada serangan teroris dan narkoba, siapa yang mengontrol padahal di laut. X-ray ini harus disediakan regulator sebagai infrastruktur,” ujar dia.

Saat ini, lanjut Tulus, belum ada kebijakan Untuk xray misalnya operator setuju seperti PT ASDP Indonesia Ferry. Tapi mereka tidak sanggup karena harganya mahal dan harusnya memang menjadi tanggung jawab regulator, khususnya untuk pelabuhan besar, seperti Tanjung Priok, Tanjung emas, Tanjung perak, dan lain-lain.

Baca Juga:  Ibu Kota Kiev Mungkin Sebentar Lagi Akan Jatuh

Tulus mencontohkan di Tiongkok untuk memasuki stasiun Kereta Api harus dicek dengan x-ray. Selain itu, infrastruktur untuk penanganan bagasi penumpang juga masih buruk dan harus ditata. Jika di bandar udara, bagasi penumpang didaftarkan, ditimbang dan dimasukkan ke dalam pesawat dengan ban berjalan dan petugas khusus.

Sementara di pelabuhan, barang bawaan masih ditenteng oleh penumpang atau porter. Akibatnya, barang bawaan atau bagasi penumpang kapal melebihi kapasitas berat yang ditentukan.

- Advertisement -

Akibat lemahnya pengawasan dan infrastruktur di pelabuhan ini seringkali pelabuhan-pelabuhan di perbatasan dimanfaatkan untuk perdagangan narkotika.

Dalam hal barang bawaan penumpang yang melebihi kapasitas dan terjadinya transaksi narkotika biasanya pihak kapal disalahkan. Padahal, kapal fungsinya seperti pesawat udara, yaitu hanya sebagai sarana pengangkut. Sementara fungsi seleksi barang atau bagasi ada di pelabuhan.

- Advertisement -
Baca Juga:  Facebook Hadirkan Messenger Kids di Indonesia

Tulus menambahkan, layanan setara bandara di pelabuhan-pelabuhan di Indonesia sangat dimungkinkan sepanjang ada kemauan dari regulator. “Kebijakan itu harus benar-benar untuk meningkatkan layanan di pelabuhan, bukan dalih untuk meningkatkan pendapatan,” kata Tulus.

Sebelumnya, sejumlah penumpang mengeluhkan layanan pelabuhan yang dikelola Pelindo karena tidak diizinkan memasuki gedung ketika menunggu kapal. Mereka terpaksa menunggu di luar lobi dan kantin yang tidak nyaman. (jpnn)

Sumber: JPNN.com
Editor: Deslina

    
   

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari

JAKARTA(RIAUPOS.CO) – Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan bahwa pengawasan di pelabuhan masih sangat lemah dan masih banyak pungutan liar (pungli).

Menurut Tulus, masih ditemukan banyak kapal yang berlayar tapi sebenarnya tak layak layar khususnya kapal rakyat. “Maka, yang paling penting dalam hal ini adalah pengawasannya,” ujar Tulus dalam siaran persnya, Selasa (2/7).

Tulus mengatakan, keberadaan x-ray di pelabuhan dianggap penting, seperti di bandara. “Bagaimana kalau ada serangan teroris dan narkoba, siapa yang mengontrol padahal di laut. X-ray ini harus disediakan regulator sebagai infrastruktur,” ujar dia.

Saat ini, lanjut Tulus, belum ada kebijakan Untuk xray misalnya operator setuju seperti PT ASDP Indonesia Ferry. Tapi mereka tidak sanggup karena harganya mahal dan harusnya memang menjadi tanggung jawab regulator, khususnya untuk pelabuhan besar, seperti Tanjung Priok, Tanjung emas, Tanjung perak, dan lain-lain.

Baca Juga:  Hasil Studi Terbaru, Vaksin Sinovac Berhasil Tekan Jumlah Pasien Parah dan Mutasi Virus

Tulus mencontohkan di Tiongkok untuk memasuki stasiun Kereta Api harus dicek dengan x-ray. Selain itu, infrastruktur untuk penanganan bagasi penumpang juga masih buruk dan harus ditata. Jika di bandar udara, bagasi penumpang didaftarkan, ditimbang dan dimasukkan ke dalam pesawat dengan ban berjalan dan petugas khusus.

Sementara di pelabuhan, barang bawaan masih ditenteng oleh penumpang atau porter. Akibatnya, barang bawaan atau bagasi penumpang kapal melebihi kapasitas berat yang ditentukan.

Akibat lemahnya pengawasan dan infrastruktur di pelabuhan ini seringkali pelabuhan-pelabuhan di perbatasan dimanfaatkan untuk perdagangan narkotika.

Dalam hal barang bawaan penumpang yang melebihi kapasitas dan terjadinya transaksi narkotika biasanya pihak kapal disalahkan. Padahal, kapal fungsinya seperti pesawat udara, yaitu hanya sebagai sarana pengangkut. Sementara fungsi seleksi barang atau bagasi ada di pelabuhan.

Baca Juga:  Petakan Asal Narkoba di Indonesia

Tulus menambahkan, layanan setara bandara di pelabuhan-pelabuhan di Indonesia sangat dimungkinkan sepanjang ada kemauan dari regulator. “Kebijakan itu harus benar-benar untuk meningkatkan layanan di pelabuhan, bukan dalih untuk meningkatkan pendapatan,” kata Tulus.

Sebelumnya, sejumlah penumpang mengeluhkan layanan pelabuhan yang dikelola Pelindo karena tidak diizinkan memasuki gedung ketika menunggu kapal. Mereka terpaksa menunggu di luar lobi dan kantin yang tidak nyaman. (jpnn)

Sumber: JPNN.com
Editor: Deslina

    
   

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari