Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Pilkada Mundur, Keperluan Penjabat Membeludak

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Keputusan untuk menunda pelaksanaan Pilkada 2020 memberi banyak implikasi. Salah satunya adalah bertambahnya keperluan penjabat (PJ) kepala daerah menyusul di antaranya yang segera mengakhiri masa jabatannya pada awal tahun depan. Berdasarkan data yang dihimpun Kementerian Dalam Negeri, per Februari 2021 saja, ada 209 kepala daerah yang akan mengkhiri masa jabatannya. Sementara sisanya mengkuti dari Maret hingga September 2021.

Nah jika hingga masa jaba­tan berakhir belum ada pasangan kepala daerah baru yang dipilih, maka pemerintah wajib menunjuk PJ kepala daerah sebagaimana diatur UU Pilkada. Yakni pejabat level pimpinan tinggi madya untuk mengisi Pj gubernur dan pejabat level pimpinan tinggi pratama untuk Pj bupati/wali kota. Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan, memenuhi keperluan penjabat bukan hal yang mudah. Apalagi, jumlahnya sangat besar dan keperluannya bersamaan.

Baca Juga:  Ada Nama Iyeth Bustami, Ini Calon yang Didukung PDIP di Pilkada Riau

Jawa Timur misalnya, pada Februari 2021 nanti ada 17 bupati/wali kota yang habis masa jabatannya. Jika Pj bupati/wali kota diisi pejabat tinggi pratama dari lingkungan Pemprov Jatim, maka berpotensi mengganggu jalannya pemerintahan di level provinsi. Titi menyarankan agar mekanisme Pj diatur dalam peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) Pilkada. Dia mengusulkan agar sekretaris daerah (sekda) bisa otomatis diangkat menjadi PJ kepala daerah. Namun jika sekda maju dalam kontestasi Pilkada, posisi penjabat dapat diisi oleh pejabat setingkat kepala dinas.

"Kita bisa bikin pengisian kekosongan masa jabatan itu lebih simpel," ujarnya, kemarin (10/4).

Lantas bagaimana dengan opsi memperpanjang masa jabatan? Titi menilai kurang tepat. Menurutnya, perpanjangan masa jabatan kepala daerah dapat menimbulkan ketidakadilan karena melampaui lima tahun. Terlebih bagi seorang petahana yang maju pilkada, bisa menimbulkan problem lain.

Baca Juga:  Bupati dan Muspida Siak Monitoring Pelaksanaan Pilkada

"Bisa merugikan kontestan lain. Kalau kita perpanjang dia, bisa ada isu abuse of power," imbuhnya.

Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Andalas Feri Amsari sepakat pengaturan Pj diatur dalam Perppu. Berkaca dari pengalaman sebelumnya, memenuhi keperluan Pj yang banyak tidak mudah.

"Akhirnya kan waktu itu ambil dari polisi," ujarnya.

Apalagi, lanjut dia, situasi saat ini masih berada di masa pendemi corona. Dia memprediksi, pejabat tinggi madya di kementerian serta pejabat tinggi pratama di lingkungan pemprov disibukkan dengan penanganan Covid-19 maupun pasca-Covid-19. Sehingga sulit berbagi tugas sebagai Pj kepala daerah.

"Sebagian besar pejabat jadi stakeholder penanggulangan Covid-19 sesuai job desk masing-masing," tuturnya.(far/jpg)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Keputusan untuk menunda pelaksanaan Pilkada 2020 memberi banyak implikasi. Salah satunya adalah bertambahnya keperluan penjabat (PJ) kepala daerah menyusul di antaranya yang segera mengakhiri masa jabatannya pada awal tahun depan. Berdasarkan data yang dihimpun Kementerian Dalam Negeri, per Februari 2021 saja, ada 209 kepala daerah yang akan mengkhiri masa jabatannya. Sementara sisanya mengkuti dari Maret hingga September 2021.

Nah jika hingga masa jaba­tan berakhir belum ada pasangan kepala daerah baru yang dipilih, maka pemerintah wajib menunjuk PJ kepala daerah sebagaimana diatur UU Pilkada. Yakni pejabat level pimpinan tinggi madya untuk mengisi Pj gubernur dan pejabat level pimpinan tinggi pratama untuk Pj bupati/wali kota. Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan, memenuhi keperluan penjabat bukan hal yang mudah. Apalagi, jumlahnya sangat besar dan keperluannya bersamaan.

- Advertisement -
Baca Juga:  Gerindra Tunggu Aspirasi, PKS Mantap Oposisi

Jawa Timur misalnya, pada Februari 2021 nanti ada 17 bupati/wali kota yang habis masa jabatannya. Jika Pj bupati/wali kota diisi pejabat tinggi pratama dari lingkungan Pemprov Jatim, maka berpotensi mengganggu jalannya pemerintahan di level provinsi. Titi menyarankan agar mekanisme Pj diatur dalam peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) Pilkada. Dia mengusulkan agar sekretaris daerah (sekda) bisa otomatis diangkat menjadi PJ kepala daerah. Namun jika sekda maju dalam kontestasi Pilkada, posisi penjabat dapat diisi oleh pejabat setingkat kepala dinas.

"Kita bisa bikin pengisian kekosongan masa jabatan itu lebih simpel," ujarnya, kemarin (10/4).

- Advertisement -

Lantas bagaimana dengan opsi memperpanjang masa jabatan? Titi menilai kurang tepat. Menurutnya, perpanjangan masa jabatan kepala daerah dapat menimbulkan ketidakadilan karena melampaui lima tahun. Terlebih bagi seorang petahana yang maju pilkada, bisa menimbulkan problem lain.

Baca Juga:  Saksi Paslon 02 Khawatir Keselamatannya Terancam

"Bisa merugikan kontestan lain. Kalau kita perpanjang dia, bisa ada isu abuse of power," imbuhnya.

Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Andalas Feri Amsari sepakat pengaturan Pj diatur dalam Perppu. Berkaca dari pengalaman sebelumnya, memenuhi keperluan Pj yang banyak tidak mudah.

"Akhirnya kan waktu itu ambil dari polisi," ujarnya.

Apalagi, lanjut dia, situasi saat ini masih berada di masa pendemi corona. Dia memprediksi, pejabat tinggi madya di kementerian serta pejabat tinggi pratama di lingkungan pemprov disibukkan dengan penanganan Covid-19 maupun pasca-Covid-19. Sehingga sulit berbagi tugas sebagai Pj kepala daerah.

"Sebagian besar pejabat jadi stakeholder penanggulangan Covid-19 sesuai job desk masing-masing," tuturnya.(far/jpg)

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari