Dari ruang isolasi, Yunan Helmi mengabarkan kondisinya sudah sangat baik. Kenangan bersama keluarga, ingatan tentang pertandingan yang pernah dijalani, melipatgandakan motivasi asisten pelatih Barito Putera itu melewati masa kritis.
Lapoaran MIFTAKHUL F.S, Surabaya
DEMAM tinggi kembali menyelimuti tubuh Yunan Helmi. Kali ini disertai rasa gatal di tenggorokan. Mirip gejala orang yang terpapar virus korona baru. Asisten pelatih Barito Putera itu berusaha menguasai diri. Menenangkan pikiran. Dan, yang awal tebersit dalam benaknya adalah kesehatan keluarganya. Juga, keselamatan orang-orang yang dicintai.
Dia pun bergegas pergi ke Rumah Sakit Suaka Insan, Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Tempat sehari sebelumnya dia pulang dari sana. Lagi-lagi, kesehatan keluarga dan keselamatan orang-orang yang dicintai yang menyembul kali pertama ketika dokter menyarankannya untuk diisolasi.
"Dengan kesadaran penuh, saya langsung menerima saran dokter tersebut," kata Yunan.
Pria kelahiran Lamongan, Jawa Timur, itu pun langsung "dilarikan" ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ulin, Banjarmasin. Rumah sakit rujukan itu telah menyiapkan ruang isolasi untuk menangani pasien yang terpapar virus corona penyebab Covid-19.
"Saat ini saya masih di ruang isolasi. Saya di sini sejak 14 Maret," ucap dia saat kami berbincang lewat telepon Sabtu siang (4/4). Sebelum jatuh sakit lagi dan harus dirawat di ruang isolasi, Yunan sempat sepekan menjalani perawatan di RS Suaka Insan. Saat itu Yunan demam tinggi. Awalnya dokter mendiagnosis laki-laki 45 tahun tersebut terserang demam berdarah. Sebab, trombositnya turun. Diagnosis itu sama persis dengan diterimanya saat periksa di klinik dekat mes Barito di Banjarbaru.
Sepekan Yunan mendapat perawatan. Trombositnya naik. Kondisinya kembali stabil. "Saya diizinkan pulang. Tapi, baru sehari di rumah, saya demam tinggi lagi," ungkapnya.
Yunan kali pertama merasakan demam dua hari sepulang dari Madura. Atau tiga hari selepas Barito dijamu Madura United pada 29 Februari 2020. Mantan asisten pelatih Timnas U-23 tersebut sempat mengira itu demam biasa. Namun, ketika laga Barito kontra Bali United digelar di Stadion Demang Lehman, Martapura, pada 6 Maret 2020, demamnya makin tinggi.
Meski demikian, Yunan memutuskan tetap ikut mendampingi tim. "Baru setelah pertandingan saya periksa ke klinik dekat mes. Trombosit saya turun," ujarnya.
Di ruang isolasi, Yunan seperti kembali ke masa-masa dia bermain. Dimulailah "90" menit pertarungan menghadapi lawan berat: penyakit Covid-19 yang dipicu virus SARS CoV-2. Hanya, kali ini dia harus menjalani semuanya sendiri. Tak ada yang boleh menjenguk dan setiap hari hanya bersua dokter serta perawat. Juga, cuma bisa menatap dinding-dinding putih ruang isolasi.
Kondisi Yunan sempat kritis. Bukan sehari dua hari. Tapi, empat hari. "Tanggal 14, 15, 16, 17 Maret saya benar-benar tak berdaya. Seperti tak memiliki tenaga sama sekali," ungkapnya.
Lawan menggempur dengan hebat. Yunan seperti berada di posisi ada dan tiada. Sekujur tubuhnya demam. Napasnya tersengal-sengal. Sudah begitu, batuk pula. Jarum infus harus ditancapkan di lengan. Alat bantu pernapasan terpasang di hidungnya.
Dalam masa-masa kritis tersebut, Yunan selalu merapalkan doa yang sama: "Tuhan, jika saya harus mengalami penyakit ini (Covid-19, red), saya akan menerimanya. Dan jika Engkau memberikan kesembuhan, saya akan berusaha untuk sembuh."
Di saat masih dalam kondisi kritis, hasil tesnya keluar. Yunan dinyatakan positif menderita Covid-19. Seketika itu juga bayangan kelam melintas: dia bakal "kalah" dalam laga melawan penyakit yang memang telah merenggut begitu banyak nyawa di berbagai penjuru dunia itu. Namun, dia tak mau rasa panik menguasai dirinya. Sebab, dia tahu itu hanya akan membuat imunnya makin turun.
Yunan memilih berpikir positif. Mengenang memori indah yang pernah dilaluinya. Kenangan-kenangan bersama istri dan kedua anaknya terus dihadirkan dalam pikirannya untuk menemani di masa kritis. Yunan memanggil kembali bayangan senyum manis sang istri dan tawa kedua buah hatinya.(ttg/jpg/bersambung)