PEKANBARU (RIAUPOS.CO) — Riau menempati peringkat kelima di Indonesia sebagai faktor wilayah berisiko terjadinya tindak pidana pencucian uang (TPPU). Di atas Riau DKI, Jawa Timur, Papua, dan Sumatera Utara. Ini berdasarkan data National Risk Assessment (NRA).
“Riau memiliki faktor wilayah berisiko TPPU nomor lima se-Indonesia dengan tingkat risiko menengah. Kalau tingkat risiko tinggi itu DKI Jakarta,” papar Deputi Direktur Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Riau Elvira Azwan saat diskusi panel antipencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme (APU PPT) di Hotel Novotel, Pekanbaru, Kamis (27/2).
Elvira menuturkan terdapat tiga tingkat risiko. Yakni risko tinggi, menengah dan rendah. Jakarta menjadi satu-satunya wilayah yang memiliki tingkat risiko tinggi. Sedangkan tingkat risiko rendah dimiliki Jambi, Sumatera Barat, Kalimantan Utara, Maluku, Papua Barat dan Sulawesi Barat.
Menurut Elvira, TPPU adalah tindakan menyamarkan atau menyembunyikan asal usul uang. Modusnya, pelaku biasanya mendapatkan uang melalui kejahatan seperti korupsi, penjualan narkotika, ilegal loging dan lain-lain. Ini berkaitan erat dengan sistem perbankan.
“Sektor jasa keuangan merupakan media yang digunakan sebagai sarana dalam pencucian uang,” ucapnya.
Kepala Divisi Sistem Pembayaran Pengelolaan Uang Rupiah (SP PUR) Layanan Administrasi kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau Asral Mashuri membenarkan hal tersebut. Tindak TPPU mayoritas melibatkan sistem perbankan. Begitu juga dengan tindak pidana pendanaan terorisme. Menurutnya, tindakan tersebut juga melibatkan Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank Berizin (KUPVA BB).
“Biasanya pelaku melakukan menukarkan uang di KUPVA BB dan mendapatkan rupiah dari penukaran valuta asing. Mereka melakukan pencucian melaui KUPVA BB,” katanya.
Untuk itu, Asral menegaskan KUPVA BB dalam menyerahkan uang rupiah harus dilakukan secara fisik atau melalui transfer intra bank sepanjang berasal dari atau ditujukan kepada rekening penyelenggara KUPVA BB dan pembelian uang kertas asing (UKA) di atas threshold per bulan per nasabah wajib memiliki underlying transaksi.
Sementara Wadir Reskrimsus Polda Riau AKBP Fibri Karpiananto menjelaskan indikator pencucian uang. Di antaranya kekayaan yang tidak bisa dijelaskan asal-usulnya, uang tunai yang besar dan tidak sesuai dengan pekerjaan yang dimiliki oleh seseorang, kegiatan perbankan yang mencurigakan dan penggunaan pihak ketiga dalam kepemilikan aset.
“Kita harus tahu aliran dananya untuk mengetahui kemana larinya uang tersebut, darimana didapat dan untuk apa digunakan,” ujarnya.
Bank Indonesia-Polda Riau MoU
Sebagai tindak lanjut kerja sama antara Bank Indonesia (BI) dan Polri, Kepala Kantor Perwakilan BI Riau Decymus dan Kapolda Riau Irjen Pol Agung Setya Imam Effendi melakukan penandatangan Pedoman Kerja tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama.
“Penandatangan pedoman kerja ini merupakan tindak lanjut kerja sama antara Bank Indonesia dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Sesuai dengan nota kesepahaman antara Gubernur BI dengan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No.21/7/NK/GBI/2019 dan No.B/105/VIII/2019 tanggal 30 Agustus 2019. Ini juga kelanjutan dan pembaruan nota kesepahaman sebelumnya yang telah berlangsung sejak tahun 2017,” kata Decymus.
Dalam nota kesepahaman termuat empat pedoman kerja. Pertama, tata cara tata cara pelaksanaan pembinaan dan pengawasan terhadap badan usaha jasa pengamanan yang melakukan kegiatan usaha kawal angkut uang dan pengelolaan uang rupiah. Kedua, pelaksanaan dan penanganan tindak pidana terkait sistem pembayaran dan kegiatan usaha penukaran valuta asing bukan bank (KUPVA BB). Ketiga, tata cara pelaksanaan penanganan dugaan tindak pidana terhadap uang rupiah, tindak pidana dan/atau pelanggaran terhadap kewajiban penggunaan uang rupiah di wilayah NKRI. Keempat, pelaksanaan pengamanan Bank Indonesia dan pengawalan barang berharga milik negara.
Secara umum, ruang lingkup kerja sama dan koordinasi dalam rangka pelaksanaan tugas dan kewenangan BI dan Kepolisian RI mencakup tukar menukar data dan/atau informasi, pengamanan dan pengawalan, pengawasan, penegakan hukum serta peningkatan kapasitas sumber daya manusia.
“Merujuk pada jangka waktu nota kesepahaman antara Gubernur Bank Indonesia dengan Kepala Kepolisian RI yaitu sampai tanggal 30 Agustus 2024,” ujar Decymus.
Selain itu Decymus mengatakan pembaruan yang dilakukan adalah pembayaran uang non tunai. Ia juga menjelaskan, saat ini BI tengah gencar mendorong pembayaran nontunai di Riau. Hal ini bertujuan untuk mengoptimalkan pendapatan daerah, memudahkan masyarakat dalam bertransaksi dan mengadopsi perkembangan ekonomi dan keuangan digital. “Salah satu evaluasi dan tercantum adalah tentang pembayaran uang nontunai,” jelasnya
Kapolda Riau Irjen Pol Agung Setya Imam Effendi menegaskan pihaknya selalu siap berkontribusi dan mendukung program yang berhubungan dengan masyarakat. Ia juga mengatakan setiap bentuk model dan kerja sama akan terus dilaksanakan agar efisien.
Agung menjelaskan rincian tindakan atas kolaborasi dengan BI Riau. Yaitu pengamanan daya angkut uang ke bank-bank dan pendistribusian uang ke mesin ATM, pengamanan sistem pembayaran usaha tata kelola seperti money changer dan pengamanan tindak pidana pencucian uang .
“Terkait pembayaran secaranon tunai, cybercrime kami akan melakukan pengamanan dalam transaksi nontunai,” tegasnya (a/mar)