JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga kini belum berhasil menangkap tersangka pemberi suap kasus proses pergantian antarwaktu (PAW) Fraksi PDI Perjuangan, Harun Masiku. Sejak ditetapkan sebagai tersangka pada Kamis (9/1) lalu, mantan Caleg PDIP itu telah 41 hari menjadi buron KPK.
Pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK Ali Fikri menyampaikan, penyebab sulitnya menemukan Harun. Harun duga tidak menggunakan alat komunikasi selama bersembunyi.
"Jika seseorang menggunakan handphone itu sangat mudah sekali (dilacak), atau menggunakan media sosial (medsos), mudah sekali. Faktanya kan tidak seperti itu," kata Ali di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (19/2) malam.
Kendati demikian, juru bicara KPK berlatar belakang Jaksa ini menyebut, KPK terus berupaya mencari keberadaan Harun dengan meminta bantuan Polri. KPK akan coba mendatangi titik-titik yang diduga menjadi tempat persembunyian Harun.
"Ada titik-titik yang perlu kami datangi," klaim Ali.
Ali memastikan KPK akan terus memburu Harun Masiku untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. "Saya yakin, dan KPK berkomitmen menemukan tersangka karena itu kami berkepentingan selesaikan berkas perkara agar bisa dilimpahkan ke (Pengadilan) Tipikor," jelas Ali.
Harun diduga merupakan salah satu kunci terkait perkara yang diduga melibatkan petinggi PDIP. Penyidik lembaga antirasuah hingga kini masih mendalami asal-usul uang Rp 400 juta yang diberikan kepada mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan melalui sejumlah perantara.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan empat orang sebagai tersangka. Mereka yakni Komisioner KPU Wahyu Setiawan, Agustiani Tio Fridelina selaku mantan Anggota Badan Pengawas Pemilu sekaligus orang kepercayaan Wahyu, Harun Masiku selaku caleg DPR RI Fraksi PDIP dan Saeful.
KPK menduga Wahyu bersama Agustiani Tio Fridelina menerima suap dari Harun dan Saeful. Suap dengan total Rp 900 juta itu diduga diberikan kepada Wahyu agar Harun dapat ditetapkan oleh KPU sebagai Anggota DPR RI menggantikan caleg terpilih dari PDIP atas nama Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia pada Maret 2019.
Atas perbuatannya, Wahyu dan Agustiani Tio disangkakan melanggar Pasal 12 Ayat (1) huruf a atau Pasal 12 Ayat (1) huruf b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999.
Sementara itu, Harun Masiku dan Saeful disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal