JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Seorang mahasiswa berusia 19 tahun dari desa Sifnana, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Maluku, saat ini sedang dirawat di ruang isolasi setelah menunjukkan gejala mirip virus Korona baru (COVID-19). Mahasiswa berinisial BN itu tiba di Ambon 7 Februari dan kesehatannya memburuk setelah kunjungan ke Malaysia yang notabene sudah terpapar virus tersebut.
BN kini dirawat di rumah sakit umum Magretty Saumlaki di Kepulauan Tanimbar sejak Rabu (12 Februari). Statusnya sejauh ini masih diawasi ketat.
Sekretaris Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Achmad Yurianto mengatakan tak semua orang langsung diuji virus Korona sekalipun habis pulang dari negara terdampak. Semuanya harus disertai gejala klinis. Terkait mahasiswa Maluku itu, pihaknya terus memantau bersama pihak rumah sakit setempat.
“Saya bilang paling tidak pas adalah begitu dia (BN) datang sakit langsung (ngomongnya) ini sakit Coronavirus. Apakah Coronavirus bisa dilihat dari hidungnya, nggaklah. Tetap saya bilang bawa ke rumah sakit, nanti rumah sakit yang akan merawat,” kata Yurianto.
Sekarang BN sudah dirawat di rumah sakit dan di ruang isolasi. Namun dia meminta agar masyarakat tak mengambil kesimpulan sendiri.
“Kami juga memberikan perhatian khusus sambil melakukan pemeriksaan khusus. Jangan-jangan nanti misalnya kayak yang di BRI, ternyata cuma radang tenggorokan, dikasih antibiotika responsnya bagus dan langsung sembuh. Virus tidak bisa sembuh dengan antibiotika. Sudah di rumah sakit, sudah diisolasi,” tegasnya.
Data terakhir Kemenkes, sudah ada 77 spesimen dari 77 orang terduga (suspect) dan 75 di antaranya negatif virus Korona. Tak hanya mahasiswa asal Maluku, tetapi sebanyak 26 mahasiswa di Nusa Tenggara Barat yang juga sebelumnya pulang dari Tiongkok (bukan dari Wuhan) masih terus dipantau kondisinya.
“Sekarang masih banyak mahasiswa yang pulang. Terakhir ada 26 mahasiswa yang dapat beasiswa asal NTB yang sekolah di Tiongkok. Maka begitu pulang di sekitar Mataram secara periodik mereka dikumpulkan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan,” kata Yurianto.
Menuruytnya, pengawasan dan pencegahan atau surveilens di tingkat daerah kabupaten kota adalah kunci penanganan utama. Dinas Kesehatan setempat harus jadi pionir untuk mencegah penularan virus ini.
“Karena memang SOP-nya tak semua harus dicek. Hanya yang mengalami gejala klinis saja, dan usai kontak atau pulang dari negara terdampak. Misalnya mengeluh panas, sesak napas, kita hitung frekuensi napasnya, jika ada influenza berat, barulah kami uji. Enggak semua orang yang pulang turun dari pesawat harus buka mulut untuk diuji, pahami ya,” tegasnya.
Sumber: Jawapos.com
Editor: E Sulaiman