Tiba-tiba puluhan kera berlari, berteriak dan mengamuk di halaman kantor gubernur. Orang yang melihatnya terkesiap seketika, makin mendekat. Amuk apakah yang mereka bawa?
Laporan KUNNI MASROHANTI, Pekanbaru
(RIAUPOS.CO) — SAMBIl memegang erat tiang bendera, lelaki muda dengan wajah serupa beruk, berteriak lantang:
Tadi saya dengar kabar rimba kita dibeli saudagar kayu diambil belukar dibakar dimana lagi kita bersandar.
Wajah lelaki muda itu memerah. Dagunya diangkat tinggi-tinggi. ia tegak dengan postur beruk yang sedang marah. Sarung yang dipegangnya dikibas kuat-kuat. Ia sungguh murka.
Tak lama kemudian, rakyat beruk menjawab apa yang dikatakan beruk tersebut dengan bergantian antara beruk jantan dan beruk betina:
kalau rimba sudah dirambah kemana lagi kita akan pindah kita tak dapat hidup di tanah apakah lagi membiat rumah
Syair kera. Ya, dialog yang mereka ucapkan dalam pertunjukan teatrikal beberapa waktu lalu di halaman kantor gubernur Riau sejak awal pertunjukan hingga akhir syair tersebut, adalah syair kera karya Tenas Effendy. Syair sebanyak 137 terrsebut akhirnya dibukukan dan dilakonkan dengan sangat menarik oleh sutradara Willy Wfi.
Syair-syair yang didialogkan diadaptasi sedemikian rupa oleh Willy tanpa mengubah sedikitpun makna syair tersebut. ''Ada 137 syair kera karya Tenas Effendy, lalu kami adaptasi sedemikian rupa sesuai dengan kebutuhan panggung pertunjukan,'' kata Willy.
Syair Kera secara keseluruhan menceritakan tentang kisah atau nasib kera, salah satu penghuni rimba di Riau yang semakin hari semakin habis tidak hanya karena ditebang alias dirambah, tapi juga karena dibakar. Rakyat kera berdialog. bukan hanya tempat tinggal mereka yang terancam, tapi juga keberlangsungan hidup mereka.
Bersumber dari Syair Kera yang ditulis oleh Tenas Effendy seorang tokoh Melayu penerima Bintang Kehormatan Mahaputra Naraya tersebut,
Oleh Willy karya yang bercerita tentang perlawanan terhadap keserakahan ini diadaptasi menjadi seni pertunjukan berpola teaterikal dengan sangat menarik. Pernah ditampilkan di Tanjungpinang 10 Desember 2019, di Bandar Serai 21 Desember 2019 dan halaman kantor gubernur Riau pada tanggal 29 Januari 2020 tersebut.
Selanjutnya karya ini juga akan ditampilkan di SKA Co Ex pada tgl 8 Februari 2020, di Anjung Seni Idrus Tintin pada tanggal 28 Februari 2020 dan berlanjut ke tanah Jawa dan bersyiar ke beberapa SMA serta Perguruan tinggi di Pekanbaru. Syiar ini targetnya 21 kali pagelaran hingga akhir tahun 2020.
Awal terbentuk, terdiri dari belasan mahasiswa UIR yang berkolaborasi dengan mahasiswa University of Malaya. Lalu berkembang ke beberapa komunitas di Tanjung Pinang.
Saat ini jumlah pelakon terus bertambah, bergabung juga mahasiswa UNRI, UIN Susqa, UMRI dan SMK Pertanian. Sehingga akhirnya para pelakon bersepakat menjadikan kelompok ini sebuah komunitas bernama Syair Kera Network.
Willy Fwi menjelaskan nama-nama pelakon atau pembait pelakon dalam karya ini. Mereka adalah Bone, Yudi, Ade Siwa, Ducci, Dio, Elin, Dini, Ceper, Robby, Putra, Icha, Juwita, Jerry, Ali, Yuujin, Epen, Wangi, Aca, Ila, Aris, Fahri, Muna, Novi, Astrid, Sefti, Rizka, Liza, Beni, Nur, Serfi, Neshanvt, Aad, Selvia, Indri, Mery, Sucika, Iqbale, Ade R, Novia, Nirma, Sofiya, Wulan, Abi, Romeo, Uki, Udit, Tika, Azizah, Andre, surya, Farhana, Faradilla, Agung, Aldo, Wak, Faruq, Mamau, Anis, Nain, Wawa, Zilingly, Syaf, Nasrul, Ratna dan lain-lain.
''Seluruh pelakon atau pembait Syair Kera dalam teatrikal ini adalah anak-anak muda, mulai mahasiswa hingga murid SD juga ada. Keterlibatan mereka dimaksudkan bukan hanya sebagai pemain dan pelafal syair saja, tapi demgan mendemgar dan mengucapkan langsung syair-syair tersebut, bahkan melakonkannya dengan pjkir dan rasa, semoga segala pesan yang tertuang dalam syair itu terekam dalan benak mereka, terkenang terrus bahwa seekor kera juga perlu keadilan, perlu rimba tempat tinggal, bahwa sebagai mahluk Tuhan, mereka juga bisa memgamuk karena kehancuran rimba yang dilakukan oleh manusia,'' beber Willy. *