Rabu, 9 Juli 2025

Jaksa Tolak Dalil Pembelaan Terdakwa Ratna Sarumpaet

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Terdakwa kasus dugaan penyebaran berita bohong Ratna Sarumpaet menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (21/6/2019). Agenda persidangan kali ini yaitu replik dari pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Dalam draft repliknya, JPU menolak semua dalil nota pembelaan atau pleidoi yang disampaikan pengacara Ratna Sarumpaet. JPU bersikukuh meminta Majelis Hakim menjatuhkan hukuman pidana 6 tahun sesuai dengan tuntutan jaksa.

’’Jelas sekali bahwa apa yang didalilkan oleh penasihat hukum terdakwa dalam pledoi/nota pembelaannya adalah tidak berdasar sehingga harus ditolak. Semua hal yang penuntut umum nyatakan, baik itu surat dakwaan maupun surat tuntutan telah tepat dan sesuai dengan fakta-fakta yang terungkap di persidangan telah terang dan nyata,’’ kata anggota JPU, Reza Murdani.

Baca Juga:  Amerika Tuding Cina Berniat Raup Untung Besar dari Wabah Virus Corona

’’Oleh karena itu sudilah kiranya majelis hakim menjatuhkan putusan terhadap terdakwa Ratna Sarumpaet sesuai dengan surat tuntutan penuntut umum,’’ imbuhnya.

Reza menyampaikan dalil pledoi Ratna tidak berdasar sehingga layak dimentahkan oleh Majelis Hakim. Ungkapan tim kuasa hukum yang menyebut Ratna tidak tepat dikenakan pasal 14 ayat 1 UU 1/1946 tentang peraturan hukum pidana karena sudah ada aturan baru yaitu UU nomor 30/2002 tentang penyiaran dan UU nomor 40/1999 tentang Pers, dinilai tidak benar.

Jaksa lantas merujuk keterangan Ahli Hukum Pidana Merti Rahmawati Argo. Menurut ahli UU penyiaran hanya khusus dilakukan medsos atau penyiaran sedangkan penyiaran yang dimaksud di dalam pasal 14 ayat 1 UU 1/1946 tentang peraturan hukum pidana memiliki pengertian memberitahu. ’’Bahwa perbuatan terdakwa tersebut telah terbukti secara meyakinian sebagaimana diuraikan dalam tuntutan kami,’’ sambung Reza.

Baca Juga:  Angkat Kembali Permainan Tradisional Gasing

Lebih lanjut, jaksa membantah pleidoi Ratna yang menyebut penyidik tidak bisa dijadikan saksi karena objektivitasnya dipertanyakan. Jaksa berpendapat terbalik. Penyidik diperbolehkan dijadikan saksi, karena hal itu sudah sering terjadi misalnya pada perkara narkotika, di mana mereka melihat sendiri, mendengar dan mengalami sendiri perkara tersebut.

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Terdakwa kasus dugaan penyebaran berita bohong Ratna Sarumpaet menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (21/6/2019). Agenda persidangan kali ini yaitu replik dari pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Dalam draft repliknya, JPU menolak semua dalil nota pembelaan atau pleidoi yang disampaikan pengacara Ratna Sarumpaet. JPU bersikukuh meminta Majelis Hakim menjatuhkan hukuman pidana 6 tahun sesuai dengan tuntutan jaksa.

’’Jelas sekali bahwa apa yang didalilkan oleh penasihat hukum terdakwa dalam pledoi/nota pembelaannya adalah tidak berdasar sehingga harus ditolak. Semua hal yang penuntut umum nyatakan, baik itu surat dakwaan maupun surat tuntutan telah tepat dan sesuai dengan fakta-fakta yang terungkap di persidangan telah terang dan nyata,’’ kata anggota JPU, Reza Murdani.

Baca Juga:  Bareskrim Tangani Kasus Dugaan Perbudakan di Kapal Cina

’’Oleh karena itu sudilah kiranya majelis hakim menjatuhkan putusan terhadap terdakwa Ratna Sarumpaet sesuai dengan surat tuntutan penuntut umum,’’ imbuhnya.

Reza menyampaikan dalil pledoi Ratna tidak berdasar sehingga layak dimentahkan oleh Majelis Hakim. Ungkapan tim kuasa hukum yang menyebut Ratna tidak tepat dikenakan pasal 14 ayat 1 UU 1/1946 tentang peraturan hukum pidana karena sudah ada aturan baru yaitu UU nomor 30/2002 tentang penyiaran dan UU nomor 40/1999 tentang Pers, dinilai tidak benar.

- Advertisement -

Jaksa lantas merujuk keterangan Ahli Hukum Pidana Merti Rahmawati Argo. Menurut ahli UU penyiaran hanya khusus dilakukan medsos atau penyiaran sedangkan penyiaran yang dimaksud di dalam pasal 14 ayat 1 UU 1/1946 tentang peraturan hukum pidana memiliki pengertian memberitahu. ’’Bahwa perbuatan terdakwa tersebut telah terbukti secara meyakinian sebagaimana diuraikan dalam tuntutan kami,’’ sambung Reza.

Baca Juga:  2020, Lelang Jabatan di Kejati Diterapkan

Lebih lanjut, jaksa membantah pleidoi Ratna yang menyebut penyidik tidak bisa dijadikan saksi karena objektivitasnya dipertanyakan. Jaksa berpendapat terbalik. Penyidik diperbolehkan dijadikan saksi, karena hal itu sudah sering terjadi misalnya pada perkara narkotika, di mana mereka melihat sendiri, mendengar dan mengalami sendiri perkara tersebut.

- Advertisement -

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos
spot_img

Berita Lainnya

spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Terdakwa kasus dugaan penyebaran berita bohong Ratna Sarumpaet menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (21/6/2019). Agenda persidangan kali ini yaitu replik dari pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Dalam draft repliknya, JPU menolak semua dalil nota pembelaan atau pleidoi yang disampaikan pengacara Ratna Sarumpaet. JPU bersikukuh meminta Majelis Hakim menjatuhkan hukuman pidana 6 tahun sesuai dengan tuntutan jaksa.

’’Jelas sekali bahwa apa yang didalilkan oleh penasihat hukum terdakwa dalam pledoi/nota pembelaannya adalah tidak berdasar sehingga harus ditolak. Semua hal yang penuntut umum nyatakan, baik itu surat dakwaan maupun surat tuntutan telah tepat dan sesuai dengan fakta-fakta yang terungkap di persidangan telah terang dan nyata,’’ kata anggota JPU, Reza Murdani.

Baca Juga:  Batam Panas hingga Akhir Agustus

’’Oleh karena itu sudilah kiranya majelis hakim menjatuhkan putusan terhadap terdakwa Ratna Sarumpaet sesuai dengan surat tuntutan penuntut umum,’’ imbuhnya.

Reza menyampaikan dalil pledoi Ratna tidak berdasar sehingga layak dimentahkan oleh Majelis Hakim. Ungkapan tim kuasa hukum yang menyebut Ratna tidak tepat dikenakan pasal 14 ayat 1 UU 1/1946 tentang peraturan hukum pidana karena sudah ada aturan baru yaitu UU nomor 30/2002 tentang penyiaran dan UU nomor 40/1999 tentang Pers, dinilai tidak benar.

Jaksa lantas merujuk keterangan Ahli Hukum Pidana Merti Rahmawati Argo. Menurut ahli UU penyiaran hanya khusus dilakukan medsos atau penyiaran sedangkan penyiaran yang dimaksud di dalam pasal 14 ayat 1 UU 1/1946 tentang peraturan hukum pidana memiliki pengertian memberitahu. ’’Bahwa perbuatan terdakwa tersebut telah terbukti secara meyakinian sebagaimana diuraikan dalam tuntutan kami,’’ sambung Reza.

Baca Juga:  Batik Air Tabrak Garbarata Bandara Ngurah Rai 

Lebih lanjut, jaksa membantah pleidoi Ratna yang menyebut penyidik tidak bisa dijadikan saksi karena objektivitasnya dipertanyakan. Jaksa berpendapat terbalik. Penyidik diperbolehkan dijadikan saksi, karena hal itu sudah sering terjadi misalnya pada perkara narkotika, di mana mereka melihat sendiri, mendengar dan mengalami sendiri perkara tersebut.

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari