Rabu, 23 Oktober 2024

Pilkada dan Nataru Momentum Dongkrak Daya Beli

- Advertisement -

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Perekonomian Indonesia pada kuartal keempat mengalami tekanan yang tidak biasa. Selama lima bulan beruntun, terjadi penurunan harga barang dan jasa atau deflasi. Presiden Joko Widodo telah merespons fenomena tersebut dan meminta jajarannya mengkaji lebih mendalam, apakah karena adanya perbaikan rantai pasok atau kemampuan daya beli masyarakat yang menurun.

Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Ajib Hamdani mengatakan, fenomena deflasi tersebut perlu dikaji dari dua sudut pandang ekonomi, yaitu sisi supply dan demand. Dengan begitu, bisa terlihat kesimpulan yang lebih komprehensif. ”Dari sisi demand, indikator-indikator ekonomi menunjukkan bahwa daya beli masyarakat sedang menurun. Pada Agustus 2024, LPEM UI sudah merilis bahwa lebih dari 8,5 juta penduduk Indonesia turun kelas sejak tahun 2018,” ujar Ajib, Senin (7/10).

- Advertisement -

Dari sisi supply, sambung Ajib, data ekonomi juga menunjukkan tekanan. Yaitu, dari data purchasing managers’ index (PMI) yang menjadi gambaran kondisi bisnis di sektor produksi barang. Sejak April 2024, PMI terus mengalami penurunan. Bahkan, sejak Juli 2024 mengalami konstraksi, yaitu indikator PMI turun di bawah 50. ”Daya beli masyarakat yang menjadi faktor konsumsi ini menjadi penopang signifikan pertumbuhan ekonomi sehingga pemerintah harus cepat memberikan insentif tepat sasaran agar daya beli kembali terjaga,” tegasnya.

Baca Juga:  Sejumlah Balonbup Kembalikan Formulir ke Parpol

Menurut Ajib, di kuartal keempat Indonesia mempunyai momentum positif untuk kembali mendongkrak daya beli secara umum. Pilkada yang dilaksanakan serentak di 38 provinsi, 416 kabupaten, dan 98 kota di Indonesia dipercaya mampu menjadi agregator belanja yang cukup signifikan.

”Alokasi dari APBN 2024 tidak kurang dari Rp30 triliun untuk pemilu. Alokasi dari pasangan calon dan peserta pilkada tentunya lebih besar lagi. Dan, perputaran uang ini akan langsung mengalir di masyarakat dalam bentuk barang maupun uang,” paparnya. Kontribusi pilkada serentak ini diharapkan memberikan kontribusi yang cukup signifikan seperti halnya momentum Idulfitri terhadap pertumbuhan ekonomi kuartal pertama 2024.

Soal deflasi yang terjadi lima bulan beruntun, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Moga Simatupang mengatakan, sejumlah konflik yang terjadi di beberapa negara menjadi salah satu alasan utama penyebabnya. ”Hal itu membuat permintaan dari pasar global menurun. Sehingga, ekspor beberapa produk dalam negeri turut terkena imbas penurunan,” ujar Moga.

Baca Juga:  Deflasi Beruntun dan Daya Beli Masyarakat

Ditambah, faktor dalam negeri yang dinilai belum ada momen besar yang menggerakkan daya beli. Moga pun menaruh harapan pada dua event besar pada akhir tahun, yakni pilkada hingga libur Natal dan tahun baru (Nataru).(agf/fal/jpg/muh)

- Advertisement -

Laporan JPG, Jakarta

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Perekonomian Indonesia pada kuartal keempat mengalami tekanan yang tidak biasa. Selama lima bulan beruntun, terjadi penurunan harga barang dan jasa atau deflasi. Presiden Joko Widodo telah merespons fenomena tersebut dan meminta jajarannya mengkaji lebih mendalam, apakah karena adanya perbaikan rantai pasok atau kemampuan daya beli masyarakat yang menurun.

Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Ajib Hamdani mengatakan, fenomena deflasi tersebut perlu dikaji dari dua sudut pandang ekonomi, yaitu sisi supply dan demand. Dengan begitu, bisa terlihat kesimpulan yang lebih komprehensif. ”Dari sisi demand, indikator-indikator ekonomi menunjukkan bahwa daya beli masyarakat sedang menurun. Pada Agustus 2024, LPEM UI sudah merilis bahwa lebih dari 8,5 juta penduduk Indonesia turun kelas sejak tahun 2018,” ujar Ajib, Senin (7/10).

Dari sisi supply, sambung Ajib, data ekonomi juga menunjukkan tekanan. Yaitu, dari data purchasing managers’ index (PMI) yang menjadi gambaran kondisi bisnis di sektor produksi barang. Sejak April 2024, PMI terus mengalami penurunan. Bahkan, sejak Juli 2024 mengalami konstraksi, yaitu indikator PMI turun di bawah 50. ”Daya beli masyarakat yang menjadi faktor konsumsi ini menjadi penopang signifikan pertumbuhan ekonomi sehingga pemerintah harus cepat memberikan insentif tepat sasaran agar daya beli kembali terjaga,” tegasnya.

Baca Juga:  Sasaran Perekaman KTP-el Siswa di Sekolah 

Menurut Ajib, di kuartal keempat Indonesia mempunyai momentum positif untuk kembali mendongkrak daya beli secara umum. Pilkada yang dilaksanakan serentak di 38 provinsi, 416 kabupaten, dan 98 kota di Indonesia dipercaya mampu menjadi agregator belanja yang cukup signifikan.

”Alokasi dari APBN 2024 tidak kurang dari Rp30 triliun untuk pemilu. Alokasi dari pasangan calon dan peserta pilkada tentunya lebih besar lagi. Dan, perputaran uang ini akan langsung mengalir di masyarakat dalam bentuk barang maupun uang,” paparnya. Kontribusi pilkada serentak ini diharapkan memberikan kontribusi yang cukup signifikan seperti halnya momentum Idulfitri terhadap pertumbuhan ekonomi kuartal pertama 2024.

Soal deflasi yang terjadi lima bulan beruntun, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Moga Simatupang mengatakan, sejumlah konflik yang terjadi di beberapa negara menjadi salah satu alasan utama penyebabnya. ”Hal itu membuat permintaan dari pasar global menurun. Sehingga, ekspor beberapa produk dalam negeri turut terkena imbas penurunan,” ujar Moga.

Baca Juga:  Daya Beli Masyarakat Rendah

Ditambah, faktor dalam negeri yang dinilai belum ada momen besar yang menggerakkan daya beli. Moga pun menaruh harapan pada dua event besar pada akhir tahun, yakni pilkada hingga libur Natal dan tahun baru (Nataru).(agf/fal/jpg/muh)

Laporan JPG, Jakarta

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img

Terbaru

spot_img

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari