(RIAUPOS.CO) – Setiap tanggal 17 Mei diperingati sebagai Hari Hipertensi Sedunia (HHS). Tema HHS tahun 2024 ini adalah “Measure your blood pressure accurately, Control it, and Live longer”, ukur tekanan darah secara akurat, kontrol tekanan darah dan panjang umur. Peringatan sekali setahun ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang hipertensi, risiko dan bahayanya. Dengan itu diharapkan masyarakat lebih mengenal dengan penyakit yang paling banyak dialami oleh masyarakat di seluruh dunia.
Data epidemiologi menunjukkan terdapat 1,3 miliar orang menderita hipertensi. Dan dua pertiganya berada di negara berpendapatan rendah dan menengah, Indonesia salah satunya. Data Riset Kesehatan Dasar (RISKEDAS) 2018, prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 34,1 persen. Angka ini meningkat dibandingkan tahun 2013. Hipertensi kini tidak lagi identik dengan penyakit orang kaya. Terbukti negara kaya seperti Swiss dan Kanada justru memiliki angka hipertensi yang paling rendah. Indonesia justru mengalami peningkatan tiap tahunnya.
Hipertensi adalah kondisi ketika tekanan darah mengalami peningkatan diatas normal (≥140/90 mmHg). Satu-satunya cara mengetahui hipertensi adalah dengan periksa tekanan darah. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan alat tensi air raksa ataupun digital. Selama caranya benar tidak ada beda antara keduanya. Pemeriksaannya sangat mudah dan sederhana. Namun demikian ada sekitar 46 persen orang dengan hipertensi tidak sadar bahwa dirinya mengalami hipertensi. Sebagian besar karena tidak pernah memeriksakan diri. Bahkan, mereka yang telah terdiagnosis hipertensi, hanya seperlima yang dapat mengontrolnya hingga normal. Saat ini, ada 700 juta orang di dunia dengan hipertensi yang belum terkontrol.
Perlu diketahui bahwa hipertensi merupakan salah satu penyebab kematian dini yang tersering di dunia. Julukan Silent Killer untuk hipertensi, selaras dengan karakter bahaya hipertensi itu sendiri. Yakni, orang tidak waspada akan kehadirannya, dan baru tersadar ketika kondisi sudah cukup parah. Banyak masyarakat yang baru terdiagnsosis hipertensi setelah datang dengan manifestasi yang berat seperti stroke, gagal ginjal atau gagal jantung. Tidak jarang, kondisi tersebut berakhir kepada kecacatan bahkan kematian.
Keterlambatan dalam diagnosis hipertensi adalah gambaran dari kesadaran masyarakat yang rendah akan bahaya hipertensi. Selain itu, prevalensi hipertensi yang cenderung meningkat disebabkan oleh tersebarnya pemahaman keliru di tengah masyarakat sehingga hal ini menjadi barier dalam menurunkan angka hipertensi. Beberapa kekeliruan dalam memahami hipertensi, antara lain; Merasa tidak hipertensi karena tidak ada gejala.
Pemahaman ini merupakan pemahaman keliru yang banyak tersebar di masyarakat kita. Sebagian mengatakan “Tekanan darah saya 180/100, tapi saya tidak ada sakit kepala, leher berat, atau pusing.”
Hipertensi secara umum tidak menimbulkan gejala. Ketika sudah menyebabkan gejala itulah yang disebut Hypertension-Mediated Organ Damaged (HMOD). Kondisi komplikasi dari hipertensi yang mengenai beberapa organ target seperti retina, jantung, ginjal, pembuluh darah dan otak. Sebelum adanya HMOD, hipertensi nyaris tanpa gejala. Dan itulah waktu yang terbaik untuk mengobati hipertensi.
Sebagian masyarakat juga mengatakan, “Jika tekanan darah saya normal, 120/80 saya pusing.” Ini juga tidak benar. Justru ketika tekanan darah itu tinggi, pembuluh darah konstriksi, ada risiko penurunan hantaran oksigen ke otak. Sebaliknya tekanan darah normal adalah kondisi yang optimal dalam hantaran oksigen dan darah.
Berdasarkan sebabnya hipertensi dikelompokkan menjadi dua, primer dan sekunder. Hipertensi primer adalah hipertensi yang tanpa latarbelakang kondisi tertentu. Sekitar 90% hipertensi kelompok ini. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan oleh kondisi atau penyakit lain.
Sindrom cushing, hiperaldosteronemia, dan stenosis arteri renal adalah diantara kondisi yang dapat menyebabkan hipertensi. Usia muda termasuk dalam 10% yang berpotensi mengalami hipertensi sekunder. Usia muda tidak menutup kemungkinan hipertensi.
Tatalaksana pengobatan hipertensi dimulai dari anjuran pola hidup sehat. Faktor risiko utama hipertensi adalah pola hidup yang tidak sehat. Merokok, diet tinggi garam, obesitas, dan malas berolah raga diantara pola hidup yang berpotensi mengalami hipertensi. Merubah pola hidup adalah kunci dari keberhasilan pengobatan hipertensi.
Jika belum terkontrol, disarankan mengkonsumsi obat-obatan penurun tekanan darah sesuai anjuran dokter. Obat dikonsumsi selama tekanan darah belum dapat terkontrol dengan baik. Bisa berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Sebagian masyarakat beranggapan obat-obatan tersebut akan merusak ginjal jika dikonsumsi dalam waktu jangka panjang. Sehingga mereka hentikan konsumsi obat. Akibatnya, tekanan darah kembali meningkat. Hipertensi menjadi tidak terkontrol.
Pemahaman yang benar adalah obat-obatan tersebut bertujuan mengontrol tekanan darah agar normal sehingga ginjal menjadi sehat dan terjaga. Jika tekanan darah tidak terkontrol, justru ginjal berisiko mengalami kerusakan. Pasien hipertensi yang tidak terkontrol memiliki risiko kerusakan ginjal lebih tinggi dibandingkan mereka yang hipertensi namun terkontrol. Maka, tidak benar anggapan obat-obatan itu akan merusak ginjal.
Ancaman Hipertensi
Profesor Majid Ezzati dari Imperial College London mengatakan, “hampir 50 tahun kita menangani hipertensi, yang mudah penegakan diagnosisnya dan murah harga obat-obatannya, namun pelayanan kesehatan masyarakat telah gagal karena masih banyak penderita hipertensi yang tidak mendapat terapi yang cukup.”
Periksa tekanan darah rutin jika sudah berusia 35 tahun. Mulai pola hidup sehat saat ini juga sebelum harus menelan berbagai jenis obat untuk menurunkan tekanan darah.
Ancaman hipertensi ada di sekitar kita. Makanan cepat saji, tinggi garam dan gula sangat mudah didapatkan. Aplikasi layanan antar makanan membuat masyarakat malas bergerak dan menjalani gaya hidup sendentari.
Evolusi kebiasaan merokok dari rokok kretek konvensional menjadi e-ciggarete atau vape merupakan bentuk ancaman baru khususnya bagi kaum remaja. Tumbuhkan kebiasaan olahraga di keluarga. Jika bukan kita yang merubahnya, maka ancaman itu akan terus menggerogoti kita. Cegah hipertensi, untuk usia yang lebih panjang.***