JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai Presiden Joko Widodo alias Jokowi benar-benar tidak memahami semangat pemberantasan korupsi. Hal itu terlihat dari Draf Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) yang mengatur pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berada di bawah presiden dinilai bertentangan dengan Undang-undang Nomor 19 tahun 2019.
"Baru-baru ini keluar (draf) Peraturan Presiden yang justru menegaskan KPK masuk pada ranah eksekutif. Memang itu diatur dalam UU Nomor 19 tahun 2019, tetapi kami nilai bahwa kebijakan politik hukum dari presiden dan DPR justru bertentangan dengan kesepakatan internasional," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam konferensi pers akhir tahun di kantornya, Jakarta Selatan, Minggu (29/12).
Kurnia menerangkan dalam keputusan United Nations Convention Againt Corruption (Uncac) dan Jakarta Prinsipel yang menegaskan bahwa lembaga korupsi itu harus independen. Sedangkan wacana Jokowi yang ingin meletakkan KPK dalam ranah eksekutif bertentangan dengan semangat internasional tersebrut.
"Justru itu yang dilanggar oleh Presiden Jokowi dengan mengeluarkan Perpres yang mengatakan KPK adalah bagian dari pemerintah," jelas dia.
Selain itu, kata Kurnia, jauh sebelum Draf Rencana Perpres itu, KPK sendiri sudah dilemahkan oleh Presiden Jokowi dan DPR RI. Hal itu melihat hasil produk kedua lembaga negara itu dengan merevisi Undang-undang KPK.
"Jadi kalau konteks kemarin September sampai Oktober, praktis seluruh DPR itu menyetujui. Kami nilai behind the scene-nya pasti karena KPK selalu menangani kasus yang melibatkan sektor politik dan menangkap beberapa anggota DPR," kata Kurnia. (tan/jpnn)
Sumber: Jpnn.com
Editor: Erizal
JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai Presiden Joko Widodo alias Jokowi benar-benar tidak memahami semangat pemberantasan korupsi. Hal itu terlihat dari Draf Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) yang mengatur pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berada di bawah presiden dinilai bertentangan dengan Undang-undang Nomor 19 tahun 2019.
"Baru-baru ini keluar (draf) Peraturan Presiden yang justru menegaskan KPK masuk pada ranah eksekutif. Memang itu diatur dalam UU Nomor 19 tahun 2019, tetapi kami nilai bahwa kebijakan politik hukum dari presiden dan DPR justru bertentangan dengan kesepakatan internasional," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam konferensi pers akhir tahun di kantornya, Jakarta Selatan, Minggu (29/12).
- Advertisement -
Kurnia menerangkan dalam keputusan United Nations Convention Againt Corruption (Uncac) dan Jakarta Prinsipel yang menegaskan bahwa lembaga korupsi itu harus independen. Sedangkan wacana Jokowi yang ingin meletakkan KPK dalam ranah eksekutif bertentangan dengan semangat internasional tersebrut.
"Justru itu yang dilanggar oleh Presiden Jokowi dengan mengeluarkan Perpres yang mengatakan KPK adalah bagian dari pemerintah," jelas dia.
- Advertisement -
Selain itu, kata Kurnia, jauh sebelum Draf Rencana Perpres itu, KPK sendiri sudah dilemahkan oleh Presiden Jokowi dan DPR RI. Hal itu melihat hasil produk kedua lembaga negara itu dengan merevisi Undang-undang KPK.
"Jadi kalau konteks kemarin September sampai Oktober, praktis seluruh DPR itu menyetujui. Kami nilai behind the scene-nya pasti karena KPK selalu menangani kasus yang melibatkan sektor politik dan menangkap beberapa anggota DPR," kata Kurnia. (tan/jpnn)
Sumber: Jpnn.com
Editor: Erizal