Perekonomian Global
PEREKONOMIAN global sedang berada dalam fase melambat, bersamaan dengan perang dagang yang hingga kini belum menemui titik penyelesaian. Pertumbuhan ekonomi global yang sudah melambat sejak 2018, diperkirakan semakin melambat pada 2019. Volume perdagangan dunia yang masih tumbuh positif pada 2018, diperkirakan menukik tajam dan terkontraksi pada 2019.
Melambatnya pertumbuhan ekonomi global bersumber dari melambatnya seluruh engine ekonomi dunia, mulai dari Amerika Serikat, Uni Eropa, Cina, hingga India. Perang dagang yang hingga kini belum menemui titik penyelesaian semakin memperparah perlambatan ekonomi global. Ke depan, dengan berlanjutnya ketidakpastian dan problem struktural, pertumbuhan ekonomi global diperkirakan tidak banyak meningkat.
Dari sisi harga, komoditas utama Riau juga belum dapat diandalkan. Harga CPO dunia tahun 2019 lebih rendah dibandingkan 2018, dan diperkirakan tidak meningkat signifikan pada 2020. Harga minyak dunia juga lebih rendah dibandingkan 2018, dan diperkirakan masih melanjutkan penurunan pada 2020. Hanya harga karet dunia yang sempat membaik, namun itu pun diperkirakan kembali terkoreksi pada 2020.
Sementara itu, permintaan CPO dunia masih dibayangi berbagai hambatan baik tarif maupun nontarif. Dari Eropa, berbagai upaya black campaign masih terjadi, diiringi dengan upaya politik untuk meninggalkan bahan bakar berbasis kelapa sawit melalui Renewable Energy Directive (RED) II dan, yang baru saja ditetapkan 9 Desember yang lalu, pengenaan tarif 8% – 18% atas impor biodiesel Indonesia. India pun melakukan hal yang serupa dengan pengenaan tarif atas CPO dan RPO. Namun, peluang sedikit terbuka yang berasal dari impor CPO Tiongkok, Timur Tengah, Afrika, dan beberapa negara Skandinavia.
Meski dalam situasi yang kurang menggembirakan, potensi ekonomi dari tren digitalisasi terbuka lebar. Pada tahun 2019 jumlah pengguna internet di Asia Tenggara mencapai 360 juta orang. Pertumbuhan tersebut turut memberikan sumbangsih pada volume ekonomi digital yang mencapai $100 miliar di tahun 2019. Sementara, volume ekonomi digital Indonesia diperkirakan mencapai $40 miliar dengan rata-rata pertumbuhan 49% per tahun. E-commerce dan ride-hailing menjadi pendorong utama di kawasan ini; ditambah adopsi pembayaran digital yang mendominasi semua layanan berbasis aplikasi. Apabila tahun lalu sektor online travel masih memimpin, tahun ini giliran e-commerce. Gross Merchandise Volume e-commerce di Indonesia diperkirakan mencapai $21 miliar, tumbuh 88% dibandingkan posisi 2015.
Perekonomian Riau
Perlambatan ekonomi global memukul ekspor Riau. Tren pertumbuhan ekspor Riau terus melambat sejak 2011 dan semakin rendah sejak berakhirnya bulan madu harga komoditas pada 2015. Pada 2019, pertumbuhan ekonomi global yang menukik tajam juga menyebabkan selalu terkontraksinya ekspor Riau hingga triwulan III.
Ekspor yang terpukul menjadi sumber perlambatan pertumbuhan ekonomi Riau secara signifikan. Tren pertumbuhan ekonomi Riau terus melambat sejak 2011 sejalan dengan ekspor. Sejak 2017, perlambatan pertumbuhan ekonomi Riau mulai melandai. Hingga triwulan III 2019, pertumbuhan ekonomi Riau sedikit membaik dibandingkan 2018.
Kebijakan B20 yang digulirkan Pemerintah menjadi blessing in disguise, dan cukup efektif dalam menahan perlambatan ekonomi Riau lebih lanjut. Pada penghujung 2018, pemerintah telah menetapkan alokasi pengadaan B20 kepada sejumlah produsen di Indonesia. Termasuk didalamnya, terdapat 7 (tujuh) perusahaan di Provinsi Riau yang mendapatkan mandat untuk memproduksi 2,72 juta kL B20 atau setara dengan 41% pangsa produksi nasional. Dari segi kapasitas, alokasi produksi B20 baru menyerap 60,1% dari kapasitas produksi yang mencapai 4,52 juta kL, sehingga masih ada peluang bagi Riau untuk meningkatkan produksi biodiesel.