Bahasa berkembang dengan sangat cepat. Hampir semua sektor mengikuti perkembangan bahasa, untuk menyesuaikan dengan masyarakat sebagai pengguna bahasa itu sendiri, terutama kaum muda, yang cenderung mengikuti perkembangan bahasa, secara terus menerus hingga saat ini.
Sehingga tidak jarang kita melihat adanya pergeseran dan perubahan dalam penggunaan bahasa di berbagai tempat, bahkan lembaga pendidikan sekalipun, tidak luput dari pengaruh perkembangan bahasa tersebut, yang sebagian besar berasal dari istilah asing, yang perlahan terus menggerus bahasa ibu.
Ketika berada di pinggir jalan, kita bisa menghitung dan memperkirakan persentase penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar dengan penggunaan bahasa asing, yang terpampang di baliho, spanduk, papan reklame dan media luar ruang lainnya.
Bahkan di sekolah-sekolah, seperti tidak sadar juga mengikuti dan menggunakan istilah asing untuk menunjukkan nama ruang, tempat, dan pemberitahuan umum di titik tertentu, yang tentu saja dengan tujuan lebih dekat dengan bahasa yang digunakan oleh anak-anak. Tentunya itu akan terus mengubah kebiasaan anak dalam berbahasa, sekaligus tanpa sadar dan sengaja mendukung siswa untuk terus melupakan bahasa Indonesia.
Tidak perlu jauh-jauh meninjau, di Riau saja misalnya, kita lihat istilah kepala sekolah, beberapa waktu lalu sejumlah sekolah di Riau marak menggunakan istilah headmaster, begitu juga untuk sebutan-sebutan jabatan lainnya di sekolah, dan juga penyebutan berbagai ruangan.
Hal itu juga yang agaknya kemudian yang menjadi salah satu pertimbangan oleh Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan lebih memilih Provinsi Jawa Tengah untuk mendapatkan Anugerah Adi Bahasa tahun 2019 lalu, sedangkan Riau jangankan menang, bahkan masuk dalam nominasi pun tidak, walaupun Riau dikenal sebagai daerah penyumbang kosakata terbanyak dalam bahasa Indonesia.
Untungnya hal ini segera disadari oleh pihak Pemerintah Provinsi Riau, kemudian melalui Kepala Dinas Kebudayaan Riau, Yoserizal Zen, pada November 2019 lalu, dilakukanlah deklarasi dalam kegiatan Bulan Bahasa Riau, untuk bisa menyeragamkan penggunaaan bahasa Indonesia, untuk merawat dan melestarikan bahasa Indonesia, di berbagai tingkat pendidikan, dari jenjang sekolah, hingga perguruan tinggi di Riau.
Dari banyaknya sektor yang terdampak dan terpengaruh oleh bahasa dan penggunaan istilah baru dalam masyarakat tersebut, media menjadi harapan besar untuk tetap bisa mempertahankan kaidah dan penggunaan bahasa yang baik dan benar, melalui bahasa jurnalistik yang seutuhnya menggunakan bahasa Indonesia, sesuai dengan kode etik penggunaan bahasa yang sudah diatur.
Media sebagai sumber informasi yang selalu dekat dengan masyarakat dan selalu dijadikan referensi, memiliki peran besar untuk terus menerus mensosialisasikan penggunaan bahasa yang baik dan benar kepada masyarakat. Karena dalam bahasa jurnalistik, bahasa Indonesia menjadi bahasa utama dan acuan, memiliki kaidah yang sama dengan bahasa Indonesia, seperti singkat, padat, sederhana, jelas, lugas, dan didasarkan kepada Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).
Karena itu, dalam perkembangan bahasa Indonesia, juga sangat membutuhkan media dalam menyampaikan kepada masyarakat dan membiasakan masyarakat untuk menggunakan bahasa-bahasa baru, yang sebagian merupakan pengganti istilah asing yang sudah familiar dalam masyarakat sebelumnya, dan media berperan dalam menghadirkan bahasa yang sudah di-Indonesia-kan melalui bahasa jurnalistik, sehingga kata asing tersebut bisa ditertibkan.
Tentunya hal tersebut bukan berarti menunjukkan kita anti dengan istilah asing, namun lebih mengutamakan bahasa Indonesia dibandingkan istilah asing, sekaligus merawat dan melestarikan bahasa kita sendiri.
Dalam hal ini, kita bisa melihat, bahwa penggunaan bahasa Indonesia dalam dunia jurnalistik menjadi salah cara yang tepat untuk menguatkan bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu, sekaligus mempertahankan kedaulatan bangsa.
Ketika berbagai sektor terus digerus oleh istilah dan bahasa baru, media bagaimanapun harus tetap bertahan dengan tidak ikut terpengaruh. Bahasa jurnalistik akan menjadi perisai yang sangat kuat, dalam mempertahankan, merawat dan melestarikan bahasa Indonesia, tapi juga sekaligus terus menguatkan, hingga menular dan menjadi kebiasaan bagi masyarakat.