PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Masalah kemiskinan ini merupakan masalah klasik yang terjadi di Indonesia, termasuk juga di Provinsi Riau. Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi Riau harus membuat terobosan.
Tujuannya agar dapat menekan angka kemiskinan dengan menyesuaikan keperluan masyarakat prasejahtera dengan cara melakukan pendekatan, sehingga angka pengangguran dan kemiskinan dapat berkurang dari tahun ketahuan.
Hal ini diungkapkan Pengamat Kebijakan Publik Khairul Amri MSi. Meksipun saat ini pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk menurunkan angka pengangguran, namun tidak ada salahnya untuk melakukan evaluasi sebagai proses akhir dari sebuah kebijakan. Sehingga bila program ini efektik bisa dilanjutkan.
"Kalau memang program yang ada ini tidak berjalan baik maka pemerintah harus melakukan evaluasi. Apa yang sebenarnya terjadi. Apakah tidak berjalan baik dalam hal implementasikan pada zaman saat ini? Atau apa pemerintah harus memiliki jawabannya. Kita menginginkan angka pengangguran dan kemiskinan dapat menurunkan sehingga masyarakat kita dapat semakin baik dalam hal perekonomiannya," tuturnya.
Sementara itu, Pengamat Ekonomi dari Universitas Riau Dr H Edyanus Herman Halim SE MS menilai Riau merupakan daerah tujuan mobilisasi masyarakat untuk migrasi, sehingga jumlah penduduk miskin ditentukan oleh migrasi serta harga komoditas produksi.
Dijelaskannya, ekonomi Riau banyak ditopang oleh komoditas perkebunan. Ada sekitar 1,1 juta kepala keluarga yang menggantungkan hidupnya pada sektor perkebunan. Turunnya harga komoditas perkebunan juga berimbas pada naiknya penduduk miskin Riau.
"Sekarang harga sawit sudah membaik sekitar Rp1.900 per kilogram. Sekarang mungkin merangkak naik, dan kemungkinan akan penduduk miskin akan semakin berkurang. Perkiraan, dengan naiknya harga sawit, penduduk miskin akan bekurang, tapi risikonya orang banyak ke Riau yang cari pekerjaan," jelasnya, Rabu (27/7).
Jika harga komoditas seperti sawit, karet, dan lain-lain meningkat maka daya beli masyarakat akan turut meningkat, sehingga sektor-sektor lainnya juga akan mendapat dampak positif. "Kalau harga produksi naik, perdagangan naik, duit masyarakat banyak untuk belanja, dan berputar, sektor-sektor lain akan ikut menikmati," ujarnya.
Edyanus memaparkan, pemerintah harus fokus pada pembangunan ke sektor yang memdorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Menurutnya, jangan sampai uang dihambur-hambutkan untuk jalan-jalan ke luar negeri.
"Bangun insfrastruktur yang bisa meningkatkan lalu lintas perekonomian masyarakat, perbaiki pelayanan di bidang pasar, air bersih, listrik, pelayanan kesehatan, dan kembangkan pariwisata yang sifatnya buatan dengan mengaitkannya dengan wisata alam," ungkapnya.
Selain itu, Edyanus menambahkan pemerintah juga harus memiliki tata kelola pemerintahan yang baik agar timbul kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. "Jangan korupsi supaya uang rakyat dapat digunakan sebaik-baiknya untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat," ujarnya.
Di sisi lain, menyikapi data yang dikeluarkan BPS year on year (yoy) terkait angka penduduk miskin di Riau, seorang warga Jalan Tengku Bey yang berprofesi sebagai petani Iyem, mengaku data tersebut mungkin benar adanya karena saat ini jumlah orang yang menjadi pengangguran sangat banyak di Kota Pekanbaru dan tingkat kejahatan juga sangat tinggi.
Sehingga dirinya berharap pemerintah daerah dapat membuka peluang pekerjaan untuk masyarakat. "Saat pandemi sekarang ini memang banyak yang jadi pengangguran. Makanya kejahatan juga tinggi. Banyak yang tidak bisa makan akhirnya melakukan tindakan tidak terpuji, " ucapnya.
Hal serupa juga diungkapkan oleh Yoni salah seorang pedagang makanan. Menurutnya permasalahan kemiskinan dan tingginya angka pengangguran tersebut dikarenakan masyarakat yang tidak memiliki kemampuan untuk memulai usaha, baik itu bekerja dengan orang lain maupun membuka usaha sendiri.
Belum lagi, tidak adanya bantuan dana untuk membuka usaha juga menjadi salah satu faktor tingkat kemiskinan terjadi. Dirinya juga berharap pemerintah daerah dapat membuat kegiatan pelatihan untuk masyarakat agar para pengangguran memiliki skill yang mumpuni dan mudah mendapatkan perkerjaan.
Selain itu, pemerintah daerah juga harus mengutamakan masyarakat untuk mendapatkan pekerjaan di daerah sendiri, bukan malah mencari para pekerja dari luar kota yang membuat masyarakat tempatan gigit jari di daerah sendiri.
"Buka pelatihan tetapi dengan serius. Jangan hanya buka habis itu lapangan pekerjaan untuk mereka yang mempunyai skill tidak di berikan. Ini tidak, sudah ada masyarakatnya yang memiliki skill, malah para pekerja dari luar yang dibawa bekerja. Sementara pekerja lokal hanya jadi penonton," tuturnya.
Sementara itu, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Rokan Hulu (Rohul) bekerja sama dengan lembaga penelitian dan pengabdian kepada masyarakat (LPPM) Universitas Riau (Unri) sedang melakukan kajian penguatan data kelembagaan serta penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Rohul.
Berdasarkan data BPS, terhitung sejak tahun 2007 setiap tahunnya hingga saat ini angka kemiskinan di Rohul terus mengalami penurunan. Sesuai masterplan yang diperoleh kerja sama antara Bappeda Rohul dengan LPSE Unri tahun 2007 lalu, diketahui rumah tangga miskin 32 persen.
Sementara dilihat setelah 15 tahun, posisi tingkat kemiskinan di Rohul saat ini berada di angka 10,4 persen menurun sebanyak 15 persen selama kurun waktu 15 tahun. Dalam artian, dirata-ratakan terjadi penurunan 1 persen kemiskinan di Rohul.
Kepala Bappeda Rohul Drs Yusmar MSi menyebutkan dengan telah terjadinya penurunan angka kemiskinan di Kabupaten Rohul, maka pemerintah daerah tidak akan berpuas diri. Hal itu dikarenakan Kabupaten Rohul belum sanggup melampaui 1 (satu) digit di bawah 10 persen. Ya, Kabupaten Rohul masih berada di bawah kabupaten lain yang ada di Riau.
"Secara persentase Kabupaten Rohul nomor dua dari bawah di Riau setelah Meranti. Secara jumlah penduduk, kami lumayan besar makanya posisi berada paling bawah,"jelasnya.
Diakuinya, saat ini di Kabupaten Rohul terdapat 74.730 jiwa penduduk tergolong miskin. Kemudian dari data yang dikeluarkan oleh tim Wakil Presiden Republik Indonesia, untuk masalah penduduk ekstrem di Rohul ada 32.000 jiwa.
Hal inilah yang perlu dikaji dan dilakukan bekerjasama dengan LPPM Unri untuk mengetahui sebenarnya tingkat kemiskinan di Rohul. Yang menjadi tugas berat Pemkab Rohul saat ini adalah bagaimana kemiskinan ekstrem ini harus tuntas pada tahun 2024 mendatang.
Untuk diketahui, Pemkab Rohul cukup serius dalam menurunkan angka kemiskinan, seperti halnya Bappeda Rohul telah melaksanakan masterplan pada tahun 2007, kemudian bagaimana kelembagaan Kube pada waktu itu yang berkembang pada tahun 2014 telah melaksanakan kajiannya.
Namun sekarang ini yang diperlukan fokus kepada data dan lembaga, karena masih simpang siurnya antara data 1, data 2, dan data 3 yang kemungkinan nantinya akan dikembangkan. Bappeda sendiri akan membuat aplikasi e-Kemiskinan. "Mudah-mudahan itu terwujud dalam rangka mempertajam penanggulangan masalah kemiskinan di Rohul,"jelasnya.
Dijelaskannya, titik berat pembangunan saat ini, salah satunya meliputi bagaimana mengurangi angka kemiskinan. Jika dulunya hanya angka kemiskinan, sekarang ditambah namanya kemiskinan ekstrem yang harus dilaksanakan dan termasuk didalamnya program nasional yakni penanganan stunting.
Dalam rangka menindaklanjuti program nasional tersebut, katanya, Kabupaten Rohul tahun melaksanakan kajian atau penelitian tentang masalah data dan kelembagaan untuk masalah kemiskinan. (sol/ayi/kas/mng/amn/epp)