JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Pascaterungkapnya kasus penyeludupan Harley Davidson dan sepeda Brompton yang dilakukan direksi Garuda Indonesia, Menteri BUMN Erick Thohir yang baru dilantik sekitar dua bulan lalu, bergerak cepat dalam melakukan upaya bersih-bersih BUMN.
Setelah memecat jajaran direksi maskapai pelat merah itu, dia langsung menertibkan perusahaan-perusahaan BUMN beserta anak cucunya yang dinilai tidak efektif dan justru menghambat pertumbuhan ekonomi domestik.
Menurut Kepala Bagian Protokol dan Humas Kementerian BUMN Ferry Andrianto, sesuai dengan instruksi Presiden Jokowi yang menargetkan BUMN harus go global di 2024, maka BUMN pun harus berbenah. Upaya pembenahan ini dilakukan cukup cepat oleh Erick. Setidaknya sudah ada enam aturan baru yang dibuat pendiri Mahaka Group itu untuk menertibkan perusahaan-perusahaan milik negara tersebut.
"Dari beberapa ketentuan, sudah ada enam peraturan dari Pak Menteri dalam waktu kurang dari dua bulan. Ini membuktikan Pak Erick tidak main-main dan benar-benar ingin membawa perubahan suasana baru. Karena untuk sebuah usaha, BUMN itu luar biasa besar. Bahkan mungkin separuh ekonomi Indonesia itu adalah BUMN," paparnya dalam acara diskusi Populi Center berjudul "Garuda dan Momentum Pembenahan BUMN" di Kedai Sirih Merah, kemarin (14/12).
Ferry menuturkan, hingga saat ini setidaknya ada 142 BUMN. Dari jumlah tersebut, BUMN yang murni milik negara ada 114 perusahaan. Namun, dia mengakui, jumlah anak cucu perusahaan-perusahaan BUMN cukup banyak. Dia menuturkan, ada latar belakang yang membuat BUMN akhirnya memiliki anak usaha.
Yakni, adanya kebutuhan yang berkaitan dengan BUMN terkait. Misalnya BUMN Tambang biasanya memiliki hotel dan rumah sakit sendiri. "Jadi ini dulu memang ada sejarahnya, diawali dari kebutuhan masing-masing BUMN," tuturnya.
Namun, Ferry mengakui, dalam perkembangannya, anak-anak usaha BUMN ini ternyata tidak hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan BUMN induk, melainkan juga masyarakat umum. Akibatnya, anak-anak usaha BUMN ini pun makin besar hingga mematikan usaha swasta.
Untuk itu, mulai dilakukan inventarisasi terkait sejumlah BUMN yang memiliki anak-anak usaha serupa. Misalnya, BUMN yang memiliki rumah sakit seperti Pertamina, Pelni, hingga PTPN. Rencananya, anak-anak usaha yang bergerak di bidang yang sama seperti rumah sakit tersebut akan dikonsolidasikan.
"Pak Erick sudah mulai inventarisir, walaupun sebenarnya rencana mengatur anak usaha ini sudah ada di Kementrian sebelumnya. Jadi, kemarin Pak Menteri sudah buat kebijakan untuk memantapkan kembali konsolidasi yang diatur dalam SK nomor 315 (SK-315/MBU/2019),"jelasnya.
Dalam Surat Keputusan tersebut, lanjut Ferry, diantaranya diatur soal moratorium pendirian anak usaha baru. Namun dikecualikan bagi perusahaan yang mengelola jasa konstruksi dan jalan tol, karena hal tersebut terkait proyek strategis nasional.
"Prinsipnya adalah ini Pak menteri sedang review kembali, sehingga konsolidasi anak usaha ini bisa dukung induknya. Jangan sampaik tidak jelas, dan tidak sesuai core business-nya. Banyak anak usaha BUMN, tapi justru nilai leverage kurang untuk dukung bisnis utama. Jangan sampai masyarakat merasa bisnis mereka diambil BUMN," lanjutnya.
Dalam kesempatan yang sama, Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi Arief Budimanta menuturkan, BUMN seharusnya menjadi agen perubahan. Maka, BUMN harus berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Untuk itu, Presiden Jokowi berharap BUMN bisa berkompetisi tidak hanya di kawasan regional tapi juga global.
Dia mengungkapkan, sebenarnya tidak sedikit BUMN yang sudah mapan bahkan sudah menggarap proyek-proyek di luar negeri. Sayangnya, sejumlah BUMN yang cukup berhasil tersebut lantas mengembangkan bisnisnya terlalu jauh. Di antaranya dengan mendirikan anak perusahaan yang tidak berkaitan dengan core business BUMN induk.
Karena itu, Arief pun memuji Menteri BUMN Erick Thohir yang bergerak cukup cepat dalam merespon persoalan penataan anak-anak usaha BUMN tersebut. Khususnya, ketentuan terkait moratorium untuk bentuk anak usaha dan cucu BUMN.
"Kemudian juga terkait perusahaan BUMN yang ingin memiliki anak usaha. Bukan tidak boleh, tapi ya jangan jauh dari core competence-nya. Usaha pelabuhan misalnya, apa urusan dengan catering. Itu harus dibagikan, jangan sampai BUMN sampai mematikan usaha rakyat," urainya.
Arief juga menyoroti tata kelola BUMN. Dia mengakui, seperti perusahaan swasta tidak semua BUMN memiliki tata kelola perusahaan yang baik. Namun, BUMN karena dikelola oleh negara, maka harus mampu menjadi teladan yang baik. "Kalau yang dikelola oleh negara aja tidak bisa teladan, bagaimana. Karena yang dilihat masyarakat itu keteladanan," ujarnya.
Sementara itu, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Berly Martawardaya menyoroti rangkap jabatan sebagai direksi sekaligus komisaris anak usaha Garuda yang dilakukan Mantan Dirut Garuda Ari Askhara. Dia mengungkapkan bahwa apa yang dilakukan Ari tersebut akan menimbulkan kecemburuan sosial.
Dia mengakui bahwa pengawasan terhadan anak perusahaan memang merupakan salah satu tugas Dirut. Namun, jabatan komisaris pada enam anak usaha Garuda Indonesia menurutnya sangat berlebihan. "Tentu saja fungsi Dirut mengawasi anak perusahaan itu ada, tapi apakah itu perlu jadi komisaris? Apakah perlu sebanyak itu? Ini tidak menyentuh rasa keadilan di masyarakat," tegas Berly.
Berly melanjutkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2020 nanti diperkirakan akan mengalami perlambatan. Kondisi ekonomi ini berbanding terbalik dengan yang terjadi di kursi jabatan perusahaan BUMN. "Tahun depan ekonomi kita akan lebih lemah. Melihat ada pimpinan yang rangkap jabatan begitu tentu membuat masyarakat bertanya-tanya, itu gajinya berapa ya? Pada akhirnya menimbulkan kecemburuan sosial yang cukup tinggi," tuturnya.
Untuk itu, Berly menyaranakn agar Menteri BUMN Erick Thohir dapat membatasi jatah kepemimpinan di perusahaan BUMN. Selain itu, pihaknya juga berharap, sekalipun harus merangkap jabatan, sebaiknya dilihat dahulu rekam jejak kinerjanya.
"Setidaknya yang menjabat di banyak anak perusahaan BUMN itu dilihat dulu kinerjanya seperti apa. Kalau kinerjanya bagus, masyarakat bisa saja rela kalau direksi punya take home pay besar. Tapi jangan juga bersenang-senang diatas kesulitan orang lain," imbuhnya.
Dewan Penasihat Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) Chris Kanter menambahkan, upaya bersih-bersih BUMN yang dilakukan Erick, termasuk di antaranya merampingkan anak dan cucu usaha BUMN, harus dilakukan dengan hati-hati. Karena, menurut dia, tidak semua anak dan cucu usaha BUMN kinerjanya menyimpang dari core business induknya.
Ada beberapa badan usaha baik anak maupun cucu usaha BUMN yang justru menopang induk usahanya. "Jadi itu tidak bisa kita generalisir, karena macam-macam. Karena itu, harus melihat seluruh masalah yang ada, kenapa ini harus dilikuidasi, kenapa ini mesti di-merger dan lainnya," kata Chris.(ken/jpg)