Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Jokowi Ingin Hukuman Mati ke Koruptor, DPR Segera Revisi UU Tipikor

JAKARTA(RIAUPOS.CO)– Opsi hukuman mati bagi koruptor yang dimungkinkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendapat pandangan dari berbagai pihak. Pasalnya, hukuman mati belum bisa diterapkan kepada para koruptor. Sehingga, perlu adanya revisi Undang-Undang (UU) Nomor 31/1999 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Hal ini diutarakan Anggota Komisi III DPR, Sarifuddin Sudding menanggapi soal adanya hukuam mati tersebut. “Jangan melempar kepada masyarakat yang menginisiasi UU itu pemerintah. Kalau Jokowi sudah merasa mendesak memberlakukan hukuman mati, ya pemerintah, Presiden menginisiasi UU,” ‎ujar Sudding saat dikonfirmasi, Rabu (11/12).

Ia menilai aneh kepada Presiden Jokowi ingin melakukan hukuman mati, sementara UU Nomor 31/1999 tentang Tipikor belum direvisi, malah melemparkan ke masyarakat. “Bagaimana mau menerapkan hukuman mati terhadap para koruptor sementara UU-nya belum memberikan ruang untuk itu, hanya persoalan penyalahgunaan dana bantuan bencana alam. Hanya sebatas itu,” katanya.

Baca Juga:  Mitoskah Kerap Minum Kopi Sebabkan Jerawat

Adapun hukuman mati diatir dalam pasal 2 ayat 2 UU Nomor 31/1999 tentang Tindak Pidana Korupsi. Isi pasal itu adalah, “Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud ayat 1 dilakukan keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan,” demikian bunyi Pasal 2 ayat 2‎.

Sekadar informasi, Jokowi menyebutkan bahwa aturan hukuman mati untuk koruptor bisa saja diterapkan jika memang ada kehendak yang kuat dari masyarakat. Menurut Jokowi, penerapan hukuman mati dapat diatur sebagai salah satu sanksi pemidanaan dalam UU Tipikor melalui mekanisme revisi di DPR.

“Itu yang pertama kehendak masyarakat, kalau masyarakat berkehendak seperti itu dalam rancangan UU pidana tipikor, itu (bisa) dimasukkan,” kata Jokowi.

Jokowi meyakini, jika ada keinginan dan dorongan kuat dari masyarakat. Maka DPR akan mendengar. Namun, ia menekankan, semuanya akan kembali pada komitmen sembilan fraksi di DPR.

Baca Juga:  Serangan Rudal Hantam Infrastruktur Militer di Wilayah Lviv Ukraina

Editor : Deslina
Sumber: Jawapos.com

JAKARTA(RIAUPOS.CO)– Opsi hukuman mati bagi koruptor yang dimungkinkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendapat pandangan dari berbagai pihak. Pasalnya, hukuman mati belum bisa diterapkan kepada para koruptor. Sehingga, perlu adanya revisi Undang-Undang (UU) Nomor 31/1999 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Hal ini diutarakan Anggota Komisi III DPR, Sarifuddin Sudding menanggapi soal adanya hukuam mati tersebut. “Jangan melempar kepada masyarakat yang menginisiasi UU itu pemerintah. Kalau Jokowi sudah merasa mendesak memberlakukan hukuman mati, ya pemerintah, Presiden menginisiasi UU,” ‎ujar Sudding saat dikonfirmasi, Rabu (11/12).

Ia menilai aneh kepada Presiden Jokowi ingin melakukan hukuman mati, sementara UU Nomor 31/1999 tentang Tipikor belum direvisi, malah melemparkan ke masyarakat. “Bagaimana mau menerapkan hukuman mati terhadap para koruptor sementara UU-nya belum memberikan ruang untuk itu, hanya persoalan penyalahgunaan dana bantuan bencana alam. Hanya sebatas itu,” katanya.

- Advertisement -
Baca Juga:  Jubir Wapres: Arab Tak Perlu Ragu Terima Jamaah Umrah Asal Indonesia

Adapun hukuman mati diatir dalam pasal 2 ayat 2 UU Nomor 31/1999 tentang Tindak Pidana Korupsi. Isi pasal itu adalah, “Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud ayat 1 dilakukan keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan,” demikian bunyi Pasal 2 ayat 2‎.

Sekadar informasi, Jokowi menyebutkan bahwa aturan hukuman mati untuk koruptor bisa saja diterapkan jika memang ada kehendak yang kuat dari masyarakat. Menurut Jokowi, penerapan hukuman mati dapat diatur sebagai salah satu sanksi pemidanaan dalam UU Tipikor melalui mekanisme revisi di DPR.

- Advertisement -

“Itu yang pertama kehendak masyarakat, kalau masyarakat berkehendak seperti itu dalam rancangan UU pidana tipikor, itu (bisa) dimasukkan,” kata Jokowi.

Jokowi meyakini, jika ada keinginan dan dorongan kuat dari masyarakat. Maka DPR akan mendengar. Namun, ia menekankan, semuanya akan kembali pada komitmen sembilan fraksi di DPR.

Baca Juga:  Mitoskah Kerap Minum Kopi Sebabkan Jerawat

Editor : Deslina
Sumber: Jawapos.com

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari