Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Honor Tambahan ASN Dihilangkan

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta pemerintah mempercepat penerapan sistem penggajian tunggal (single salary system) aparatur sipil negara (ASN). Dengan begitu, ke depan diharapkan tidak ada lagi ASN yang menerima honor tambahan dari berbagai kegiatan. Sistem itu berlaku di KPK saat ini.

Usulan sistem penggajian tunggal itu kembali disampaikan KPK pada puncak peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia), Senin (9/12). Ketua KPK Agus Rahardjo berharap komitmen menerapkan sistem tersebut bisa segera diwujudkan dalam waktu dekat. "Jadi menjadi pejabat itu sudah tidak mendapatkan honor lagi," kata Agus saat diskusi di gedung KPK. 

 Agus memberikan gambaran tentang penerapan sistem penggajian tunggal di KPK sekarang ini. Menurut dia, pegawai KPK tidak menerima honor dari setiap kegiatan. Baik itu kegiatan yang diselenggarakan KPK maupun entitas lain. 

"Saya yakin kalau itu (gaji) dijadikan satu, itu mungkin akan lebih baik," tuturnya dalam diskusi yang juga dihadiri Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani itu. 

Komisioner asal Magetan itu juga berharap pemerintah mempercepat komitmen pencegahan korupsi di berbagai lini melalui sistem e-government. Sistem itu d iantaranya meliputi e-budgeting, e-procurement, dan e-catalog. Selain itu Agus juga meminta percepatan reformasi birokrasi untuk perbaikan tata kelola pemerintahan yang baik.

Sementara itu Menkeu Sri Mulyani mengatakan penerapan sistem penggajian tunggal dengan menghapus honor tambahan bagi ASN tidak bisa langsung dilaksanakan. Sistem itu harus dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan banyak hal. Salah satunya memperbaiki remunerasi ASN dengan melihat kekuatan APBN.

"Tidak bisa langsung melakukan adjustment (pengaturan) yang kemudian (menyebabkan) tidak sustainable APBN-nya," ujarnya.

Ani -sapaan Sri Mulyani- menyebut perbaikan remunerasi harus dikaitkan dengan kemampuan keuangan negara. 

"Ini semacam ayam dan telur (mana duluan), oleh karena itu harus dilakukan secara bertahap," paparnya. 

Sri menjelaskan road map dan platform pencegahan korupsi pemerintah sejatinya sama. Yakni bagaimana menghilangkan faktor awal yang menjadi alasan ASN melakukan korupsi. Alasan pertama, kata dia, yaitu terkait pendapatan atau gaji. Pendapatan itu harus disesuaikan dengan kompetensi, ruang lingkup tanggung jawab dan tantangan yang dihadapi. 

"Kalau di luar, dia (ASN, red) bisa ditawari gaji yang sangat besar namun di dalam kementerian atau di dalam ASN dapat gaji yang sangat rendah maka itu kita sebelumnya mendzolimi (ASN)," ungkap mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia (Wolrd Bank) itu.

"Tapi kalau kita katakan (gaji) sebagai ASN harus sama dengan harga di market (pasar) itu juga nggak benar," imbuh Ani.

Ani juga menyebut indikator lain yang harus menjadi pertimbangan penerapan sistem penggajian tunggal itu. Yakni masalah integritas. Dia mencontohkan pegawai di Kemenkeu yang setiap hari berurusan dengan uang negara. 

"Godaan (untuk korupsi) itu ya setiap detik ada," terangnya. 

Di sisi lain, peringatan puncak Harkordia 2019 menjadi ajang KPK pamer upaya pencegahan. Agus Rahardjo mengatakan telah melakukan pencegahan korupsi dan penyelamatan uang negara mencapai Rp63,9 triliun. Agus mengatakan nilai itu terbagi dalam tiga kelompok.

"Potensi penyelamatan berdasarkan hasil kajian Litbang (KPK, red) Rp34,7 triliun," katanya. 

Kemudian optimalisasi pendapatan daerah dari berbagai sumber Rp29 triliun dan gratifikasi uang serta barang Rp159,3 miliar. Hanya beda dengan tahun sebelumnya, peringatan Hakordia kemarin tidak dihadiri Presiden Joko Widodo (Jokowi). KPK semula mengundang Jokowi. Namun beberapa hari jelang pelaksanaan, kehadiran Jokowi diwakilkan oleh Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin. Sejumlah menteri hadir pada acara itu. Di antaranya Menag Fachrul Razi, Menkeu Sri Mulyani Indrawati, Menkopolhukam Mahfud MD, dan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah.

Baca Juga:  Kolonel Laut (P) Stanley Lekahena Danlanal Dumai

Selain memaparkan kerja KPK, Agus juga mengatakan saat ini yang masih dikeluhkan pengusaha adalah masalah perizinan. Pemerintah perlu terus mendorong implementasi online single submission (OSS). Kemudian program OSS juga perlu disinkronkan dengan pelayanan terpadu satu pintu (PTSP).

Dalam kesempatan yang sama Menteri PAN-RB Tjahjo Kumolo selaku Ketua Tim Nasional Pencegahan Korupsi menyampaikan capaian triwulan III 2019. Menurutnya program strategi nasional pencegahan korupsi masih perlu ditingkatkan. Di antaranya di menyebut layanan OSS saat ini masih terdapat pada 25 aplikasi di kementerian, lembaga, serta instansi pemerintah daerah.

Selain itu program sistem pemerintah berbasis elektronik (SPBE) juga masih berjalan lambat. Pemicunya beragamnya aplikasi yang digunakan oleh instansi atau lembaga. Dia lantas menyampaikan laporan evaluasi capaian pencegahan korupsi di instansi pusat dan daerah. Untuk instansi pusat masih ada 12 instansi dengan capaian rendah, yakni nilai kurang dari 50 persen. Di antaranya adalah Kemenkominfo, 

Kemendag, OJK, Kementerian BUMN, dan Kementerian PAN-RB. Di instansi pemprov ada 13 instansi dengan capaian rendah. Seperti Pemprov Aceh, Pemprov Banten, Pemprov Jateng, Pemprov NTB, dan Sumut. Dalam arahannya Wakil Presiden Ma’ruf Amin menyampaikan peringatan hari korupsi itu menjadi momentum penyadaran publik atas bahaya korupsi. 

"Korupsi jadi persoalan krusial bangsa," katanya. 

Kemudian korupsi juga merupakan kejahatan sistemik dan jadi masalah serius. Sebab bisa menghambat efektivitas pembangunan. Dia menyampaikan arahan Presiden Jokowi supaya jangan korupsi. Kemudian menciptakan sistem yang menutup celah korupsi. Lalu memaksimalkan pencegahan korupsi di sektor perizinan dan pelayanan publik. Contohnya di pertanahan, kesehatan, dan pendidikan.

Sementara itu, Presiden Jokowi memilih untuk hadir dalam acara Pentas Prestasi Tanpa Korupsi yang digelar sejumlah siswa dan beberapa menteri di SMA 57, Jakarta, kemarin (9/12) ketimbang menghadiri puncak peringatan Hakordia di gedung KPK.  Jokowi beralasan, dirinya sudah hadir setiap tahun sehingga ingin memberikan kesempatan pada Wapres Ma’ruf Amin. 

"Kan Pak Ma’ruf belum pernah ke sana, ya bagi-bagi lah. Masa setiap tahun saya terus," ujarnya. 

Dalam pentas tersebut, beberapa menteri terlibat dalam drama pendek yang mengkampanyekan sikap anti korupsi di hadapan para siswa. Jokowi menuturkan, perbaikan sistem birokrasi diperlukan untuk mengatasi persoalan korupsi. Menurutnya, setidaknya ada sejumlah hal yang menjadi bahan evaluasi bagi pencegahan tindak korupsi di Indonesia. Pertama, penindakan memang perlu. Namun, dia menilai pembangunan sistem juga sangat penting untuk memberikan pagar sehingga penyelewengan itu tidak terjadi.

Kedua, rekrutmen politik perlu dievaluasi. Pasalnya, lanjut dia, jika rekrutmen politik masih memerlukan biaya yang besar, potensi korupsi menjadi terbuka. 

"Nanti orang akan tengak-tengok bagaimana pengembaliannya," imbuhnya.

Ketiga, Jokowi menilai upaya pengentasan korupsi harus fokus pada satu hal. Jika dikerjakan semua, dia menilai sulit untuk dituntaskan. "Jangan semua dikerjakan, tidak akan menyelesaikan masalah," tuturnya.

Terakhir, setelah penindakan, harus ada perbaikan sistem yang masuk ke instansi. Jika seorang gubernur ditangkep misalnya, perbaikan sistem harus masuk. "Oleh sebab itu saya akan segera bertemu dengan KPK untuk menyiapkan hal-hal yang saya sampaikan," kata dia.

Baca Juga:  Selain Covid-19, DBD Masih Jadi Ancaman Masyarakat

Terkait desakan Perppu yang belum reda, Jokowi mengaku masih melihat situasi ke depan. Setelah UU KPK yang baru dijalankan bersama pimpinan dan dewan pengawas KPK, pihaknya akan melakukan evaluasi. 

Sementara itu, masih rendahnya indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia menandakan masih banyak pekerjaan rumah negara ini dalam memberantas korupsi. Mantan Wakil Ketua KPK Mochammad Jasin menjelaskan, dua hal utama dalam pemberantasan korupsi, yakni pencegahan dan penindakan perlu ditingkatkan. "Sehingga report daripada perception corruption index kita meningkat," terangnya saat ditemui di Mahkamah Konstitusi (MK) kemarin.

Menurut Jasin, Indonesia bisa melihat negara-negara tetangga di kawasan ASEAN. Seperti Malaysia, Thailad, bahkan Singapura yang begitu tinggi IPK-nya. Seluruh dunia mengakui bahwa IPK masih menjadi alat ukur suaratu negara sungguh-sungguh atau tidak dalam melakukan pemberantasan korupsi.

Seharusnya, lewat peringatan hari antikorupsi sedunia, apalagi Indonesia bagian dari komunitas internasional, seharusnya indoensai bsia menjadi contoh pemberantasan korupsi. Apalagi Indonesia sudah meratifikasi konvensi PBB untuk menentang korupsi. Nyatanya, selama ini, kenaikan IPK Indonesia sangat lambat.

Jasin menuturkan, upaya pemberantasan korupsi tidak hanya harus meningkat, namun juga konsisten. Dengan menggunakan UU lama, selama ini kerja pemberatasan korupsi dinilai sudah cukup baik. Tahap penyadapan ada di semua fase. Mulai penyelidikan, penyidikan, hingga penuntutan. 

"Sekarang kan (di UU baru) di tahap penuntutan tidak boleh menyadap," lanjutnya.

Apalagi, sekarang prosedur penyadapan begitu rumit karena harus seizin dewan pengawas. Menurut dia, itu adalah birokrasi yang merepotkan. Harus meminta izin secara tertulis dan jawabannya juga harus tertulis. "Tanpa melalui izin seperti itu saja bisa kecolongan dan orangnya terlanjur pergi," tutur mantan Irjen Kementerian Agama itu.

Jasin mengingatkan, sebenarnya pencegahan korupsi tidak bisa hanya menjadi ranah KPK. lembaga di Indonesia sudah sangat banyak. Tersebar di seantero negeri. 

"Maka tidak bisa dicegah hanya oleh satu instansi," tuturnya. 

KPK, tambah Jasin, hanya salah satu penegak hukum yang melakukan pencegahan korupsi berkoordinasi dengan lembaga lain. baik sesama penegak hukum maupun yang bukan penegak hukum. bila hanya mengandalkan KPK, maka tidak aka ada gregetnya. 

Sementara itu kebutuhan partai politik akan dana yang besar ditengarai menjadi salah satu pendorong tingginya angka korupsi di Indonesia. Hal itu disampaikan sendiri oleh anggota Komisi XI DPR RI Agun Gunanjar Sukarsa bertepatan dengan Hakordia kemarin.

Agun menilai, pemerintah seharusnya berperan dalam memperkuat partai politik. Salah satunya dalam kebutuhan finansial untuk kaderisasi dan pembinaan. Tanpa itu, menurutnya, praktik korupsi di kalangan pejabat baik eksekutif maupun legislatif yang terpilih dari parpol pun akan tetap subur.

Mantan anggota Komisi III DPR RI itu menyampaikan relasi antara korupsi dan partai politik dalam diskusi Arah Pemberantasan Korupsi Era Jokowi-Ma’ruf di Universitas Indonesia kemarin. Pernyataan itu tidak lepas dari problematika korupsi yang memang kerap dilakukan oleh elit politik.

"Selama ini kita hanya melihat korupsi dari perspektif hukum dan administrasi saja. Padahal saya mengatakan korupsi tidak bisa dihapuskan selama masih dilakukan oleh elit," ungkapnya.(tyo/wan/far/byu/deb/jpg)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta pemerintah mempercepat penerapan sistem penggajian tunggal (single salary system) aparatur sipil negara (ASN). Dengan begitu, ke depan diharapkan tidak ada lagi ASN yang menerima honor tambahan dari berbagai kegiatan. Sistem itu berlaku di KPK saat ini.

Usulan sistem penggajian tunggal itu kembali disampaikan KPK pada puncak peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia), Senin (9/12). Ketua KPK Agus Rahardjo berharap komitmen menerapkan sistem tersebut bisa segera diwujudkan dalam waktu dekat. "Jadi menjadi pejabat itu sudah tidak mendapatkan honor lagi," kata Agus saat diskusi di gedung KPK. 

- Advertisement -

 Agus memberikan gambaran tentang penerapan sistem penggajian tunggal di KPK sekarang ini. Menurut dia, pegawai KPK tidak menerima honor dari setiap kegiatan. Baik itu kegiatan yang diselenggarakan KPK maupun entitas lain. 

"Saya yakin kalau itu (gaji) dijadikan satu, itu mungkin akan lebih baik," tuturnya dalam diskusi yang juga dihadiri Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani itu. 

- Advertisement -

Komisioner asal Magetan itu juga berharap pemerintah mempercepat komitmen pencegahan korupsi di berbagai lini melalui sistem e-government. Sistem itu d iantaranya meliputi e-budgeting, e-procurement, dan e-catalog. Selain itu Agus juga meminta percepatan reformasi birokrasi untuk perbaikan tata kelola pemerintahan yang baik.

Sementara itu Menkeu Sri Mulyani mengatakan penerapan sistem penggajian tunggal dengan menghapus honor tambahan bagi ASN tidak bisa langsung dilaksanakan. Sistem itu harus dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan banyak hal. Salah satunya memperbaiki remunerasi ASN dengan melihat kekuatan APBN.

"Tidak bisa langsung melakukan adjustment (pengaturan) yang kemudian (menyebabkan) tidak sustainable APBN-nya," ujarnya.

Ani -sapaan Sri Mulyani- menyebut perbaikan remunerasi harus dikaitkan dengan kemampuan keuangan negara. 

"Ini semacam ayam dan telur (mana duluan), oleh karena itu harus dilakukan secara bertahap," paparnya. 

Sri menjelaskan road map dan platform pencegahan korupsi pemerintah sejatinya sama. Yakni bagaimana menghilangkan faktor awal yang menjadi alasan ASN melakukan korupsi. Alasan pertama, kata dia, yaitu terkait pendapatan atau gaji. Pendapatan itu harus disesuaikan dengan kompetensi, ruang lingkup tanggung jawab dan tantangan yang dihadapi. 

"Kalau di luar, dia (ASN, red) bisa ditawari gaji yang sangat besar namun di dalam kementerian atau di dalam ASN dapat gaji yang sangat rendah maka itu kita sebelumnya mendzolimi (ASN)," ungkap mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia (Wolrd Bank) itu.

"Tapi kalau kita katakan (gaji) sebagai ASN harus sama dengan harga di market (pasar) itu juga nggak benar," imbuh Ani.

Ani juga menyebut indikator lain yang harus menjadi pertimbangan penerapan sistem penggajian tunggal itu. Yakni masalah integritas. Dia mencontohkan pegawai di Kemenkeu yang setiap hari berurusan dengan uang negara. 

"Godaan (untuk korupsi) itu ya setiap detik ada," terangnya. 

Di sisi lain, peringatan puncak Harkordia 2019 menjadi ajang KPK pamer upaya pencegahan. Agus Rahardjo mengatakan telah melakukan pencegahan korupsi dan penyelamatan uang negara mencapai Rp63,9 triliun. Agus mengatakan nilai itu terbagi dalam tiga kelompok.

"Potensi penyelamatan berdasarkan hasil kajian Litbang (KPK, red) Rp34,7 triliun," katanya. 

Kemudian optimalisasi pendapatan daerah dari berbagai sumber Rp29 triliun dan gratifikasi uang serta barang Rp159,3 miliar. Hanya beda dengan tahun sebelumnya, peringatan Hakordia kemarin tidak dihadiri Presiden Joko Widodo (Jokowi). KPK semula mengundang Jokowi. Namun beberapa hari jelang pelaksanaan, kehadiran Jokowi diwakilkan oleh Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin. Sejumlah menteri hadir pada acara itu. Di antaranya Menag Fachrul Razi, Menkeu Sri Mulyani Indrawati, Menkopolhukam Mahfud MD, dan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah.

Baca Juga:  Mahasiswa Indonesia di Wuhan Ingin Dievakuasi

Selain memaparkan kerja KPK, Agus juga mengatakan saat ini yang masih dikeluhkan pengusaha adalah masalah perizinan. Pemerintah perlu terus mendorong implementasi online single submission (OSS). Kemudian program OSS juga perlu disinkronkan dengan pelayanan terpadu satu pintu (PTSP).

Dalam kesempatan yang sama Menteri PAN-RB Tjahjo Kumolo selaku Ketua Tim Nasional Pencegahan Korupsi menyampaikan capaian triwulan III 2019. Menurutnya program strategi nasional pencegahan korupsi masih perlu ditingkatkan. Di antaranya di menyebut layanan OSS saat ini masih terdapat pada 25 aplikasi di kementerian, lembaga, serta instansi pemerintah daerah.

Selain itu program sistem pemerintah berbasis elektronik (SPBE) juga masih berjalan lambat. Pemicunya beragamnya aplikasi yang digunakan oleh instansi atau lembaga. Dia lantas menyampaikan laporan evaluasi capaian pencegahan korupsi di instansi pusat dan daerah. Untuk instansi pusat masih ada 12 instansi dengan capaian rendah, yakni nilai kurang dari 50 persen. Di antaranya adalah Kemenkominfo, 

Kemendag, OJK, Kementerian BUMN, dan Kementerian PAN-RB. Di instansi pemprov ada 13 instansi dengan capaian rendah. Seperti Pemprov Aceh, Pemprov Banten, Pemprov Jateng, Pemprov NTB, dan Sumut. Dalam arahannya Wakil Presiden Ma’ruf Amin menyampaikan peringatan hari korupsi itu menjadi momentum penyadaran publik atas bahaya korupsi. 

"Korupsi jadi persoalan krusial bangsa," katanya. 

Kemudian korupsi juga merupakan kejahatan sistemik dan jadi masalah serius. Sebab bisa menghambat efektivitas pembangunan. Dia menyampaikan arahan Presiden Jokowi supaya jangan korupsi. Kemudian menciptakan sistem yang menutup celah korupsi. Lalu memaksimalkan pencegahan korupsi di sektor perizinan dan pelayanan publik. Contohnya di pertanahan, kesehatan, dan pendidikan.

Sementara itu, Presiden Jokowi memilih untuk hadir dalam acara Pentas Prestasi Tanpa Korupsi yang digelar sejumlah siswa dan beberapa menteri di SMA 57, Jakarta, kemarin (9/12) ketimbang menghadiri puncak peringatan Hakordia di gedung KPK.  Jokowi beralasan, dirinya sudah hadir setiap tahun sehingga ingin memberikan kesempatan pada Wapres Ma’ruf Amin. 

"Kan Pak Ma’ruf belum pernah ke sana, ya bagi-bagi lah. Masa setiap tahun saya terus," ujarnya. 

Dalam pentas tersebut, beberapa menteri terlibat dalam drama pendek yang mengkampanyekan sikap anti korupsi di hadapan para siswa. Jokowi menuturkan, perbaikan sistem birokrasi diperlukan untuk mengatasi persoalan korupsi. Menurutnya, setidaknya ada sejumlah hal yang menjadi bahan evaluasi bagi pencegahan tindak korupsi di Indonesia. Pertama, penindakan memang perlu. Namun, dia menilai pembangunan sistem juga sangat penting untuk memberikan pagar sehingga penyelewengan itu tidak terjadi.

Kedua, rekrutmen politik perlu dievaluasi. Pasalnya, lanjut dia, jika rekrutmen politik masih memerlukan biaya yang besar, potensi korupsi menjadi terbuka. 

"Nanti orang akan tengak-tengok bagaimana pengembaliannya," imbuhnya.

Ketiga, Jokowi menilai upaya pengentasan korupsi harus fokus pada satu hal. Jika dikerjakan semua, dia menilai sulit untuk dituntaskan. "Jangan semua dikerjakan, tidak akan menyelesaikan masalah," tuturnya.

Terakhir, setelah penindakan, harus ada perbaikan sistem yang masuk ke instansi. Jika seorang gubernur ditangkep misalnya, perbaikan sistem harus masuk. "Oleh sebab itu saya akan segera bertemu dengan KPK untuk menyiapkan hal-hal yang saya sampaikan," kata dia.

Baca Juga:  Syarudin Husin Teratas, Eko Suharjo Terendah

Terkait desakan Perppu yang belum reda, Jokowi mengaku masih melihat situasi ke depan. Setelah UU KPK yang baru dijalankan bersama pimpinan dan dewan pengawas KPK, pihaknya akan melakukan evaluasi. 

Sementara itu, masih rendahnya indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia menandakan masih banyak pekerjaan rumah negara ini dalam memberantas korupsi. Mantan Wakil Ketua KPK Mochammad Jasin menjelaskan, dua hal utama dalam pemberantasan korupsi, yakni pencegahan dan penindakan perlu ditingkatkan. "Sehingga report daripada perception corruption index kita meningkat," terangnya saat ditemui di Mahkamah Konstitusi (MK) kemarin.

Menurut Jasin, Indonesia bisa melihat negara-negara tetangga di kawasan ASEAN. Seperti Malaysia, Thailad, bahkan Singapura yang begitu tinggi IPK-nya. Seluruh dunia mengakui bahwa IPK masih menjadi alat ukur suaratu negara sungguh-sungguh atau tidak dalam melakukan pemberantasan korupsi.

Seharusnya, lewat peringatan hari antikorupsi sedunia, apalagi Indonesia bagian dari komunitas internasional, seharusnya indoensai bsia menjadi contoh pemberantasan korupsi. Apalagi Indonesia sudah meratifikasi konvensi PBB untuk menentang korupsi. Nyatanya, selama ini, kenaikan IPK Indonesia sangat lambat.

Jasin menuturkan, upaya pemberantasan korupsi tidak hanya harus meningkat, namun juga konsisten. Dengan menggunakan UU lama, selama ini kerja pemberatasan korupsi dinilai sudah cukup baik. Tahap penyadapan ada di semua fase. Mulai penyelidikan, penyidikan, hingga penuntutan. 

"Sekarang kan (di UU baru) di tahap penuntutan tidak boleh menyadap," lanjutnya.

Apalagi, sekarang prosedur penyadapan begitu rumit karena harus seizin dewan pengawas. Menurut dia, itu adalah birokrasi yang merepotkan. Harus meminta izin secara tertulis dan jawabannya juga harus tertulis. "Tanpa melalui izin seperti itu saja bisa kecolongan dan orangnya terlanjur pergi," tutur mantan Irjen Kementerian Agama itu.

Jasin mengingatkan, sebenarnya pencegahan korupsi tidak bisa hanya menjadi ranah KPK. lembaga di Indonesia sudah sangat banyak. Tersebar di seantero negeri. 

"Maka tidak bisa dicegah hanya oleh satu instansi," tuturnya. 

KPK, tambah Jasin, hanya salah satu penegak hukum yang melakukan pencegahan korupsi berkoordinasi dengan lembaga lain. baik sesama penegak hukum maupun yang bukan penegak hukum. bila hanya mengandalkan KPK, maka tidak aka ada gregetnya. 

Sementara itu kebutuhan partai politik akan dana yang besar ditengarai menjadi salah satu pendorong tingginya angka korupsi di Indonesia. Hal itu disampaikan sendiri oleh anggota Komisi XI DPR RI Agun Gunanjar Sukarsa bertepatan dengan Hakordia kemarin.

Agun menilai, pemerintah seharusnya berperan dalam memperkuat partai politik. Salah satunya dalam kebutuhan finansial untuk kaderisasi dan pembinaan. Tanpa itu, menurutnya, praktik korupsi di kalangan pejabat baik eksekutif maupun legislatif yang terpilih dari parpol pun akan tetap subur.

Mantan anggota Komisi III DPR RI itu menyampaikan relasi antara korupsi dan partai politik dalam diskusi Arah Pemberantasan Korupsi Era Jokowi-Ma’ruf di Universitas Indonesia kemarin. Pernyataan itu tidak lepas dari problematika korupsi yang memang kerap dilakukan oleh elit politik.

"Selama ini kita hanya melihat korupsi dari perspektif hukum dan administrasi saja. Padahal saya mengatakan korupsi tidak bisa dihapuskan selama masih dilakukan oleh elit," ungkapnya.(tyo/wan/far/byu/deb/jpg)

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari