PEKANBARU (RIAUPOS.CO) — Nilai Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) Kota Pekanbaru tahun 2017 rendah, hanya CC dari nilai maksimal AA. Ini terjadi karena banyaknya realisasi program kegiatan tak sesuai dengan perencanaan. Jika nilai tak membaik pada penilaian 2018, para kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) harus siap-siap untuk dievaluasi.
Nilai CC ini naik sedikit dari tahun sebelumnya, di mana Pemko Pekanbaru mendapat nilai C. Pekanbaru kalah dari Kabupaten Kepulauan Meranti dan Kuantan Sengingi yang bisa melompat dari D ke B dalam waktu setahun.
Seluruh kepala OPD di jajaran Pemko Pekanbaru, Selasa (11/6), dikumpulkan Wali Kota Pekanbaru Dr H Firdaus ST MT di aula Bapeda Kota Pekanbaru Jalan Sudirman. Di sini, dipaparkan secara rinci nilai yang didapat oleh seluruh OPD. Dari penilaian 2017, dari 44 OPD di jajaran Pemko Pekanbaru hanya 10 OPD yang meraih nilai BB dan B. Sementara sisanya CC, C bahkan D. Agar bisa meraih nilai BB, setidaknya dua per tiga OPD harus juga mendapat penilaian BB.
SAKIP ini merupakan integrasi dari sistem perencanaan, sistem penganggaran dan sistem pelaporan kinerja, yang selaras dengan pelaksanaan sistem akuntabilitas keuangan. Dalam hal ini, setiap organisasi diwajibkan mencatat dan melaporkan setiap penggunaan keuangan negara serta kesesuaiannya dengan ketentuan yang berlaku. Laporan SAKIP terdiri atas dokumen perencanaan, pengukuran, pelaporan, evaluasi dan capaian.
Penilaian SAKIP tersebut berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2006 tentang pelaporan keuangan dan kinerja instansi pemerintah, Peraturan Presiden Nomor 29 tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 12 tahun 2015 tentang pedoman evaluasi atas implementasi SAKIP.
Inspektur Kota Pekanbaru Syamsuir dalam paparan di depan seluruh kepala OPD jajaran Pemko Pekanbaru menyampaikan, nilai CC yang didapat Pemko Pekanbaru menunjukkan masih terjadi inefisiensi sebesar 30 persen dalam akuntabilitas kinerja. ‘’Banyak indikator yang tidak selaras selama ini,’’ sebutnya.
Indikator ini adalah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program kepala daerah tidak selaras sampai pada pelaksanaan program kerja dan kegiatan OPD yang ada di Pemko Pekanbaru. ‘’Faktor utamanya RPJMD harus dilakukan perubahan. Karena RPJMD tidak mendukung visi dan misi kepala daerah terpilih,’’ paparnya.
Ditambahkannya pula, penilaian yang rendah terjadi karena hasil kegiatan tidak jelas ukurannya. ‘’Ini terjadi karena tidak jelas hasil yang dicapai. Ukuran kinerja tidak jelas. Tidak ada keterkaitan program dengan sasaran. Rincian kegiatan tidak sesuai dengan hasil kegiatan,’’ imbuhnya.
Secara umum, penilaian SAKIP dibagi atas AA dalam rentang 90-100, A 80-90, BB 70-80, B 60-70, CC 50-60, C 30-50, dan D 0-30. Di Indonesia baru Kota Jogjakarta yang berhasil meraih nilai AA. Di bawahnya ada empat kementerian, tiga provinsi dan dua kabupaten/kota yang meraih nilai A.
Selanjutnya, ada 10 kabupaten/kota, tujuh provinsi dan 27 kementerian yang diganjar BB. Kota Pekanbaru, bersama 198 pemerintah kota dan kabupaten lain se-Indonesia baru mampu meraih CC.
Syamsuir menyebut, keselarasan adalah kunci jika nilai SAKIP ingin berubah. ‘’Tinggal keselarasan dengan apa yang direncanakan dengan apa yang dikerjakan, dievaluasi. Kalau ini jalan nilai kita naik,’’ ucapnya.
Wali Kota (Wako) Pekanbaru Dr H Firdaus ST MT mengingatkan bawahannya untuk disiplin. Bisa bekerja mengikuti standar. ‘’Sebenarnya secara aktualisasi penyelenggaraan pemerintahan baik, tapi pelaporan tak baik. Nah, kalau di dalam administrasi ini, penilaian di pelaporan. Kalau baik kita bekerja tidak dilaporkan sama saja tidak kerja. Kalau kerja baik di pelaporan tidak baik sama saja kerja tidak baik. Oleh sebab itu bekerja dan laporan harus baik,’’ paparnya.
Klaim Firdaus atas aktualisasi penyelenggaraan pemerintahan yang sudah baik ini bersumber dari penghargaan yang diterima beberapa waktu lalu. Yakni, Pekanbaru empat besar terbaik penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia. ‘’Tapi begitu dinilai per OPD-nya kita malah banyak yang rendah. Maka kami maunya ada konsisten,’’ imbuhnya.
Wako memastikan, dalam 20 hari ke depan sebelum laporan SAKIP Pemko Pekanbaru untuk tahun 2018 diserahkan pada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, perbaikan masih bisa dilakukan. Meski begitu, dia sudah mewanti-wanti agar nilai yang didapat tidak boleh kurang dari BB. Kursi kepala OPD yang akan jadi pertaruhannya. ‘’Kita masih punya waktu 20 hari untuk menyempurnakan. Nanti kepala OPD pasti dievaluasi. Ini salah satu komponen penilaian. Sanksinya nanti pada jabatan mereka,’’ tegas dia.
Dari kondisi penyusunan laporan SAKIP di jajaran Pemko Pekanbaru, terlihat Pemko Pekanbaru lemah di adaptasi Informasi Teknologi (IT). Ini diakui sendiri oleh Wako Pekanbaru. ‘’Mana kelemahan OPD kita evaluasi. SDM yang terbatas menyusun laporan kita minta juga. Mungkin PNS tidak cukup, kita tambah dari yang punya keahlian di IT. Ambil satu atau dua orang THL (Tenaga Harian Lepas, red), dengan kemampuan profesional. Sesuaikan gajinya, Tidak bisa gaji dengan THL biasa. Saya izinkan dua per OPD. Tahun 2020 kita semua harus sudah terintegrasi dengan IT. Untuk 20 hari ini pandai-pandai,’’ singkatnya.(rnl)