JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Kapolda Papua Irjen Pol Paulus Waterpauw menyebutkan, pemindahan akitivis Buchtar Tabuni ke luar Papua dalam rangka persidangan. Sehingga, proses penegakan hukum di pengadilan bisa lebih aman.
“Kita sudah banyak pengalaman kalau kejadian dilakukan persidangan di sini (Papua-red) akan tambah lagi persoalan,” ucap Kapolda seperti dikutip Cenderawasih Pos (Jawa Pos Group), Senin (7/10).
Terkait dengan pemindahan persidangan Buchtar Tabuni ke luar Papua Kapolda Waterpauw mengaku sudah melaporkannya kepada Gubernur Provinsi Papua Lukas Enembe. “Mereka tidak banyak, hanya beberapa orang saja. Mereka ini yang diduga melakukan perbuatan makar,” jelasnya.
Sementara itu, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua Emanuel Gobay menilai sikap penyidik Polda Papua yang tidak komunikatif dengan Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua. Karena pada prinsipnya kebijakan perpindahan Pengadilan pemeriksa suatu tindak pidana dari wilayah hukum pengadilan negeri satu ke wilayah hukum pengadilan negeri lain dengan alasan keadaan daerah diatur pada Pasal 85, UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang kitab acara Pidana atau yang sering disingkat dengan Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana, Berikut isi Passal 85 KUHAP.
Tim Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua menerima surat Direskrimum Polda Papua Nomor : B/816/X/RES.1.24/2019/Direskrimum, tertanggal 4 Oktober 2019, Perihal : pemberitahuan pemindahan tempat penahanan tersangka atas nama Buktar Tabuni, Agus Kosay, Fery Kombo, Alexander Gobay, Steven Itlay, Hengki Hilapok dan Irwanus Uropmabin akan dipindahkan tempat penahanannya dari Rutan Polda Papua ke Rutan Polda Kalimantan Timur di Balikpapan sambil menunggu penetapan pengalihan tempat persidangan dari Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Secara terpisah, keluarga aktifis KNPB dan ULMWP meminta Polda Papua agar memulangkan suami dan keluarga mereka yang dipindahkan ke Kaltim. Anike Kemosi yang merupakan istri Agus Kossay ketua KNPB yang dipindahkan ke Kaltim, meminta Polda Papua untuk mengembalikan suaminya ke Papua. Karena menurutnya, dengan banyaknya aparat keamanan yang mencapai ribuan, seharusnya persidangan dapat digelar di Papua.
“Saya minta suami saya dipulangkan ke Papua. Kami keluargga mendesak mereka harus dipulangkna ke tanah air,” ungkapnya kepada awak media di Jayapura, Minggu, (6/10).
Sebelum dipindahkan ke Kaltim, Anike Kemosi menilai Kepolisian telah membatasi keluarga dengan merahasiakan pemindahan tersebut dengan berbagai alasan dan trik. Anike Kemosi mengaku sempat mengantarkan makanan ke Mako Brimob, namun informasi yang disampaikan oleh anggota di Mako Brimob Polda Papua bahwa di tempat tersebut tidak ada tahanan.
Dengan rasa penasaran, Anike Kemosi kemudian ke Polda Papua, namun dirinya dihubungi salah seorang penasehat hukum yang menyebutkan bahwa suaminya sudah dipindahkan. “Kami kaget. Pikiran stres, sampai hampir pingsan saat itu,” jelasnya.
Dikatakan, Polda Papua seharusnya membiarkan mereka menjalani pemeriksaan dan persidangan di Papua. Karena sampai saat ini Papua sudah aman dan banyak aparat keamanan di seluruh penjuru kota di Papua
“Kami minta segera dipulangkan. Jika tidak dikembalikan rakyat pasti marah. Ini bisa berdampak. Sempat tiga hari saya ke sana dan hari pertama kami pergi diberikan waktu kunjungan 2-3 menit. Kami bicara diharuskan bahasa Indonesia,” jelasnya.
Saat suaminya dipindahkan, Sabtu (4/10), Anike Kemosi mengaku tidak menerima penyampaian. Nanti setelah suaminya berada di pesawat untuk diterbangkan ke Kaltim, baru pihaknya mendapat pemberitahuan.
“Ini membuat membuat keluarga syok dan stres. Kenapa aparat buat seperti ini, apa pun itu mereka itu keluargga kami harus di sampaikan,” katanya sesal.
Di tempat yang sama, istri Buchtar Tabuni, Debora Awom menilai polisi sanagat tidak mempertimbangkan kondisi keluargga saat ini. Padahal sebenarnya persidangan bisa saja dilakukan di Papua tanpa harus ke Kaltim yang jauh.
Sumber: Jawapos.com
Editor: E Sulaiman